Hal. 14 | Wabah Penyakit Bag. 5

107 13 5
                                    

"E— eyang pur ...?" ucap Juna.

Bayuaji, Juna, Ujang, dan Hasta tidak menyangka bahwa pria berkerudng adalah eyang Pur. Pantas saja gerakan-gerakan tadi nampak sama seperti jurus yang pernah dilihat Bayuaji.

Pendekar berbadan besar itu akhirnya berdiri. Ia mulai serius menghadapinya. Pandangannya ditujukan kepadanya.

"Namaku Ahmed ..., namamu siapa pak tua ...?"

"Purnomo!" jawab eyang Pur.

Mereka berdua saling menatap dengan tatapan yang tajam. Mereka saling menganggukan kepala, menandakan mereka siap bertarung.

Mereka berdua melakukan gerakan memutar membentuk lingkaran.

Eyang Pur menirukan gaya jongkok kera, kemudian berdiri lagi dengan posisi kepala menoleh ke kiri dan ke kanan. Ia berputar membentuk lingkaran sambil melakukan gerakan-gerakan yang sama berulang kali hingga ke posisi awal.

Begitupula dengan Ahmed, ia juga melakukan gerakan berputar membentuk lingkaran disampingnya. Ahmed meregangkan telapaknya ke tanah, ia merangkak seperti kadal. Terus memutar hingga kembali ke posisi awal.

Mereka berdua berputar bertujuan sebagai upacara pembukaan sebelum bertarung. Upacara ini juga merupakan simbol penghormatan dengan aliran-aliran silat yang dipelajari.

Setelah upacara itu, mereka sama-sama memasang sergap silat untuk memulai pertarungan.

"Crawling-glue!" teriak Ahmed.

Piiw! Ahmed merangkak di tanah, kemudian melompat ke pohon  dilanjutkan ke pohon lainnya. Gerakan itu ia lakukan berulang-ulang seperti pegas yang dilepas.

Lompatan-lompatannya sangat cepat, sampai-sampai Bayuaji dan yang lain tidak dapat melihatnya.

Secara mendadak, Ahmed mengubah posisi melompat ke arah eyang Pur. Ia mengepal tangan kanannya bersiap memukul.

"Lizard-charge!"

Prook! Ahmed berhasil melancarkan jurusnya. Namun, ia tidak tahu kemana eyang Pur pindah. Serangan tadi membuat Bayuaji dan yang lain kaget, pukulan itu hampir mengenainya.

"Jurus yang kupakai ini berasal dari aliran Kadal Emas! Kau tidak akan bisa kabur pak tua!"

"Jurusmu masih sangat amatir, Ahmed ...!" sahutnya.

Rupanya eyang Pur berdiri di atas ranting pohon di dekat rumah bu Yeni. Padahal, ia tidak bisa memutarkan kepalanya tadi.

Ia masih tampak tenang dan emosinya terkontrol. Tidak ada rasa kepanikan sedikit pun di dalam dirinya.

"Open-eyes!" Seketika, tubuh eyang Pur menjadi sangat ringan dari biasanya. Ia merasa kembali muda lagi.

"Jumping ... vortex!"

Whuush! Eyang Pur melompat dengan kecepatan luar biasa. Ia menyergap kepala Ahmed untuk mematahkannya.

Ahmed terus bertahan, sedangkan eyang Pur berusaha keras memutar kepalanya hingga patah. Sudah lebih dari semenit, tetapi lehernya masih saja belum bisa dipatahkan.

Bersambung ....

Catatan Penulis: "Jangan cuma baca ya, tapi dukung juga dengan cara vote dan komentar. Biar tidak ketinggalan halaman terbarunya, pastikan kalian sudah follow!"

Dukung dengan donasi: https://trakteer.id/aprizaprasetio

Tanggal publikasi: 9 November 2020

Karya JAWARA adalah karya orisinil dari Apriza Prasetio yang terinspirasi dari budaya-budaya Indonesia, khususnya silat dan kepercayaan masyarakat.

JAWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang