Hal. 23 | Desa Makmuran Bag. Akhir

75 12 2
                                    

Beberapa warga desa Makmuran datang ke tempat itu. Tak sempat bertanya, mereka langsung membawa Sakar, eyang Pur, dan pak Suryono ke balai untuk dirawat.

Mereka juga tidak menyangka pak Wayan akan terbunuh. Pak Wayan dikenal di desa sebagai pembuat obat herbal yang cukup ahli. Mereka sangat menghormatinya.

Sementara itu, di balai desa masih banyak pasien yang dirawat termasuk Bayuaji dan teman-teman.

"Juna ... apa mereka baik-baik saja?" cemas Bayuaji.

"Tenang saja Sakar adalah orang yang kuat! Waktu itu aku melihat dia berlatih tengah malam dengan gaya kera,"

"Apa maksudmu?"

"Dia berlatih dengan mata terpejam."

Bayuaji kebingungan mendengar Sakar memakai gaya kera. Pasalnya Sakar tidak pernah berlatih dengan gaya kera.

"Saat itu ketika aku menyapanya, ia tidak menoleh sama sekali!" lanjut Juna.

Kemudian rombongan warga yang membawa Sakar, eyang Pur, dan pak Suryono tiba di balai.

Rombongan warga desa memberikan perawatan kepada eyang Pur yang sudah berdarah-darah. Setelah itu mereka langsung pergi untuk menguburkan pak Wayan.

"Siapa yang mati?"

"Temanku ... pak Wayan." jawab bu Yeni.

"Bagaimana dengan pengobatan warga desa?"

Desa Makmuran dalam kondisi yang kritis. Penawar virus Malepati di rumah pak Wayan sudah dihancurkan. Belum lagi, tingkat kesembuhan pasien tidak berubah sama sekali.

"Kau masih bocah  tidur saja ... agar lukamu cepat sembuh!" balas bu Yeni.

Bayuaji dan Juna menuruti saja. Ia juga tidak mau membuat Sakar dan eyang Pur khawatir dengannya. Bayuaji dan Juna pun tertidur.

Beberapa jam kemudian ...

"Shh! Ji, cepat bangun!"

Bayuaji tertidur sangat nyenyak. Namun, Sakar tetap harus membangunkannya.

"Ayolah ... kita harus pulang ...! Ini sudah pagi!"

"Pagi?" sahutnya.

Juna, Ujang, dan Hasta juga ikut bangun untuk kembali ke padepokan. Mereka tidak enak untuk terus tinggal di balai desa.

Setelah pamit-pamitan, lalu mereka pulang tanpa ada halangan.

Tak ada istirahat lagi. Latihan seperti biasa dilanjutkan sekarang. Berlari, push up, sit up, squat jump. Namun porsinya dikurangi melihat kondisi tubuh mereka.

Di saat sedang latihan, mereka tidak lepas dari kemurungan disertai kekhawatiran. Tentang kondisi desa Makmuran yang wabahnya belum hilang. Hingga latihan selesai, tetap saja mereka khawatir.

Sedangkan keadaan eyang Pur sudah jauh membaik. Hampir seluruh tubuhnya berbalut perban.

"Mungkin sudah waktunya aku mengajari mereka jurus aliran Cakar Kera yang sesungguhnya." ucap dalam hati eyang Pur.

Para murid-murid malah berencana bukan untuk meneruskan latihan. Mereka malah pergi kembali ke desa Makmuran.

"Baiklah bocah .. aku akan mengajari kalian jurus si ...."

"Mereka baru saja pergi ke desa itu!" ujar Sakar.

Bersambung ....

Catatan Penulis: "Jangan cuma baca ya, tapi dukung juga dengan cara vote dan komentar. Biar tidak ketinggalan halaman terbarunya, pastikan kalian sudah follow!"

Dukung dengan donasi: https://trakteer.id/aprizaprasetio

Tanggal publikasi: 26 November 2020

Karya JAWARA adalah karya orisinil dari Apriza Prasetio yang terinspirasi dari budaya-budaya Indonesia, khususnya silat dan kepercayaan masyarakat.

JAWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang