Hal. 24 | Hutan Liar Bag. 1

89 11 6
                                    

BAB 5 | Hutan Liar

Eyang Pur berubah pikiran untuk melatih Bayuaji, Ujang, Juna, dan Hasta. Ia berpikiran untuk mewariskan ilmu aliran Cakar Kera. Karena menurutnya, sudah waktunya untuk mengajari sebuah jurus. Untuk membekali ilmu bela dirinya.

Namun, mereka malah tidak ada di padepokan. Mereka pergi ke desa Makmuran sesudah latihan.

Sakar meminta eyang Pur untuk membiarkan mereka melakukan apa yang mereka mau. Mungkin saja yang mereka lakukan kelak bisa membantu orang lain. Walaupun mereka masih bocah, tetapi mereka tetap peduli dengan orang lain.

Sedangkan sungai yang sering mereka kunjungi untuk memancing telah teracuni. Untuk pelakunya sudah diusut yaitu pak Suryono telah diserahkan kepada pendekar Ksatria. Akan tetapi, warga desa yang terjangkit virus masih harus dirawat.

Penawar virus buatan pak Wayan sudah dibuang pak Suryono sebelumnya. Jadi berakibatkan virus sulit ditangani. Belum lagi jumlah pasien terlalu banyak. Sehingga balai desa kekurangan tenaga medis.

Melihat hal itu, menggerakkan hati Bayuaji, Juna, Ujang, dan Hasta.

"Permisi ... izinkan kami ikut membantu!"

"Tidak perlu dik ...! Ini pekerjaan orang profesional!"

"Kami ingin membantu ...! Beri kami perintah!" balas mereka.

Kagum dengan tekad para bocah, akhirnya permintaan mereka dikabulkan. Perawat memberikan sebuah perintah.

Perawat menyuruh mereka untuk mencari kayu kering di hutan. Berhubung stok kayu bakar di desa sedang menipis.

Mereka diminta untuk tidak terlalu jauh dari desa. Jika terlalu jauh, bisa saja ada hewan buas yang mengancam.

Perjalanan ke hutan tidak memakan waktu lama, hanya sekitar 10 menit bisa sampai ke daerah yang banyak kayu kering.

"Hasta ..., kenapa kau sangat peduli dengan sungai itu?"

" ...."

"Kalau aku ...,"

"A— aku ... suka memancing ... ayahku dulu yang mengajakku ... tapi setelah ayahku tiada aku tidak bisa memancing lagi. Kalau sungai ini beracun ..., lalu dimana lagi tempatku memancing?"

Mendengar keluhannya, Bayuaji merasa tidak enak. Ia menjadi bersimpati kepada Hasta. Begitu pula dengan Juna dan Ujang. Rupanya Hasta tidak sombong seperti yang mereka kira.

Hasta sepertinya mempunyai ambisi yang besar. Sama seperti apa yang dikatakan Sakar, Hasta juga punya sesuatu untuk diperjuangkan.

Bayuaji kembali mengingat ayahnya juga yang sudah tiada. Bayuaji dan Hasta memiliki kesedihan yang sama.

Mengambil kayu kering memakan waktu yang cukup lama. Pasalnya hutan masih dalam keadaan basah. Mereka mencari kayu terlalu jauh hingga menemukan rawa-rawa.

"Lihat ini, Juna!" pinta Ujang.

"Sebuah rawa-rawa ... itu artinya ...."

"Kita bisa memancing lagi!" lanjut Bayuaji.

Rawa-rawa itu nampaknya banyak memiliki ikan. Tempat yang cocok untuk memancing. Raut muka Hasta yang murung berubah menjadi tersenyum.

Bersambung ....

Catatan Penulis: "Jangan cuma baca ya, tapi dukung juga dengan cara vote dan komentar. Biar tidak ketinggalan halaman terbarunya, pastikan kalian sudah follow!"

Dukung dengan donasi: https://trakteer.id/aprizaprasetio

Tanggal publikasi: 27 Oktober 2020

Karya JAWARA adalah karya orisinil dari Apriza Prasetio yang terinspirasi dari budaya-budaya Indonesia, khususnya silat dan kepercayaan masyarakat.

JAWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang