Setiap langkahmu adalah slow motion yang sangat indah. Kehadiranmu menjadi dentuman dasyat akibat dari getaran cinta yang kupendam di hati. (Naima)
***
Meeting yang seharusnya terlaksana sore tadi menjadi batal hanya gara-gara telepon singkat dari Mama. Padahal waktu silaturahmi ke rumah Naima masih tiga jam lagi. Mama seperti tidak tahu waktu atau lebih tepatnya tidak melihat jam.
Mama meminta Sean pulang secepatnya supaya Sean bisa mempersiapkan dirinya dalam rangka bersilaturahmi ke rumah Naima. Menurut Sean, Mama terlalu berlebihan melakukan persiapan mengingat rumah Naima jaraknya hanya beberapa langkah saja dari rumah. Hanya butuh beberapa detik hingga sampai ke rumah Naima yang letaknya berhadapan dengan rumahnya.
Sean memacu mobilnya supaya lebih cepat sampai ke rumah. Di dalam perjalanan Mama tak henti-hentinya menelpon dan tiap menelepon, Mama tidak mengucapkan kata apapun selain kata "cepat." Mama seolah tidak mempercayai Sean dan berprasangka buruk seolah Sean akan kabur selamanya demi menghindari perjodohan yang diidam-idamkan Mama.
***
"Kamu sudah siap Sean?" tanya Mama setelah selesai berdandan heboh.
"Sudah Ma," jawab Sean singkat.
Sean mengamati Mama yang berpenampilan berbeda dari biasanya. Mama mengikalkan rambutnya, make-up Mama juga tidak seperti biasanya. Mama juga memakai dress mahal berwarna hitam lengkap dengan aksesoris keluaran brand favoritnya yaitu Channel.
"Kenapa kamu lihatin Mama seperti itu?" kata Mama dengan nada sinis. Mama seperti tidak nyaman dengan cara lihat Sean pada Mama.
"Ya aneh aja Ma, cuma ke depan rumah gini aja Mama dandan heboh, biasanya juga pakai daster ke rumah Cik Wati" gerutu Sean.
"Kamu itu ya, kita berdandan heboh bukan kenapa-kenapa. Ini semata-mata menghargai mereka, Mama sih bisa saja ke rumah Cik Wati pakai daster, tapi di mana letak formalitasnya? Apalagi kamu mau tunangan sama Naima," protes Mama.
"Mama benar Sean, kita ke sana karena menghargai mereka," sambung Papa yang sudah siap dengan kemeja kotak-kotaknya.
Sean tak menjawab apapun, kini ia merasa terpojok karena komentar Mama dan Papa.
"Sean, nanti Mama harap kamu jangan bersikap buruk. Kamu harus banyak senyum apalagi kalau kamu beradu pandang dengan Naima kamu harus senyum. Dan kamu juga harus nurut omongan Mama, enggak boleh bilang enggak atau mikir dulu. Waktu buat mikir udah habis," kata Mama bernada menasihati lebih tepatnya memaksa.
"Iya, Ma," jawab Sean seperti jawaban robot.
"Nanti manggil bundanya Naima jangan Cik Wati, panggil Bunda," tambah Mama.
"Kak Soni aja boleh manggil Cik Wati," lagi-lagi Sean protes dan menyeret nama kakaknya.
"Nanti Mama ajarin Soni supaya manggil Bunda juga," jawab Mama tak mau kalah.
"Ayo kita berangkat," potong Papa.
Sean bangkit dari duduknya. Ia memanyunkan bibirnya. Wajahnya terlihat malas. Hatinya protes keras karena bersilaturahmi bermodalkan dengkul. Kalau tahu begini bukankah lebih baik dari dulu Sean mengenalkan Betty Lavia pada Mama hingga perjodohan ini tidak terjadi.
Sean menghembuskan napasnya, semua sudah terlambat. Ia sendiri tidak tahu di mana keberadaan Betty. Betty menghilang setelah Sean terang-terangan mengatakan kalau diantara dirinya dan Betty adalah sahabat dan bodohnya Sean mengatakan kalau cinta itu tidak bisa dipaksakan. Setelah Betty menghilang dari hidupnya ia justru merindukan Betty.
Maksut hati menganggap Betty sahabat supaya gadis itu selalu di samping Sean. Tapi kenyataannya Betty menghilang dan tak tahu di mana keberadaannya. Sean tak mengerti kalau Betty hanya ingin menjadi kekasih Sean.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Dilan (End)
General Fictionwarning : 18 + Dijodohin sama cowok ganteng! Pasti enggak ada yang nolak, malah bersyukur. Naima dijodohkan dengan Sean, cowok ganteng yang tinggal di depan rumahnya. Sean terlihat perfect, ganteng, kaya, senyumnya manis dan punya karir yang baik...