Hal. 26 | Hutan Liar Bag. 3

84 13 0
                                    

Selain kebal dari serangan, ia juga bisa menggunakan jurus silat. Namun jurus silat yang digunakan tidak seperti jurus silat pada umumnya. Tidak ada karakteristik maupun gaya bertarung khusus, hanya jurus bebas yang murni dari naluri.

Tubuhnya tadi sempat berubah menjadi air yang keruh lalu berubah lagi seperti semula. Kulitnya juga terlihat seperti sisik ikan saat menyerang.

Serangan beruang terus dihindari. Baik dengan mencairkan tubuh maupun mengelak. Elakannya juga tidak seperti manusia biasa.

Setelah banyak menghindar, pria itu memukul beruang hingga terpental ke dalam sungai. Dan ikan yang dibawanya berhasil didapatkan.

"Hebat sekali orang itu." puji Ujang.

Ujang sangat terkesan dengan kemampuan pria itu. Jurus silat tanpa gaya yang mendominasi. Tidak indah tetapi tetap dapat melumpuhkan musuh.

Hampir saja lupa dengan tugasnya. Ujang harus menyelesaikannya segera. Tidak perlu memanggilnya, ia langsung melanjutkan pencarian kayu bakar.

Tsaah! "Aaa!" teriaknya.

Tak sengaja, Ujang menginjak sesuatu. Kakinya tiba-tiba membiru. Ternyata, ia menginjak seekor ular yang terlihat berbisa.

"Siapa itu?" heran pria misterius.

Tubuh Ujang melemas dan tidak sanggup lagi berdiri. Untung saja ada pria tadi yang menolongnya.

Terpaksa, Ujang harus dibawa oleh pria itu tanpa sepengetahuan Bayuaji, Juna, dan Hasta.

Ujang dibawa ke dalam gubuk kecil. Letaknya berada di pinggir rawa-rawa. Yang jika diikuti alirannya maka akan sampai ke rawa-rawa pertama yang pernah dikunjungi.

Di sana, Ujang terbaring tidak sadarkan diri. Dan pria misterius mencoba mengobatinya dengan obat herbal.

Racikan obatnya terbuat dari banyak tanaman-tanaman obat yang telah dikumpulkan oleh pria itu. Dengan demikian, nyawa Ujang bisa terselamatkan dari bisa berbahaya.

Disamping itu, Bayuaji, Juna, dan Hasta telah berkumpul di tengah hutan dan masih menunggunya. Sudah beberapa jam mereka menunggu.

"Ujang kemana ya ...? Biasanya dia paling disiplin," gerutu Juna.

"Kita harus mencarinya ... kita kan teman!" sahut Bayuaji.

Tentu saja, mereka akan mencari Ujang hingga ketemu. Tak terasa, mereka sudah sangat jauh di dalam hutan.

Setelah beberapa jam, akhirnya Ujang tersadar. Kakinya sudah normal dan tidak membiru. Namun tubuhnya masih lemas.

"Kau siapa ...? Kenapa menyelamatkanku?"

"Aku Imba ... Imba Aswara ..., untuk sekarang tetaplah istirahat,"

"Teman-temanku menunggu ... aku harus cepat cari mereka!"

Ujang tidak bisa berhenti memikirkan temannya. Ia terus-menerus meminta untuk pergi. Akan tetapi, Imba terus melarangnya demi kondisi tubuhnya.

"Tetaplah diam di sana ..., sudah seharusnya dokter sepertiku merawatmu dengan benar!"

"Jadi kau dokter, Imba?"

Pantas saja obat herbal darinya begitu manjur.

Braak! Tubuh Ujang dipaksakan bergerak. Dan memohon untuk diajari ilmu kedokteran. Mengingat di zaman ini pendidikan sangat sulit dicari.

"Sudahlah ...! Jangan banyak bergerak!"

Bersambung ....

Catatan Penulis: "Jangan cuma baca ya, tapi dukung juga dengan cara vote dan komentar. Biar tidak ketinggalan halaman terbarunya, pastikan kalian sudah follow!"

Dukung dengan donasi: https://trakteer.id/aprizaprasetio

Tanggal publikasi: 9 Desember 2020

Karya JAWARA adalah karya orisinil dari Apriza Prasetio yang terinspirasi dari budaya-budaya Indonesia, khususnya silat dan kepercayaan masyarakat.

JAWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang