26. Belajar Menerima

4.5K 379 0
                                    

"Syukuri apa yang sudah dimiliki dan mulailah berdamai sama keadaan. Ingat kebahagiaan bukan dicari tapi kita sendiri yang menciptakan kebahagiaan itu."
___Annisa Mutia Alvero___

Happy reading 💕

🐭🐭🐭


Pagi yang cerah. Seperti biasa, matahari masih terbit di timur, alunan suara ayam jago di pagi hari masih terdengar kukuruyuk, satu tambah satu sama dengan dua, dan sesudah hari sabtu adalah hari minggu.

Nisa mengerjap-ngerjapkan matanya, dia meraba di sisi samping ranjang. Tidak ada orang. Ah pasti Rifki sedang lari pagi, karena itu sudah menjadi rutinitasinya dihari libur. Sesudah sholat shubuh tadi, Nisa memutuskan untuk tidur kembali. Tubuhnya sangat lelah.

Nisa bangkit dari tempat tidur, menuju kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi. Ia tidak mandi, karena you know! Anak remaja di hari libur sedang tidak bersahabat dengan yang namanya mandi pagi. Walaupun Nisa statusnya sudah menikah, tapi ia masih remaja.

Nisa bergegas turun ke lantai satu dan menuju ke dapur. Ia akan membuat nasi goreng untuk sarapan pagi. Senyum sedari bangun tidur tadi tidak pernah pudar.

Nisa mengingat moment ia bersama Rifki tadi malam. Rifki bersikap manis dan sangat sweet, hal yang selalu Nisa harapkan. Ia tidak menyangka dibalik sikap dingin Rifki, suaminya itu bisa manis juga meskipun masih terlihat sangat jelas bahwa ia kaku. Baru kali ini dia sebahagia ini bersama Rifki selama sudah hampir empat bulan ia menjalin rumah tangga. Ah, apa mungkin ia sudah mulai mencintai cowok kulkas itu?

Lagi asik membuat sarapan, Nisa tiba-tiba tersentak kaget saat ada tangan kekar yang melingkar di pinggangnya, bahunya pun sekarang sudah menjadi sandaran kepala dari pemilik tangan kekar ini.

"Hmm." Nisa memecah kesunyian dan kecanggungan yang tercipta.

"Lepas, Ki. Gue mau masak! Mandi dulu gih sana. Lo keringetan, bau tau!" alibinya.

Sebenarnya Nisa nyaman pada posisi seperti itu. Hanya saja ia belum terbiasa dan masih malu.

Semenjak Nisa dan Rifki sepakat untuk berdamai dan belajar menerima perjodohan ini, mereka berusaha belajar membanggun cinta yang seharusnya ada di rumah tangganya. Tidak dapat dipungkiri, keduanya masih sama-sama kaku dan belum tau mau memulainya darimana.

Dari kesepakatan itu, Nisa mengetahui banyak hal, salah satunya yaitu Rifki yang manja. Akhir-akhir ini Rifki sering memeluk Nisa, seperti sekarang contohnya. Alih-alih menolak, Nisa malah nyaman dengan kelakuan Rifki yang dapat membahayakan jantungnya itu.

Rifki melepas pelukannya dan mencium seluruh badannya. Tidak bau. Tapi kenapa istrinya bilang begitu?

Rifki tersenyum penuh arti. Ia paham sekarang. Istrinya ini masih malu. Lihatlah, Nisa yang tidak mengenakan make up apapun di wajahnya sekarang pipinya sudah merona. Rifki berdehem sebentar demi menutupi rasa gemasnya terhadap istrinya itu.

Rifki meminum teh yang sudah disiapkan Nisa dengan sesekali melirik ke arah Nisa yang sedang sibuk memasak. Matanya tidak sengaja menangkap noda merah pada piyama yang Nisa kenakan. Rifki melotot, ini pertama kalinya ia melihat jelas noda darah perempuan haid yang bocor.

"Hmm, g-gue ... anu." Rifki mengaruk kepalanya, Nisa menatap Rifki dengan kerutan di dahinya. "itu -anu, ada n-noda itu." Rifki mengedikkan dagunya ke piyama Nisa dengan kikuk.

