Dia

1.2K 234 7
                                        


Happy Reading!

Rain akhirnya tiba di sekolah. Tanpa banyak teguran seperti biasa, kali ini ia langsung diarahkan menuju ruang kepala sekolah. Entah apa yang akan dibahas, yang jelas Rain hanya bisa menjalani semuanya.

Sesampainya di depan ruang kepala sekolah, Rain menghela napas berat. Dalam pikirannya, ia yakin alasan dipanggil pasti karena keterlambatannya yang tak kunjung berubah.

Tok tok tok...

Rain mengetuk pelan pintu, lalu membukanya perlahan. Seketika, pandangannya langsung tertuju pada pria yang tadi pagi bertanya padanya-Jason.

"Rain, sini," panggil salah satu guru yang ada di ruangan. Rain mengangguk pelan dan berjalan duduk di kursi, tepat di sebelah Jason.

"Rain, Ibu sudah bilang, kalau ada urusan rumah, selesaikan sepulang sekolah. Jangan pernah bolos, dan tolong jangan sering terlambat. Kamu itu perempuan, harusnya bisa lebih disiplin," tegur sang guru panjang lebar. Rain hanya bisa menunduk pasrah, mendengarkan untaian nasihat itu.

"Kalau kamu terus begini, Ibu nggak segan mengeluarkan kamu dari sekolah. Ini kesempatan terakhir. Kalau kamu mengulanginya lagi, kamu akan dikeluarkan."

Ucapan itu menancap dalam di benak Rain. Ternyata Shifa benar-perlahan tapi pasti, ia akan dikeluarkan dari sekolah karena sikapnya sendiri. Tapi... bagaimana bisa ia berubah, kalau pikirannya masih terus dihantui oleh rasa bersalah yang tak kunjung pergi?

"Kamu boleh keluar," ucap sang guru. Rain mengangguk lemah dan segera meninggalkan ruangan.

"Jadi, dia sekolah di sini juga? Tapi kenapa selalu telat? Apa dia punya beban seberat itu?" pikir Jason yang menatap punggung Rain penuh rasa ingin tahu.

"Jason, kamu masuk ke kelas XII IPA 1. Lurus saja dari sini, kelasnya tidak jauh," kata guru itu pada Jason.

"Baik, Bu," jawab Jason singkat lalu keluar dari ruang guru.

Begitu keluar, Jason langsung melihat Rain masih berjalan perlahan di koridor. Tanpa pikir panjang, Jason menyusul.

"Hai?" sapanya pelan.

Rain hanya melirik, lalu kembali fokus berjalan.

"Gue mau nanya. Lo punya masalah berat ya? Sampai nggak bisa datang tepat waktu ke sekolah?" tanya Jason, tetap mengikuti langkah Rain.

"Hello?" panggilnya lagi. Masih sunyi.

"Rain?"

Akhirnya Rain berhenti. Ia menoleh dengan tatapan malas ke arah Jason.

"Lo nggak harus tahu semuanya. Yang jelas, masalah gue terlalu berat. Kalau lo ada di posisi gue, lo juga nggak akan bisa hidup tenang. Paham?" jawab Rain tajam, lalu langsung melangkah pergi meninggalkan Jason.

"Masalah berat? Nggak bisa hidup tenang? Seolah dia hidup dalam teror..." gumam Jason dalam hati, sambil terus mencari ruang kelasnya.

°°°

"Hai, Rain!" sapa Jason lagi, saat Rain baru saja akan berdiri dari mejanya.

"Mau ngapain lagi sih?" balas Rain ketus, tanpa menatap wajah Jason.

"Iya, iya. Maafin gue. Jangan galak gitu dong," jawab Jason dengan nada sedikit manja.

"Gue nyesel sekelas sama lo. Anak cowok banyak nanya."

"Ish, jangan gitu dong. Ntar lo malah suka sama gue lagi," canda Jason.

Rain langsung melotot. "Apa lo bilang?!"

"Too the point deh, ngomong bisa nggak sih?" ucap Rain makin kesal.

"Iya, iya..." Jason langsung diam. Ia tahu, Rain bisa segalak emak-emak tetangganya kalau lagi bad mood begini.

"Gue bakal ubah hidup lo, Rain. Gue nggak mau lo terus hidup kosong kayak kemarin-kemarin. Walau gue nggak tahu masalah lo, gue cuma pengen bantu. Gue janji bakal bikin lo berubah-jadi lebih hidup. Karena gue tahu, lo itu gadis baik dan cantik, cuma ketutup sama rasa hampa lo itu," batin Jason sambil menatap Rain serius.

"CEPET NGOMONG!" sentak Rain, memutus lamunan Jason.

"Iya, iya! Gue cuma pengen jadi temen lo, boleh?" kata Jason, langsung menatap penuh harap.

Rain berdiri dan menatap Jason tajam. "Temen gue udah banyak. Lo nggak masuk daftar."

Ia hendak pergi, tapi Jason tiba-tiba menahan lengannya.

"Percuma Rain, lo punya banyak temen, tapi tetep aja lo sendirian. Itu artinya lo nggak punya siapa-siapa..."

"Lepasin tangan gue! Kalo nggak, gue cakar muka lo!" ancam Rain.

Jason malah tersenyum, "Biarin gue jadi temen lo. Kalo nggak, gue bakal terus ikutin lo ke mana-mana."

Cowok ini gila? Dia maksa jadi temen? Dengan cara kayak gini? pikir Rain frustrasi.

"Gimana?" tanya Jason sambil mengangguk-angguk sok manis.

Rain menarik napas panjang. "Oke. Lo boleh jadi temen gue. ASAL jangan pernah nyentuh-nyentuh gue lagi. PAHAM?!"

Setelah itu, Rain langsung berlari keluar kelas.

"YES! Gue jadi temen lo!" seru Jason girang sambil mengepalkan kedua tangannya ke udara.

"Tenang, Rain. Gue janji bakal ubah lo. Anak seusia kita harusnya hidup, bukan tenggelam di masa lalu," gumam Jason, penuh tekad.

TBC semuaaa!

LUKA I [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang