Hal. 25 | Hutan Liar Bag. 2

76 11 1
                                        

Braak! Juna membuang kayu kering yang di ambilnya ke tanah. Ia berlari ke dalam pinggir rawa-rawa. Melihat cukup banyak ikan di sana mendorongnya untuk mencari ikan dengan tangan kosong.

"Ikan!"

"Tunggu ..., Juna!" panggil Bayuaji.

Juna terlalu bersemangat hingga lupa tugasnya harus mencari kayu bakar. Senang melihat senyum gembiranya, tiba-tiba bagian air rawa-rawa yang berada di tengah bergerak. Perlahan mulai mendekati Juna.

"Ju— juna ... Juna! Lari!"

Bayuaji menarik paksa tangan Juna untuk segera lari. Dari dalam rawa-rawa muncul buaya besar membuka lebar mulutnya. Langsung menyergap dan siap memakan mereka. Ternyata pergerakan air berasal dari situ.

"Untung saja ada aku. Buat khawatir saja,"

"Maaf."

Mereka berpikir sudah aman, rupanya buaya itu tetap mengejar. Masih berada di pinggir rawa-rawa tetapi sudah berpikir aman. Ujang dan Hasta berhasil menghindari buaya itu. Akan tetapi, tidak untuk Bayuaji.

Seharusnya yang menjadi sasaran hanya Juna. Karena kebaikan Bayuaji sendiri, membuat ia terperangkap dalam maut.

Mendadak, air rawa-rawa naik ke atas dan menghantam  tubuh buaya. Buaya itu tidak bisa bergerak sama sekali. Nampaknya buaya itu terjebak di dalam air rawa-rawa.

Mengambil kesempatan, akhirnya Bayuaji dan Juna bisa menyusul Ujang dan Hasta. Nyaris saja mereka berdua mati dimakan seekor buaya besar.

"Ha— hampir saja" keluh Juna.

"Tadi itu apa? Kenapa tiba-tiba buaya itu tidak bisa bergerak?" heran Ujang.

Sungguh disayangkan, mereka harus mencari kayu bakar lagi. Sebelumnya kayu bakar mereka terjatuh saat melarikan diri.

Bayuaji sangat ahli dalam mencari kayu bakar. Tidak sampai 10 menit, ia sudah dapat kayu bakar seperti sebelumnya. Berbeda dengan Ujang, nampaknya ia kurang pandai mencari kayu kering.

Ketika sedang mencari kayu, Ujang menemukan hilir dari rawa-rawa tadi. Namun, di sana ia melihat seorang pria. Menakjubkannya, pria itu sedang berhadapan di depan seekor beruang.

Beruang itu meraung dengan menggenggam ikan. Sedangkan pria itu, ia juga meraung kepada beruang dengan keras. Mereka berdua memperebutkan ikan mentah. Yang mana salah satunya tidak mau kalah.

"Berani juga kau, bocah!" ujar pria itu.

Dengan kecepatan yang sangat cepat, pria itu memukul beruang. Tentu saja, naluri beruang akan mudah menghindari serangannya.

Kemudian, beruang membalasnya dengan serangan dari cakarnya yang menghantam kepala pria itu.

Splash! Cakarannya berhasil tepat sasaran. Akan tetapi, reaksi dari kepalanya bukannya luka malah tidak ada efek.

Melihat itu Ujang kebingungan. Mengira-ngira ilmu apa yang digunakannya tadi. Mengingat ilmu silat yang ia pelajari tidak pernah ada yang macam itu.

Sebelumnya, saat cakaran beruang tadi sempat mengenai kepala pria itu. Seketika kepalanya seperti sifat air yang terpukul oleh benda padat, yakni tidak ada kerusakan sama sekali.

"Apakah orang itu manusia?" heran Ujang.

Bersambung ....

Catatan Penulis: "Jangan cuma baca ya, tapi dukung juga dengan cara vote dan komentar. Biar tidak ketinggalan halaman terbarunya, pastikan kalian sudah follow!"

Dukung dengan donasi: https://trakteer.id/aprizaprasetio

Tanggal publikasi: 8 Desember 2020

Karya JAWARA adalah karya orisinil dari Apriza Prasetio yang terinspirasi dari budaya-budaya Indonesia, khususnya silat dan kepercayaan masyarakat.

JAWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang