Jangan lupa vote dan koment!
Happy reading🐇
***
UNBK kali ini dibagi menjadi tiga sesi dengan jadwal yang berbeda-beda sesuai dengan urutan kelas. Kebetulan XII Ipa 3 yang merupakan kelas Nisa dkk di sesi ke 3 yang di laksanakan pukul 14:00 baru saja selesai melaksanakan UN terkahir mereka.
"Alhamdulillah selesai juga, gak terasa ya udah kelar aja masa putih abu-abu," ujar Putri.
"Iya, padahal baru kemaren rasanya kita ngomongi mau masuk SMA mana," tambah Nisa. Kini mereka sedang berjalan ke arah parkiran.
"Habis ini mau kemana?" tanya Nathan.
"Jalan kuyy, hitung-hitung refreshing," saran Putri.
"Gak dulu deh, suami gue hari ini pulang. Masa' gue gak ada di rumah," riang Nisa.
"Cie yang bakal ngelepas rindu, kelihatan tuh dari wajahnya berseri-seri," goda Rena menyenggol bahu Nisa yang berada di sebelahnya.
"Apaan sih, kan---."
Drttt... Drttt...
Ponsel Nisa berbunyi yang secara tidak langsung memotong pembicaraan dia, kini semua mata terfokus ke arah sumber bunyi dering ponsel tersebut. Nisa merogoh saku seragam sekolahnya. Terdapat nomor tidak di kenal dari sana.
Nisa mengernyit, kelamaan berpikir dering tersebut pun terhenti dan menampilkan layar gelap kembali.
"Kok gak diangkat?"
"Siapa Nis?"
Nathan dan Rena serentak bertanya dengan pertanyaan yang berbeda.
Nisa menggidikan bahunya. "Gak tau, nomor gak di kenal---"
Ponsel Nisa kembali bergetar dan menampilkan nomor penelpon yang sama.
"Udah angkat aja, siapa tau penting," saran Rena. Akhirnya Nisa mengeser tombol hijau di ponsel tersebut.
"Halo, apa benar ini atas nama ibu Nisa?" tanya seorang wanita di seberang sana.
"I-iya, siapa ya? Ada apa?" tanya Nisa gugup.
"Syukurlah, kami dari pihak rumah sakit mbak. Apa benar pasien atas nama Muhammad Rifki Mahendra adalah suami mbak?"
Deg
'Pasien? Mas Rifki kenapa?" batin Nisa yang sekarang mukanya pucat pasi. Teman-teman Nisa yang masih berdiri di sebelahnya pun terheran-heran dan ikutan panik sambil memberi isyarat 'ada apa'.
"Halo mbak," panggil suster di seberang sana, membuat Nisa tersadar dari pikiran anehnya.
"I-iya sus, saya istrinya," ucap Nisa yang kini matanya sudah berkaca-kaca.
"Kami ingin memberitahu bahwa pasien atas nama Rifki, tadi siang mengalami kecelakaan. Dan sekarang sedang di rujuk di rumah sakit---," ucapan suster tersebut terpotong.
"Saya akan segera ke sana." Setelah mengucapkan itu Nisa mengakhiri telponnya dengan air mata yang kini mengalir deras.
"Ada apa Nis?" tanya Putri ikutan khawatir.
Rena langsung menghambur kepelukan Nisa. "Tenang dulu, pelan-pelan ceritanya. Ada apa?" tanya Rena lembut sambil mengelus-ngelus punggung Nisa.
"Hiks... hiks... M-mas Rifki hiks... k-kecelaka-an...," sesegukan Nisa.
Rena mematung, Putri? Ia sudah menangis seolah ikut merasakan yang dirasakan Nisa. Nathan? Ia langsung berlari menuju mobilnya.
Kini mobil Nathan melaju membelah jalan raya, tentunya dengan ponsel Nisa yang sebagai petunjuk arah rumah sakit yang menjadi tujuan mereka. Suster tadi sempat mengirimi lokasi di mana Rifki di rujuk.
"Nathan... cepet Nath..." desak Nisa dalam tangisnya. Ia berulang kali mengucapkan kata itu dengan Rena yang masih setia memeluk Nisa di kursi penumpang.
"Iya, ini udah cepat Nis. Aku gak bisa nambah kecepatan lagi disaat jalan lagi ramai begini! Yang ada nyawa kita atau orang lain yang akan jadi korban," frustasi Nathan. Sungguh, ia juga ikutan panik.
"Tenang ya, sebentar lagi kita nyampe kok." Putri menenangkan Nisa.
"Iya, do'a in aja semoga kak Kiki gak kenapa-kenapa," tambah Rena.
Mobil Nathan sudah berhenti di pintu masuk rumah sakit. Mobil belum sepenuhnya terhenti tapi Nisa langsung saja turun dengan tergesa dan berlari masuk menelusuri setiap koridor rumah sakit dengan di susul Putri. Rena yang masih bisa bersikap tenang, menghampiri meja resepsionis untuk bertanya ruang inap pasien atas nama Rifki sedangkan Nathan dia harus memakirkan mobilnya di parkiran rumah sakit.
Setelah tau di mana ruang inap Rifki, Rena langsung menyusul Nisa yang belum jauh dari jangkauannya.
"Di ruang nomor 15 lantai 5," ucap Rena seolah mengerti tatapan Nisa.
Tanpa berpikir panjang, Nisa langsung menuju lip disusul teman-temannya. Dan langsung memencet tombol nomor 5 di sana.
Ting
Pintu lip terbuka, mereka keluar dengan Nathan yang celingak celinguk melihat jalan mana yang akan mereka pilih, soalnya banyak lorong di sana. Putri ia melihat setiap nomor ruangan yang ada di depan setiap pintu. Sedangkan Rena, ia kembali merangkul Nisa dan mengucapkan kata-kata penenang agar Nisa tidak begitu panik. Nathan yang binggung pun akhirnya bertanya di mana ruang inap nomor 15 kepada perawat yang lewat. Kini mereka menelusuri lorong yang diberitahu suster tersebut, dengan Putri yang menghitung setiap nomor yang ada di depan setiap ruangan di sana.
"13, 14, 15, Nah itu tuh," tunjuk Putri setelah menemukannya.
Ceklek
Dokter baru saja keluar dari ruangan tersebut, Nisa langsung buru-buru menghampiri dokter tersebut.
"Dok, gimana keadaan suami saya?" tanya Nisa panik setelah sampai di hadapan dokter tersebut.
Merasa terpanggil, dokter itu pun menghentikan langkahnya dan berbalik, lalu mengernyit binggung, Rena yang seolah paham pun bersuara.
"Pasien atas nama Rifki dirawat di ruangan ini kan dok?" tanya Rena.
Dokter itu mengangguk. "Iya, keluarga pasien?" tanya dokter tersebut.
"Saya istrinya."
"Saya sepupunya."
"Kami temannya."
Tiga jawaban yang berbeda pun serentak di ucapkan, membuat sang dokter tersenyum.
"Pasien tidak kenapa-kenapa, dia hanya mengalami luka ringan saja. Tapi untuk pemeriksaan lebih lanjut, kami masih menunggu tes rongsen pasien keluar. Karena tadi pasien sempat mengalami benturan yang cukup kuat di kepalanya," ucap dokter tersebut.
"Tapi gak kenapa-kenapa kan dok, gak bikin amnesia kan," tanya Putri polos.
Air mata Nisa yang sempat terhenti, kini terjatuh deras mendengar ucapan Putri. Nathan langsung saja, menepuk pelan mulut Putri yang membuat ia mengaduh.
Dokter tersebut tersenyum. "Do'akan saja pasien baik-baik saja, nanti setelah hasilnya keluar akan langsung kami beritahu," jawab dokter.
"Apakah pasien sudah boleh di jenguk dok?" tanya Nathan.
"Boleh, tapi pasien sekarang lagi beristirahat. Saya harap kalian tidak menganggu waktu istirahat pasien dengan kebisingan," jawab dokter tersebut.
Mereka mengangguk. "Baik dok, terimakasih," ucap Rena.
"Kalo begitu saya permisi," pamit dokter tersebut dan langsung melanjutkan kembali langkahnya yang sempat terhenti.
***
TBC!!!
Kalo ada typo, tolong ditandai ;)
Beberapa part, menuju ending 🐣
KAMU SEDANG MEMBACA
The Gray Love✔
UmorismoApa jadinya jika cowok dan cewek yang memiliki karakter dingin disatukan dalam ikatan pernikahan? Pernikahan mereka juga masih tergolong sangat muda di usia mereka yang masih duduk di bangku SMA. Tidak, mereka tidak kecelakaan hanya saja perjodohanl...