34. Kehilangan

124 13 11
                                    

Hal yang paling kutakutkan dalam hidup ini adalah kehilanganmu. Kamu adalah hal terprnting dan akan selalu kujaga. (Naima)

***

Di sisi lain, Ima masih berada di kamar Dilan. Ia menangis tersedu-sedu karena Dilan seorang diri menghadapi penjahat. Ia khawatir terjadi sesuatu pada Dilan atau Sean. Baru saja ia memperbaiki hubungannya dengan Sean, masalah lain justru datang dan membuat Sean kembali 'pergi' dari hadapannya dan digantikan Dilan.

Ima meremas-remas tangannya. Ia sangat gugup dan cemas dengan keselamatan Dilan. Ia juga takut terjadi sesuatu pada Dilan. Ia ingin sekali menyusul tapi ia ingat pesan Sean untuk menunggui Soni sampai Soni datang. Sean tadi berpesan pada Ima jika Soni datang Soni diminta Sean untuk melacak Dilan dengan membawa pihak berwajib.

Soni datang tergopoh-gopoh setelah 30 menit perginya Dilan. Napasnya lebih cepat karena Soni berlari setelah sampai rumahnya.

"Ima!!?" panggil Soni setelah melihat Ima menangis seorang diri di kamar adiknya.

Ima menoleh dan tangisnya makin membuncah. Ia menyeka air matanya dengan tangangannya. "Soni!!! Sean Soni!!"

"Iya Sean kenapa? Mana Sean?" tanya Soni setelah berlari mendekati Ima yang masih bersimpuh di lantai kamar Sean.

"Sean... Son, dia...," cerita Ima terhenti karena tangisnya.

"Kamu santai ya Ima, lo cerita ya, sekarang di mana Sean?" tanya Soni.

"Betty diculik penjahat, sepertinya penjahat itu mengancam Dilan. Setelah kami makan malam Sean terduduk lemas. Mungkin karena ditelpon penjahat itu. Setelah kami pulang Sean manggil gue dan gue lihat semua tulisan di dinding," cerita Ima dengan terisak.

Mata soni menagkap semua tulisan di dinding yang isinya beberapa pesan yang meminta selamatkan Betty. "Sekarang Sean mana? Apa dia menyusul Betty?" tanya Soni penasaran.

"Sean enggak tahu apa-apa Son. Dia cuma pesan supaya lo ngikuti dia dan lapor polisi," jawab Ima.

"Ngikutin dia? Ja... Jadi Sean pergi mencari Betty? Aduh! Sean dalam bahaya," desah Soni sambil meninju dinding.

"Yang pergi mencari Betty bukan Sean tapi Dilan!" rintih Ima.

"Hah, Dilan?! Dilan kembali lagi?" Soni kembali bertanya.

Ima makin menangis. "Sean minta gue menyakitinya buat munculin Dilan. Gue udah lakuin berkali-kali, tapi Sean belum pingsan. Setelahnya gue mukul tengkuknya. Sean pingsan cukup lama terus Dilan bangun lalu pergi. Soni gue takut terjadi sesuatu."

"Enggak akan terjadi apa-apa lo tenang aja ya. Sarimin bisa menghadapinya, sekarang kita mencarinya ke Pasar Kebon?" tanya Soni.

Ima menggeleng pasrah. "Gue enggak tahu Son. Tadi Sean pesan katanya kalau lo pulang lo diminta ikuti dia lewat GPS yang dia pasang, lalu lo juga diminta lapor polisi."

Setelah mendengar penjelasan Ima, Soni membuka ponsel canggihnya dan menyalakan GPS-nya guna mencari keberadaan Sean. Soni menangkap keberadaan Sean di map yang ia akses. Benar GPS yang diaktifkan Sean adalah data GPS ponselnya. "Ok Ima, Dilan di daerah pelabuhan. Gue mau susul dia, lo tunggu di sini aja ya. Terlalu berbahaya buat lo!"

"Enggak Son!! Enggak gue mau ikut!" protes Ima.

"Ima, ini terlalu berbahaya buat lo! Gue janji bakalan pulang bawa Sean dalam keadaan baik-baik saja," kata Soni meyakinkan Ima.

"Please Son, gue ikut. Gue janji enggak akan nyusahin lo. Gue takut terjadi sesuatu, gue sayang Sean Son, gue juga sayang sama Dilan. Please Son, sekali ini aja," lirih Ima. "Boleh ya."

"Tapi Ima ini berbahaya," sangkal Soni.

Ima menatap Soni dengan tatapan memelas. Air matanya kembali menetes. Soni menangkap tatapan Ima adalah sebuah ketulusan, Ima tulus mencintai Sean. "Gue ngerti lo sayang banget sama adek gue, beruntung dia bisa dicintai wanita dengan tulus seperti lo," kata Soni. Ia tak tega menyakiti Ima.

"Boleh Son?" lirihnya memohon.

"Hmmm," jawab Soni dengan anggukan, setelahnya kakak kandung Sean itu menepuk pundak Ima dengan pelan. "Ayo!"

"Makasih Son," jawab Ima menyeka air matanya.

Soni kembali membuka map di ponselnya. Ia mengamati posisi Dilan. "Dilan sudah enggak di pasar Kebon, dia udah sampai di pelabuhan lama, ayo kita susul. Kita  lapor polisi di pos polisi yang kita temukan di perjalanan."

Mereka berlari ke halaman. Setelahnya Soni menstater mobilnya dan melajukan mobilnya dengan kecepatan lebih. Sambil menyetir ia sesekali mengamati map yang ditampilkan di ponselnya yang ia sandarkan di hangging ponsel dasbor mobilnya.

Sementara Ima ia berusaha tenang dan mengamati jalan. Dalam hati Ima ia berdoa dan menyebutkan nama Sean agar selalu dibawah lindungan Nya. Ima berdoa untuk keselamatan pria pujaannya.

Setelah melewati perjalanan mereka berhenti di pos polisi dan melaporkan kejadian yang dialami Sean. Ima menceritakan semua yang ia ketahui dari Sean. Mereka juga melaporkan keberadaan Dilan.

Soni dan Ima tidak mengetahui penjahat itu. Tapi Ima menjelaskan sebelum Dilan pergi Dilan sempat berteriak menyebut nama Martin. Polisi mengira kalau Martin yang dimaksut Dilan adalah Martin penjahat yang baru saja menyelesaikan hukumannya dan kembali membuat masalah. Martin kini juga menjadi buronan polisi karena beredar kabar kalau Martin kini pengedar narkoba.

Setelah memberikan keterangan pada pihak berwajib, Soni dan Ima bergegas menuju lokasi Dilan di pelabuhan yang jaraknya cukup jauh dari rumahnya. Mereka diminta pihak berwajib untuk melangkah terlebih dahulu dengan dua orang polisi yangbtengah siaga. Pihak polisi juga menyiapkan personelnya yang biasa terjun ke lapangan tanpa seragam. Para penegak hukum tanpa berseragam yang biasa berurusan dengan preman itu diam-diam mengikuti dan mengawal mereka dibelakang mereka.

Setelah sampai di pelabuhan tepat di titik keberadaan Dilan, Soni menghentikan langkahnya. Yang ia temukan hanya kesunyian dan suara serangga. Sementara Ima diminta Soni untuk tetap bersama salah satu personel kepolisian yang bersama mereka. Terlalu berbahaya jika Ima mengikutinya.

Soni melangkah memasuki bangunan bekas gudang tua, dengan pelan Soni masuk ke dalam gudang dan diam-diam diikuti salah satu personel polisi. Mereka berjalan mengendap-ngendap semakin ke dalam Soni semakin merinding dengan sunyinya suasana dan cahaya lampu pijar yang remang-remang. Gudang kotor berdebu, bau air seni, bau rokok tercium apek di hidung Soni. Puntung rokok dan abu berserakan di  lantai gudang.

Soni meringis terjijik namun ia masih mengendap-ngendap mencari keberadaan adiknya. Beberapa langkah ia membuka pintu kayu matanya melotot. Ia melihat lima orang tergeletak lemas. Ada yang merintih kesakitan memegangi lututnya, ada yang memegangi pahanya yang terluka, ada yang pingsan dengan wajah babak belur, ada yang kepalanya luka karena benturan dan darahnya mengucur dari kepalanya dan yang terakhir pingsan dengan keadaan darah mengucur dari hidungnya.

"Astaga! Apa yang dilakukan Sarimin?" Soni mendesah dan mengurut keningnya. Soni juga menggelengkan kepalanya.

Polisi yang mengawalnya juga terkejut karena lima orang preman ini tergeletak tak berdaya. Polisi pun mendekati preman tergeletak tak berdaya dan membantunya sebelum mengamankan mereka.  Polisi memeriksa mereka satu persatu.

Soni pamit bergerak mencari adiknya yang mungkin masih di sekitar pelabuhan lama ini. Ia berjanji pada polisi akan baik-baik saja. Soni berjalan meninggalkan polisi yang berjongkok memeriksa korban dan bercakap-cakap dengan rekannya melalui handy talkie yang ada di tangannya.




I Love You Dilan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang