Hal. 11 | Wabah Penyakit Bag. 2

159 14 2
                                    

Sekelompok orang tadi memakai jubah hitam dengan topi jerami di punggungnya. Salah satu dari mereka ada yang menyimpan golok di pinggang. Dan ada yang sedang memainkan kerambit dengan lincah.

"Jelas itu pendekar ... sorot matanya sangat mirip!" ujar Bayuaji. "Tapi kenapa mereka di sini?"

Untuk berjaga-jaga, mereka menyusun ulang rencana. Sebelumnya mereka berencana membongkar rahasia Bu Yeni tetapi rencana itu sekarang berantakan. Campur tangan pendekar bisa saja terjadi. Memikirkan rencana baru akan sangat sulit bagi mereka.

"Aku ingat! Tadi wanita yang dipanggil Wati kelihatan murung,"

"Jangan kasihan! Dia itu orang jahat."

Dari mereka bereempat, Ujanglah yang paling keras berpikir untuk memecahkan permasalahan ini. Sejak awal bertemu, Juna dan Hasta mengakui kalau Ujang selalu memiliki ide brilian.

"Sekarang aku punya rencana, kita harus membuat Bu Yeni tertangkap dulu ...!"

"Caranya? Dia kan ada di belakang pendekar itu ...," balas Juna. Ujang tersenyum bangga dengan rencana yang ia susun. "Pertama ... kita pisahkan mereka dulu, lalu ...."

Akhirnya Bayuaji, Juna, dan Hasta sepakat dan langsung memulai rencana. Mereka mengunjungi balai desa terlebih dahulu untuk mencari informasi.

"Kalian lagi ... ada urusan apa ke sini?" tanya Pak Slamet. "Kami ingin bertanya ... dimana tempat tinggal Bu Yeni?" Mendengar itu membuat Pak Slamet marah. "Pulanglah! Pokoknya kalian jangan pergi ke sungai ujung desa dekat hu ...."

Mereka bereempat bergegas pergi ke lokasi tersebut. "Tunggu! Jangan ke sana kuberitahu ... dasar bocah ...."

Rumah Bu Yeni ternyata terletak di ujung desa dan berposisi sebelah sungai yang tercemar. "Kupikir rumahnya besar, ternyata cukup sederhana ...," celetus Bayuaji.

Untuk berjaga-jaga, salah satu dari mereka akan mengetok pintu dan yang lain bersembunyi di balik semak.

"Hompimpa alaium gambreng!"

"Kau kalah Bayuaji, cepatlah! Kau yang mengetok." seru Juna dan Ujang. Tentu saja Bayuaji akan kalah, ia belum pernah bermain permainan ini.

Toktok! Toktok! "Masuk saja, Wati ... ini kan rumahmu !"

Pintu tersebut dibuka oleh seorang pria yang tampak familier. Memakai jubah hitam, dan ada topi jerami. Ciri-cirinya pas sekali, pria itu adalah pendekar yang sempat mereka temui.

Bayuaji hanya bisa membisu, tubuhnya gemetar menatap matanya.

"Ada perlu apa, bocah?" tanyanya. "A— apa Bu Yeni ada di sini?"

Dalam waktu bersamaan, tiba-tiba datang seorang wanita yang juga tampak familier. Benar saja, wanita yang wajahnya murung waktu itu ada di sana juga.

"Bocah ini ...." ucapnya dalam hati. Mendadak pakaian Bayuaji ditarik lalu membawanya jauh ke belakang. Wanita itu juga meminta pria tadi kembali ke dalam rumah. Juna, Ujang, dan Hasta tidak bisa tinggal diam. Mereka mengikuti kemana wanita tersebut membawa Bayuaji.

"Bocah ingusan ... jangan lagi pergi ke sini, jika kau macam-macam kau bisa mati! Paham?" Wanita itu sangat memarahi Bayuaji dengan wajah kesal. Namun Bayuaji bingung kenapa ia begitu kesal.

Bersambung

Jangan lupa vote, comment, dan follow agar tidak ketinggalan halaman terbaru!

Donasi: https://trakteer.id/aprizaprasetio

Tanggal rilis: 5 November 2020

Author: Apriza Prasetio

JAWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang