XXI ¤ Sick

9K 859 0
                                    

Happy Ied Mubarok 😇

Alhamdulillah, bisa update Laith dan Humaira di hari lebaran ini ☺️

Selamat membaca 🙌

🍁🍁🍁

Ketika terbangun jam 3 pagi untuk melaksanakan sholat tahajud. Laith bersiap membangunkan sang istri seperti biasanya. Menyentuh lengan Humaira pelan dan rasa panas menyengat di kulit telapaknya. Lantas Laith menyentuh kening sang istri, benar saja, panas itu semakin terasa.

"Innalillahi. Badanmu panas, Humaira," ujar Laith.

Humaira menggeliat, "dingin, Mas," lirih Humaira dengan suara sengau.

"Iya, sebentar. Mas tambahin selimut," Laith membenarkan selimut yang di pakai Humaira lalu menambah lagi dengan selimut yang ia ambil dari lemari.

Lalu, Laith menuju kamar mandi untuk mengambil air hangat dalam baskom kecil dan handuk untuk kompres. Dengan telaten Laith mengompres Humaira.

Setelahnya, dia bergegas untuk sholat tahajud dan membiarkan istrinya tidur.

"Ya Allah Yaa Rahiim. Apabila memang dengan diberi fitnah dan sakit merupakan ujian untuk istri hamba agar semakin kuat imannya. Maka, biarkanlah hamba yang menanggung rasa sakit dia, karena adalah tanggung jawab hamba dalam mendidik dan membimbingnya agar tetap berada di jalan-Mu. Ya Allah, Engkau adalah Yang Maha Penyembuh, sembuhkanlah sakit istri hamba dan sabarkanlah ia. Sungguh, hamba tidak tega melihatnya dalam keadaan tak berdaya dan fitnah yang mendera. Berikanlah rumah tangga kami karunia-Mu dan lindungi dari segala hal yang Engkau murkai. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Mu Yaa Rabbii. Rabbana aatina fid dunya hasanah, wa fil aakhirati hasanah, wa qina 'adzaa bannaar."

Lirih Laith berdoa dalam keheningan sepertiga malah kepada Sang Khaliq. Segera menengok sang istri yang masih terlelap dengan kompres yang sudah mengering.

Laith bangkit dan mengganti kompres di kening Humaira. Mengelus pipi hangat yang biasanya merona kini memucat. Bibirnya kering juga ikut pucat. Duduk memandang sang istri dengan tatapan khawatir.

"Engh. Mass.." suara lirih dan sengau Humaira terdengar.

"Kenapa, Sayang ?" Jawab Laith.

"Haus," ujar Humaira lemah, bahkan matanya masih tertutup rapat.

Laith meraih air putih di samping nakas yang biasa tersedia.

"Bangun dulu ya," ujar Laith lembut.

Humaira mengerjap sedikit dan membuka matanya. Tatapan pertama yang ia lihat adalah Laith yang balik menatapnya khawatir. Lalu, Laith membantu untuk duduk dan menyingkirkan handuk di kening Humaira terlebih dulu.

Humaira menandas setengah air dalam gelas. Laith mengusap sisa air di pinggir bibir sang istri.

"Mau sholat, Mas," pinta Humaira.

"Sholat shubuh saja ya, sebentar lagi. Kamu masih pucat gini," ujar Laith. Humaira hanya mengangguk, menuruti perintah sang suami. Dia tidak ada tenaga untuk mendebat.

"Kuat duduk apa mau tidur lagi ?" Tanya Laith

"Mau duduk aja, tapi Mas di sini," jawab Humaira seraya menepuk sebelah duduknya.

"Bentar ya. Mas sekalian ambil mushaf buat ngaji," pinta Laith.

Humaira mengangguk dan menunggu sang suami. Lalu, Laith segera duduk di sebelah sang istri dan menarik kepala Humaira agar bersandar di pundaknya. Menarik kembali selimut ke tubuh istrinya.

amore: Sacred Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang