33. Dewa Perang

102 14 22
                                    

Siapa kamu? Apa benar kamu cinta sejatiku? Kamu selalu ada di mana pun diriku berada. Kamu membuatku penasaran dan berpikir bahwa cinta itu objektif. (Dilan)

***

"Maaartinnnnn!!!!" Pekik Dilan setelah melihat-lihat semua kertas petunjuk yang ditempel Sean di dinding kamarnya. Satu kertas ia robek dan remas menjadi bola karena kesal.

Dilan berdiri dan berpikir cukup lama. Wajahnya menunjukkan amarah yang membuat darahnya mendidih. Apa yang dilakukan Martin tampaknya jauh dari batas wajar. Kalau hanya menghabisinya seperti beberapa hari yang lalu belum seberapa. Martin sudah keterlaluan dengan menculik Betty sebagai umpan.

Wajah Dilan tampak kesal ia berdiri dengan tatapan mata kosong. Tampaknya ia berpikir tentang lokasi yang disampaikan musuhnya. Ya, warung remang-remang di pasar kebon. Ia juga memikirkan lokasi markas Martin menyekap Betty.

Setelah memerawang pandangan Dilan berpindah pada Ima yang masih bersimpuh dan terisak. Dilan berjongkok dan mengangkat pelan dagu Ima. Ia juga menyeka air mata Ima. Wajah Dilan masih terlihat menyeramkan dan membuat Ima ketakutan.

"Tetangga jangan menangis, gue baik-baik aja," kata Dilan dengan suara seeak.

"Dilann... Dilan... Aku takut!! Dilan aku khawatir, kamu kenapa-kenapa," kata Ima terisak.

"Jangan khawatir, gue bisa. Kalau gue mati, gue pengen lo yang trakhir gue lihat. Kalau gue mati, bilang sama Soni, Emak sama Babe kalau gue sayang mereka! Kalau gue mati, lo tunangan sama Soni," kata Dilan dengan wajah serius.

"Enggak Dilan, kamu enggak boleh mati!!! Dilaaannnn!!! Protes Ima dan membuat tangisnya makin terpancar.

Dilan mendekatkan bibirnya ke kening Ima. Ia mengecup lembut kening wanita muda itu. Setelahnya ia memaksa dirinya tersenyum. Pria itu lantas mengambil jaket kulit hitam yang tergantung di belakang pintu dan mengambil tongkat bisball yang tergeletak di lantai.

"Dilann... Dilann..." Ima memanggil Dilan.

Dilan yidak menyahut panggilan Ima, ia justru berjalan lebih cepat agar Ima tidak menghentikan langkahnya.Setelahnya pria itu melompat dari lantai dua menuju lantai satu rumahnya, dari koridor kamarnya ia langsung sampai di ruang keluarga. Karena ingin cepat pria itu tidak melewati tangga. Setelahnya ia berlari menuju garasi dan menyalakan motor KLX nya.

***

Tiga puluh menit kemudian Dilan sampai di warung Remang di pasar Kebon. Seperti sebelumnya pria itu membabi buta dan melempar preman yang tengah duduk-duduk di sana.

"MANA MARTINNNN GUE MAU BUNUH DIAAAA!!!!" pekik Dilan sambil memukuli preman yang ada di sana. Tujuh pria bertampang keras masing-masingnya mendapat pukulan maut Dilan di wajahnya.

Meja bermain kartu dibalik Dilan hingga kartu dan minuman yang ada di atasnya tumpah. Botol-botol minuman keras juga tumpah semua. Dilan kembali murka.

"Gue patahin leher kalian!!! Mana Martin cepat kasih tau gue!!!!" kata Dilan dengan suara menggelegar.

"Gue gak tau Dilan, ampun!" kata salah satu preman.

"Gue gak mau tau!! Kasih tau markasnya atau kalian gue antar ke neraka!" ancam Dilan seraya menjambak rambut pria bertubuh kekar.

"Gue gak tau Dilan, lepasin gue," preman lain memohon.

"Lo lihat tongkat bisball ini? Ini buat mecahin kepala lo. Mending lo ngaku terus tobat," kata Dilan melayangkan tongkat bisball.

"Ampun-ampun, oke gue kasih tahu," jawab preman itu.

"Cepat jawab, manusia hina!" geram Dilan.

Preman babak belur itu memberintahu markas baru Martin yang lokasinya tidak jauh dari pasar kebon. Tepatnya di pelabuhan lama yang dikosongkan pemiliknya.

I Love You Dilan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang