Hasta lebih memilih berhadapan dengan seekor harimau dibanding kehilangan seorang teman. Apapun itu ia akan tetap melindunginya. Meskipun usaha yang dilakukan belum tentu berhasil.
Menggertak, berteriak, melempar batu, semua usaha dilakukan. Namun tidak akan bisa mengusir harimau itu.
"Pergilah, harimau!"
Sudah pasti, yang namanya harimau jika digertak akan melawan balik. Harimau menganggapnya sebagai ancaman besar.
Grrh! "Hasta ... Hasta ... Hasta ...!" teriak Bayuaji.
Hasta diterkam harimau itu. Kini nyawanya benar-benar terancam. Perlawanan fisik tidak akan mempan dengan seekor harimau.
" ...."
"Hasta ... Hasta ... Hasta ..., Bangunlah!"
"A— ayah?"
"Cepatlah bangun ... kita akan pergi memancing."
Sudah beberapa hari, Hasta dan ayahnya belum makan sama sekali. Oleh karena itu, ayahnya memutuskan untuk merakit tongkat pancing untuk mencari ikan. Dan kemudian mereka bisa menjualnya agar bisa mendapatkan uang.
Hasta dan ayahnya sudah hidup di jalanan sejak ia kecil. Mereka tidak mempunyai rumah ataupun tempat tinggal. Tetap teguh dalam bertahan hidup apapun yang terjadi. Pastinya mereka juga tidak memiliki sesuatu yang dibanggakan seperti harta atau kehornatan.
Mencari makan dengan memungut sisa-sisa makanan di kota atau disebut juga sampah. Setiap hari, parahnya tingkat populasi anak jalanan yang semakin bertambah. Hal ini mendorong mereka harus mencari uang demi bisa makan.
Rute perjalanan diambil di pinggir kota. Apabila mengambil di tengah, akan berbahaya apalagi rawan tindak pencurian.
Setiap sudut kota yang disebut-sebut kota wisata Bangkalon, ternyata hanyalah kota yang penuh orang-orang miskin.
"Kita sudah sampai ..., Hasta,"
Tempat memancing yang dipilih sangat jauh. Posisinya bisa dibilang berbahaya dan rawan kecelakaan, tetapi hanya tempat seperti ini yang bebas dipakai. Pasalnya tempat memancing yang aman harus membayar kocek yang tinggi lagi.
"Kaitkan cacing di kail itu, Hasta!" seru ayahnya.
Ini adalah pengalaman pertama Hasta memancing. Ia diberikan tongkat memancing dari ranting kayu kecil.
"Jika kita memancing seperti ini ..., kita akan merasa tenang. Seolah-olah tidak ada masalah dalam hidup ...."
Hasta mencerna perkataannya barusan. Bila dipikirkan lagi, memang benar juga. Memancing dan menunggu kail ditarik ikan sangat menenangkan jiwa.
Splaash! Air sungai menandakan kail pancing ayah Hasta sudah ditarik.
"Lihatlah ini, Hasta ... beginilah caranya memancing!"
Ayah Hasta memiliki tenaga yang cukup kuat. Menarik pancing biasa sangat mudah baginya. Dengan usaha yang tidak sia-sia, akhirnya mereka berhasil mendapatkan ikan yang cukup besar.
Tangkapan ikan itu membuat Hasta begitu terobsesi dengan hal memancing. Selain ketenangan, ia juga mendapatkan perasaan puas dalam menangkap ikan.
Bersambung ....
Catatan Penulis: "Jangan cuma baca ya, tapi dukung juga dengan cara vote dan komentar. Biar tidak ketinggalan halaman terbarunya, pastikan kalian sudah follow!"
Dukung dengan donasi: https://trakteer.id/aprizaprasetio
Tanggal publikasi: 16 Desember 2020
Karya JAWARA adalah karya orisinil dari Apriza Prasetio yang terinspirasi dari budaya-budaya Indonesia, khususnya silat dan kepercayaan masyarakat.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAWARA
FantasySeorang anak kecil bernama Bayuaji Gundawasih. Dia baru saja ditinggal oleh anggota keluarganya. Emosi membawanya nekat untuk membalas dendam. Berjuang mencari kekuatan di dunia era silat. Cerita pertama kali dipublikasikan pada tanggal 25 Oktober 2...