BAB 4 | Desa Makmuran
Mereka berjalan menuju balai desa untuk mencari tahu kondisi desa sekarang.
Di sepanjang perjalanan, desa nampak sepi tidak ada warga yang lalu-lalang. Mereka tidak melihat seorang pun warga desa hingga sampai di balai desa.
Di dalam balai terdapat banyak sekali warga desa yang harus diurus. Penyakit yang menjangkit mereka sudah sangat parah. Korban juga banyak berjatuhan.
Eyang Pur masuk ke dalam balai desa. Setelah masuk, ia malah disorot dengan curiga oleh warga desa.
"Kenapa wabah ini tidak bisa diatasi ...? Kemana pak Wayan?" tanya eyang Pur.
Mendengar itu, para warga memanas.
"Bukankah ini semua salahmu, Pak pendekar."
"Kau meracuni sungai kami."
"Kau telah membunuh keluarga kami."
Para warga yang sedang dalam amarah memprotes eyang Pur. Mereka mencaci karena menganggap eyang Pur adalah dalangnya.
Namun, eyang Pur tidak bereaksi dengan cacian itu. Ia menggeletakkan Ujang dan Hasta ke balai dan menitipkan mereka kepada Bayuaji. Ia pergi keluar meninggalkan balai desa.
"Tunggu ... eyang ...!"
Eyang Pur pergi bukan karena ia dicaci ataupun dihina. Akan tetapi ia lebih memilih mencari tahu sendiri asal-usulnya. ia akan pergi mencari pak Wayang sendiri.
Pak Wayang dan eyang Pur sempat akrab saat mereka terakhir bertemu. Mungkin saja jika eyang Pur meyakinkannya, desa Makmuran bisa selamat dari wabah.
"Ternyata begini ..., pandangan orang lain ketika melihat pendekar." ucap dalam hati Bayuaji.
Terdengar cukup pahit, tetapi memang begitulah sekarang. Walaupun eyang Pur sudah berbuat baik, tetapi mereka akan tetap sama saja.
Bayuaji membiarkan eyang Pur pergi. Khawatir dengan keadaan Ujang dan Hasta yang terluka parah.
"Tolonglah tuan, rawat temanku yang sedang terluka parah."
"Tentu saja, bocah ... tapi luka yang ada di punggungmu itu ...."
"Tidak apa-apa. yang terpenting selamatkan nyawa mereka!"
Pintu balai desa terbuka tiba-tiba. Terdapat 3 orang yang masuk. Ternyata mereka adalah Sakar, Juna, dan bu Yeni.
Juna dan bu Yeni juga harus segera dirawat. Sementara Sakar, ia belum tahu kondisi sekarang. Kemudian warga desa menjelaskan situasinya kepada Sakar.
"Boleh kau katakan pak Suryono yang mana ...?" tanyanya.
"Pak Suryono sepertinya pergi ke arah barat."
"Barat ...?" ucap dalam hati bu Yeni.
"Itukan arahnya rumah pak Wayan!"
Di saat yang sama, eyang Pur juga sedang berjalan ke arah barat. Kemungkinan pak Suryono sudah lebih dulu darinya. Masih belum diketahui apa kepentingan mereka pergi ke sana.
"Suryono!" geram bu Yeni.
Bu Yeni menyimpulkan dalang wabah ini adalah bukan lain yaitu pak Suryono. Dengan memanfaatkan pendekar-pendekar yang lengah. Ia menyusun rencana agar bisa memenangkan pemilihan kepala desa.
"Wayang ...! Apa yang kau lakukan ...." ucap dalam hati eyang Pur.
Bersambung ....
Catatan Penulis: "Jangan cuma baca ya, tapi dukung juga dengan cara vote dan komentar. Biar tidak ketinggalan halaman terbarunya, pastikan kalian sudah follow!"
Dukung dengan donasi: https://trakteer.id/aprizaprasetio
Tanggal publikasi: 15 November 2020
Karya JAWARA adalah karya orisinil dari Apriza Prasetio yang terinspirasi dari budaya-budaya Indonesia, khususnya silat dan kepercayaan masyarakat.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAWARA
FantasySeorang anak kecil bernama Bayuaji Gundawasih. Dia baru saja ditinggal oleh anggota keluarganya. Emosi membawanya nekat untuk membalas dendam. Berjuang mencari kekuatan di dunia era silat. Cerita pertama kali dipublikasikan pada tanggal 25 Oktober 2...