Nisa menegang di tempatnya. Noda?

"Oh shit!" umpat Nisa malu, kemudian langsung berlari sambil menutupi celana piyamanya ke kamar mereka.

Rifki dapat mendengar teriakan Nisa dari tangga. "RIFKI, LANJUTIN MASAK NASI GORENGNYA. NANTI GOSONG! LO BISA MASAK KAN!"

"IYA."

"Ck, pantesan kemarin dia aneh!" gumam Rifki sambil melanjutkan masakan Nisa yang sempat terjeda sebentar.

***

Keduanya baru saja selesai sarapan. Rifki yang memakai pakaian formalnya membuat Nisa mengernyit. Ah ia baru sadar akan hal itu. Kenapa di hari libur Rifki mengenakan pakaian kantornya?

"Ngantor?"

Rifki membalas dengan anggukan.

"Gak libur?"

"Gak, ada urusan bentar."

Nisa ber 'oh' saja sambil mangut-mangut seolah paham. Padahal ia tidak tau urusan yang dimaksud Rifki itu urusan seperti apa.

"Mungkin pulang malam," ujar Rifki.

"Siapa?"

"Gue!" jawab Rifki.

"Nanya, haha." Nisa terkekeh melihat wajah datar Rifki. "aelah, canda kali! Pulang jam berapa?" tanya Nisa.

"sepuluh, maybe."

"Ck, masih aja irit bicara!"

Hening.

Nisa menatap kesal Rifki yang sekarang sudah sibuk dengan ponselnya.

"Bentar apanya! Lama itu woy," gerutu Nisa.

Rifki menatap Nisa dengan senyum jahilnya. "Kenapa? Rindu ya?"

"Gue!" tunjuk Nisa pada dirinya. "Rindu? Gak akan!"

"Masa?" goda Rifki yang terlihat menyebalkan di mata Nisa.

Melihat raut kesal Nisa, sudah menjadi favoritnya Rifki sekarang. Rifki sudah tidak mengelak lagi, jika ia benar sudah mencintai istrinya ini.

"Gue siang nanti mau main ke rumah Bunda boleh?" Nisa mengalihkan pembicaran.

"Boleh. Nanti pulangnya gue jemput," jawab Rifki.

"Gak usah, jam delapan gue udah pulang kok," ucap Nisa.

"Oke."

Rifki mengambil tas kantornya dan merapikan sedikit jasnya yang berantakan. Ia berdiri dan berjalan ke arah pintu utama diikuti oleh Nisa  yang mengekor dari belakang.

Baru saja ingin mengayunkan kaki menuju mobil, lengannya ditahan oleh Nisa. Rifki mengernyit melihat Nisa menyodorkan tangan kanannya. Berpikir sejenak, Ia manggut-manggut seakan paham maksud dari Nisa menyodorkan tangannya. Rifki merogoh saku celananya dan memberikan credit card kepada istrinya itu.

Nisa dengan credit card yang sudah berada di telapak tangannya, mengernyit bingung. Ia menatap Rifki dengen wajah polosnya.

"Passwordnya tanggal pernikahan kita," ucap Rifki. Saat ingin melangkah lagi, suara Nisa menghentikan pergerakannya kembali.

"Apaan sih! Gue bukan mau ini, tapi mau salim!" ucap Nisa setelah mengerti maksud dari suaminya.

Rifki hanya ber 'oh' saja, kemudian ingin mengambil kembali credit cardnya. Tapi Nisa langsung saja mengantongi credit card suaminya itu. Rezeki jangan ditolak.

Nisa tersenyum. "Gakpapa deh, gue juga mau ini kok."

Rifki memutar bola matanya malas. Nisa menyodorkan kembali tanganya dan disambut oleh Rifki. Setelah Nisa menyalimi Rifki, Rifki langsung saja melenggang ke arah mobil dan membuat Nisa cengo.

Setelah terdengar klakson mobil, Nisa tersadar. "Udah! Itu aja! Ish gak romantis banget sih, cium kek atau peluk kek," dumel Nisa melihat kelakuan suaminya itu.

🐇🐇🐇

TBC!

The Gray Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang