XVIII ¤ Pillow Talk

10.2K 866 4
                                    

WARNING
This is mature content
Please be wise!

🍁🍁🍁

Saat ini, dalam satu selimut yang sama Humaira bersandar di dada bidang suaminya. Laith memeluk erat tubuh sang istri dan membelai surai coklat itu.

"Ehem. Mas tahu kamu baca kitab uqudul Lujain dan kitab-kitab di atasnya," ucap Laith memecah keheningan.

Sontak Humaira terkaget dan menatap sang suami tercengang. Lalu, menyurukkan wajah ke dada bidang Laith. Malu.

"Maluu. Kok Mas baru bilang sekarang sama Ai ? Mas tahu sejak kapan ?" Tanya Humaira.

"Sejak di rumah Umi Atika. Waktu kamu kaget pas Mas masuk kamar," jawab Laith terkekeh. Mengelus punggung sang istri.

"Aa malu. Ketahuan deh," rengek Humaira semakin mengeratkan pelukan dan menyurukkan wajah.

"Hahaha. Gak apa, kitab-kitabnya memang buat belajar kan. Terus kamu juga sudah halal mempraktekkan yang ada di dalamnya sama Mas. Tadi buktinya," ucap Laith semakin tertawa.

"Tau ah. Mas Laith ngegoda mulu," kesal Humaira dengan wajah memerah.

"Hahaha. Udah yuk tidur. Kamu pasti capek," ajak Laith.

Humaira hanya menggumam. Nyaman merasakan elusan halus di punggungnya. Telapak tangan hangat itu seolah pengantar tidurnya dari tubuh yang lelah. Duh! Humaira jadi ingat kejadian beberapa jam lalu. Malu!

Dia menggeliat mencari posisi ternyaman. Menghirup wangi badan suaminya yang bercampur dengan keringat memancarkan maskulinitas. Sampai kesadaran Humaira tertelan dengan gelap dan tertidur nyenyak.

🍁🍁🍁

"Masih sakit ?" Tanya Laith. Lagi. Sudah ke -entah berapa kali- sejak Humaira hendak bangun untuk mandi junub dan baru merasakan ketidaknyamanan itu.

Humaira sontak merona. Memalingkan wajah kemanapun dari sang suami. Posisinya sangat tidak memungkinkan, dia masih berada di paha Laith sejak beberapa waktu lalu sehabis sholat shubuh. Mendengarkan suara merdu Laith bersholawat nariyah.

"Sedikit," gumam Humaira.

"Maafin, Mas, ya. Gimana caranya biar rasa sakit yang kamu rasain bisa pindah ke Mas aja. Mas gak tega," ucap Laith tulus mengelus lembut surai Humaira.

Hati Humaira menghangat. Laith sangat bisa membuatnya terbuai dan merasa dicintai. Humaira membalas tatapan lembut suaminya. Tersenyum menenangkan.

"Nggak pa-pa, Mas. Nanti hilang sendiri kok. Ini juga sudah mendingan," ucap Humaira menenangkan.

Laith mengelus perut rata Humaira seraya berdoa, "Robbi hab lii mil ladungka zurriyyatang thoyyibah, innaka samii'ud-du'aaa."

"Doa apa, Mas ?" Tanya Humaira.

"Memohon keturunan. Semoga sakitmu menjadi berkah dan kebahagiaan dengan hadirnya buah hati kita di sini," ucap Laith masih dengan tangan yang mengelus lembut perut Humaira.

Buah hati kita.

Kata-kata itu menggema di pikiran Humaira. Dia ikut meraba perutnya diatas tangan sang suami, "Aamiin," ucapnya.

Lalu, mereka berpandangan dan saling melempar senyum. Laith menunduk dan mencium kening Humaira, "terima kasih sudah menyerahkan mahkotamu untukku. Akan kuusahakan kebahagiaanmu di atas kepentinganku. Ana uhibbuki fillah, Yaa Zaujatii," ucap Laith lembut.

amore: Sacred Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang