6. Proses pendewasaan

3.6K 584 30
                                    

Brakk

Seulgi terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara pecahan kaca. Ia segera turun untuk memastikan ibunya baik-baik saja. Tapi sayangnya harapan itu tidak terkabulkan.

Dilihat ibunya terduduk di lantai dengan tangan yang sudah berlumuran darah dan kaca yang berserakan. Ia menoleh dan menatap lelaki yang berada tepat di hadapannya.

Tangannya mengepal dan rahangnya mengeras. Ia lekas melayangkan pukulan kepada lelaki tersebut.

"BELUM PUAS PA? BELUM PUAS SIKSA MAMA?!" bentak seulgi

Tania hanya bisa diam dan manangis karena tangannya terasa sangat sakit.

"Kamu tampar papa?" tanya lelaki itu tak percaya

Seulgi menyunggingkan senyumnya "Seulgi bahkan bisa bunuh papa"

"Seulgi...." lirih tania

"Keluar dari sini" ucap seulgi dingin

"Papa masih sayang sama kamu gi"

Seulgi tertawa mendengar ucapan ayahnya "Dimana pelacur kemarin? Bukannya dia ca-"

Belum selesai seulgi menyelesaikan ucapannya, ayahnya memukul seulgi dengan tongkat bisbol yang membuat seulgi jatuh tersungkur.

Punggung seulgi terasa sakit bukan main tapi dia mencoba untuk berdiri melawan ayahnya. Tak sampai situ, ayahnya bahkan memukul pipi seulgi.

"Bunuh aja pa, BUNUH AJA. TAPI TOLONG JANGAN MAMA" bentak seulgi frustasi

Ketika ayahnya hendak menarik ibunya, seulgi lantas menepisnya.

"Lo sentuh mama, gue beneran bunuh lo" ancam seulgi

Ayah seulgi mundur dan lekas pergi dari rumah tanpa mengucapkan apapun. Seulgi menghembuskan nafasnya dan berusaha tersenyum meskipun punggungnya terasa patah.

"Mama? Kita kerumah sakit ya?" seulgi menatap ibunya yang tengah menangis

Merasa tak ada balasan ia lantas memeluk ibunya erat "Mama ga perlu nangisin orang kayak dia, mama berhak bahagia. Mama punya seulgi, seulgi janji ga bakal kemana-mana"

Tanpa mengatakan apapun, ibunya menyibakkan baju seulgi yang menampakkan luka lebam di punggung seulgi.

"Kita kerumah sakit sekarang, punggung kamu...."

"Kita berdua, tangan mama bahkan sudah berdarah dimana-mana"

Sambil tertatih, seulgi mengambil kunci mobilnya dan membawa ibunya ke dalam mobil. Seulgi mengendarai mobil dengan pelan sembari menahan sakit di punggung dan pipinya. Ia merasa seperti dihantam batu berkali-kali.

Seulgi melihat ibunya yang menahan sakit karena kehilangan banyak darah. Seulgi lantas mengendarai mobilnya seperti orang kesetanan, tak memperdulikan berapa kecepatan yang ia gunakan. Syukurnya sekarang masih jam 3 pagi.

Tak lama kemudian mereka sampai di rumah sakit, ia lekas membawa ibunya yang sudah tidak sadarkan diri.

Setelah menunggu, seorang dokter keluar dari ruangan "Ibumu perlu dirawat beberapa hari. Sepertinya mental health ibu kamu nggak baik sekarang"

Seulgi tersenyum "Tolong sembuhin mama dok"

Dokter tersebut tersenyum dan lekas pergi meninggalkan seulgi. Seulgi menyandarkan kepalanya di dinding dan melihat kakinya yang tertusuk kaca. Dengan santai ia mencabutnya dan tersenyum.

"Bahkan ga ada rasa lagi. Gini banget ya prosesnya?" senyum seulgi getir

Ia memejamkan matanya sembari menahan sakitnya. Sampai suara seseorang membangunkannya.

"Seulgi?" panggil irene

Seulgi menatap irene dan tersenyum "Ibu ngapain disini?"

Irene tak menjawab ucapan seulgi, ia fokus menatap kaki dan baju seulgi yang dipenuhi dengan darah.

"Tunggu disini" Irene lekas membeli obat merah, kapas, alkohol dan juga perban

Tak lama kemudian irene datang dan lekas membersihkan luka seulgi. Seulgi meringis kesakitan ketika kakinya bersentuhan dengan alkohol. Irene yang mendengar seulgi meringis lantas memelankan gerakkan tangannya.

"Tahan sebentar"

Seulgi mengangguk dan memegang erat kursi di sampingnya.

Setelah selesai, irene memperhatikan pipi dan tangan seulgi yang membiru. Ia terlihat sangat khawatir, kemudian ia menyibakkan baju seulgi yang memperlihatkan luka memar di punggungnya. Irene menatap seulgi tak percaya.

"Ibu antarkan kamu ke dokter"

"Nggak bu, nggak sakit"

"Gi...."

Seulgi menatap irene lekat kemudian memeluk irene erat "Sebentar aja ya bu kayak gini"

Irene tak menjawab dan membalas pelukan seulgi. Irene bahkan bisa merasakan seberapa rapuhnya seulgi sekarang. Ia tidak berani bertanya, ia hanya bisa menunggu seulgi untuk berbicara.

5 menit berlalu dan seulgi melepaskan pelukannya. Mereka bertatapan, tapi tidak mengatakan apapun. Hingga seulgi kembali berbicara dengan luka di punggungnya yang terasa semakin sakit.

"Tuhan sebenarnya lagi ngerencanain apa sih bu? Kok prosesnya gini banget?" lirih seulgi

Irene tak menjawab, membiarkan seulgi melepaskan apa yang ingin ia katakan.

"Papa milih pelacur, kalo datang cuman mau siksa mama. Mama cuman punya saya, tapi saya bahkan ga guna sama sekali buat mama. Saya udah ga kuat bu sama prosesnya. Proses pendewasaan yang Tuhan pilih buat saya udah terlalu jauh, saya udah nggak mampu. Saya bahkan dewasa sebelum waktunya. Saya mau nyerah tapi masih ada mama, saya ga bisa ninggalin mama gitu aja"

Seulgi menangis tepat di hadapan irene. Ini adalah pertama kalinya seulgi menangis di depan orang lain, bahkan wendy saja tidak pernah melihat seulgi menangis.

Seulgi menunduk lemas dan menangis hebat. Irene mendekati seulgi dan kembali memeluknya.

"Gi..... Percaya sama ibu. Pasti Tuhan lagi tersenyum liat kamu, dia bahagia liat kamu ga milih jalan paling buruk. Dari banyaknya cara untuk ninggalin dunia, tapi kamu milih bertahan. Kamu hebat gi"


















































Buat kamu yang sama, semangat yaa. Tuhan punya caranya sendiri.

Your Eyes Tell | [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang