29. Manja

5.8K 368 6
                                    

Jangan lupa vote and koment😊

Malam apa ini?
Semoga jantung para jomblo tetap baik-baik aja ya setelah baca part ini, haha
Baca sambil denger musik bisa gak? Boleh nih dicoba sambil denger lagu "suara hati" cocok banget menurut aku sama part ini, haha

Happy Reading💕

***

Rumah//20:15

"Kamu besok gak ke sekolah lagi?" Nisa mendudukan bokongnya di tepi ranjang dan menatap Rifki yang sedang berpacaran sama berkas-berkas kantor.

Rifki mengeleng. "Kenapa hmm?"

"Gakpapa. Nanya aja." Nisa menghela napas. "berarti aku berangkat sendiri dong?" sambung Nisa cemberut.

Hubungan mereka mulai membaik. Sekarang perasaan cinta diantara keduanya mulai tumbuh. Mereka berusaha saling melengkapi satu sama lain. Hawa dingin di rumah tangga mereka seperti pertama kali bertemu tidak terlihat lagi. Kini keduanya seperti sepasang bucin yang melupakan kisah bagaimana awal pertama mereka menikah dulu.

Rifki terkekeh. "Manja banget sih istri aku," goda Rifki. "biasanya kamu pulang pergi sendiri juga biasa aja."

"Ish, itu mah dulu" Nisa memajukan bibirnya. "kan akhir-akhir ini aku pulang pergi bareng kamu."

"Iya iya." Rifki menatap penuh ke arah Nisa sebentar. "besok sebelum aku berangkat ngantor, aku anter kamu dulu."

Nisa tersenyum senang. Dia mendekati Rifki yang sekarang sudah fokus kembali dengan berkas-berkasnya. Memeluk leher Rifki dari belakang, Nisa menelengkan kepalanya sebelah kanan.

Cup.

"Makasih sayang," ucap Nisa setelah mengecup pipi Rifki.

Rifki tersenyum. Ia memiringkan kepalanya sebelah kanan, lalu merubah posisinya menghadap Nisa. "Duh berat sebelah nih," goda Rifki.

Nisa menabok bahu Rifki. "Dasar kamu mah. Dih, dikasih daratan minta lautan." Nisa memalingkan mukanya, malu.

"Ayo dong. Kamu tega biarin kepala aku miring gini, yang sebelah kiri juga mau. Biar seimbang," ucap Rifki merengek.

Nisa cengo. Ini pertama kalinya Rifki merengek seperti anak kecil yang mengemaskan sekaligus mengelikan bagi Nisa.

Nisa berdehem. "Biarin aja, sampe besok juga gakpapa," ledek Nisa.

Rifki memasang muka datar, ia menegakkan kembali kepala-nya. Kemudian berbalik lagi menghadap laptopnya yang tadi sempat ia abaikan demi mendapatkan keadilan di pipinya.

"Dih ngambek." Nisa bergidik ngeri, tapi senyumnya tidak bisa ia bohongi. Jantungnya semakin berdebar-debar sekarang.

Kedua tangannya memegangi bahu Rifki lembut, Nisa membungkukkan kembali badannya—mensejajarkan posisi Rifki yang sedang duduk—ia menelengkan kepalanya kembali ke sebelah kiri. Lalu...

Cup.

Satu kecupan mendarat di pipi kiri Rifki. Rifki tersenyum senang. Akhirnya keadilan di pipi-nya ia dapatkan juga.

Rifki menepuk-nepuk pahanya untuk menyuruh Nisa duduk di sana. Nisa menurut, ia duduk di pangkuan Rifki dengan menghadap ke arahnya. Satu tangan Rifki ia gunakan untuk memeluk Nisa dan satu tangannya lagi ia gunakan untuk mengecek file-file di laptopnya.

Nisa menyandarkan kepalanya di dada bidang Rifki. Badannya sangat pas untuk masuk ke pelukan Rifki. Ia yang tingginya hanya sebahu Rifki, dalam keadaan duduk pun akan tetap begitu. Ia mendengar bunyi ritme detak jantung Rifki yang berdetak lebih cepat. Tanpa sadar wajah Nisa sudah memerah dan tersenyum geli. Perutnya tergelitik oleh ulah jantung keduanya.

The Gray Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang