01|Bulan namanya.

306 19 2
                                    


Rumah itu tempat pulang. Tapi apa artinya jika yang dijadikan tempat pulang saja tidak bisa membuat nyaman.

***

Bulan terpaksa harus meninggalkan sekolah lamanya karena pekerjaan papahnya yang mengharuskan dirinya ikut serta pindah.

Padahal itu adalah tahun terakhir Bulan menempuh pendidikan SMA nya. Bulan sempat protes tentang keputusan ini. Namun apa daya, semua ucapannya tidak pernah di dengarkan.

Jadi di sinilah Bulan sekarang, di depan kelas barunya sedang memperkenalkan diri. "Nama saya Bulan Cahya Anjani, asli Jakarta. Pindahan dari Makasar. Senang bertemu dengan kalian" ujarnya di akhiri dengan senyuman tipis.

"Baiklah, Bulan silahkan duduk bersama Syifa" ujar bu Rita sambil menunjukkan kursi yang akan di tempatinya.

"Gak ada sesi tanya jawab bu?" Ujar Brian, salah satu brandalan di kelas.

"Ibu tau kalau pertanyaan kalian tidak akan bermutu. Dari pada mendengarkan celotehan kalian, lebih baik kalian membuka buku paket matematika halaman 10"

"Yah bu, padahal baru aja mau nembak Bulan, gagal kan rencana saya. Kalau gagal terus, mana bisa saya punya pacar" ujar salah satu murid yang berada di pojok ruangan.

Seketika semua orang tertawa mendengarnya.

"Bintang, kamu mau saya hukum?"

"Enggak lah bu. Tapi kalau dihukum bareng Bulan, saya mau" ujarnya sambil cengengesan.

Bulan yang sudah duduk manis di kursinya, sama sekali tidak merasa terganggu dengan ujaran Bintang.

"Gak perlu di dengerin. Dia orangnya emang kayak gitu. Suka bercanda" ujar Syifa sambil tersenyum ramah.

Bulan menganggukkan kepalanya. "Tenang aja, gue juga santai kok"

"Oh iya, kenalin gue Syifa" Syifa menjulurkan tangannya yang dibalas oleh Bulan.

"Bulan" lalu keduanya tersenyum satu sama lain.

***
Ada gak sih yang percaya sama cinta pandangan pertama? Terdengar klise memang. Secara logika, itu semua terasa tidak masuk akal. Mana ada orang jatuh cinta saat pandangan pertama. Bintang sama sekali tidak mempercayai teori itu. Sampai ketika ia melihat Bulan yang berdiri di depan kelasnya, teori itu terpatahkan dengan sendirinya.

Bulan, namanya seindah dengan parasnya. Bulan memiliki hidung yang mancung, mata yang bulat, pipi yang sedikit chubby, juga ia memiliki tahi lalat yang bertengger manis di pipinya. Rambutnya yang panjang menjuntai indah melewati bahunya.

Ia berdiri di depan kelas dengan percaya diri. Ia bahkan tidak terlihat gugup sama sekali. Terlihat dari wajahnya yang hanya memandang datar melihat seisi kelas, kemudian ia mengakhiri perkenalannya dengan senyuman yang sangat tipis.

Sebelum Bulan duduk di bangkunya, matanya sempat bertatapan dengan mata Bintang selama lima detik. Dan saat itu juga, Bintang langsung menyatakan pada dirinya, jika ia menyukai Bulan.

***
Di hari pertama masuk, Bulan sudah mendapatkan tatapan tidak menyenangkan dari teman satu kelasnya. Bagaimana tidak, saat Bulan di ajak untuk berteman, dengan senang hati Bulan mengabaikan mereka. Bahkan Bulan tidak mau repot-repot membalas jabatan tangan nya. 

"Lo gak di ajarin sopan santun sama orang tua lo?" Ujar Cristie marah. Ia merasa tidak di hargai. Cristie adalah salah satu orang yang sering mencari masalah. Ia bahkan tidak segan-segan membully orang, jika orang itu tidak menghargainya.

"Sorry, tapi gue gak punya orang tua" Bulan menatap datar wajah Cristie yang memerah.

Cristie tersenyum kecut mendengarnya. Ia tahu betul jika yang di ucapkan Bulan itu hanya bualan. "Pantesan prilaku lo kaya sampah"

"Nyesel gue minta kenalan sama lo. Anggap aja tadi itu kesalah pahaman. Sorry, kita gak selevel" setelah itu Cristie pergi meninggalkan meja Bulan bersama dengan antek-antek nya.

"Yang minta kenalan siapa, yang ngejek siapa. Ga waras emang tuh orang" ujar Syifa yang sedari tadi berada di kursinya memerhatikan  keduanya.

Mendengar itu, Bulan tersenyum tipis.

"Bagus deh, lo gak temenan sama mereka. Mereka tuh biang onar. Setiap orang pasti aja punya masalah sama Cristie. Mereka tuh ngerasa seakan-akan gak boleh ada yang lebihin mereka. Makannya gak heran, kalau tadi mereka deketin lo. Itu cuman karena gak mau posisinya tersaingi sama lo"

"Terus kenapa dari tadi lo diem?"

"Gue cuman males aja kalau berantem sama mereka, gak ada habisnya. Ujung-ujungnya masuk BK. Gue gak mau ya tahun terakhir nama gue mejeng di catatan BK" jelas Syifa.

"Dari pada omongin mereka, mending ke kantin deh yu. Gue bakal rekomendasiin makanan - makanan yang mesti banget lo coba. Karena makanan itu cuman ada disini" ajak Shifa disertai cengirannya.

Bulan rasa tidak ada salahnya jika ia memiliki teman, maka tanpa mikir dua kali, Bulan menyetujui ajakan Syifa lalu kedua nya pergi meninggalkan kelas.

***
Bel sekolah sudah berdering, menandakan bahwa pelajaran hari ini sudah selesai. Semua siswa dan siswi memasukkan peralatannya masing-masing ke dalam tas, bersiap untuk pulang.

"Oh iya, lo pulang naik apa?" Tanya Shifa di sela-sela kegitannya memasukkan buku.

"Gue di jemput"

"Mau ke gerbang bareng?"

Bulan menggelengkan kepalanya. "Lo duluan aja, gue mau keliling sekolah dulu"

"Yah, maaf banget nih gue gak bisa nemenin lo, nyokap gue lagi sakit, gak ada yang jagain"

"Gapapa, lo pulang aja. Lagian gue bisa sendiri" ujar Bulan berusaha menenangkan Shifa.

"Gini deh, sebagai gantinya, besok gue ajak keliling lagi, biar lo lebih tau juga. Gimana?"

"Okee"

Setelah meminta maaf, Shifa pamit duluan yang di balas anggukan oleh Bulan.

Bulan sengaja berlama-lama berada di kelas. Walaupun ia tidak melakukan apapun, ia rasa lebih baik berada di kelas di bandingkan di rumahnya sendiri.

Bulan memutuskan untuk mengelili sekolahnya, ia berjalan seorang diri. Hanya ada beberapa orang yang masih betah berada di sekolah. Entah itu untuk piket, mengerjakan tugas, ataupun sekedar menghabiskan waktunya.

Tak terasa sudah pukul lima sore, Bulan memutuskan untuk pergi dari sekolahnya. Saat melewati lapangan, ada sebuah bola yang menggelinding dan berhenti tepat di depannnya.

"Heh anak baru, lemparin bolanya" teriak seorang remaja yang sedang bermain basket. Bulan melihat ke atah bola itu, lalu ke arah remaja itu secara bergantian.

Bukannya melemparkan bolanya, Bulan malah pergi begitu saja meninggalkan bola itu.

Bintang yang melihat itu hanya melongo tak percaya. Bintang kemudian berlari keluar lapangan, lalu meraih pergelangan tangan Bulan. "Susah banget ya nolongin orang?" Tanyanya saat sudah berada di depan Bulan.

"Lo punya kaki sendiri. Gunain"

"Gue udah minta tolong"

"Gue nya gamau nolong" lalu Bulan langsung melepaskan pegangan tangan Bintang, dan pergi meninggalkannya.

Bintang terdiam di tempatnya, bukan karena ucapan Bulan, tapi karena sorot matanya. Mata itu terlihat tegas namun begitu rapuh. Seperti bunga dandelion, yang sekali di tiup maka secepat itu juga menghilang.

***
Hallo. Jadi ini cerita ke dua ku. Semoga suka ya. Jangan lupa untuk meninggalkan jejak ya. See u on next part.

Keep in touch
ig : (at) salmardt_
tw : (at) roidatusr

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang