09. Aneh dan Langkah

4.9K 394 1
                                    

'Perbedaan benci dan cinta? Setipis plastik sosis okey, dan itu hanya perlu disadari saja.'
__Annindia Putri__

___happy reading___


🌸🌸🌸


"Kenapa gue kesel ya?"

Rifki membuka ponselnya. Tujuannya saat ini adalah google. Ia langsung membuka microfon pada akun tersebut alih-alih memilih mengetik. Terlalu malas.

"Hmm ...." Rifki menghela napas. Kenapa dia jadi terlihat bodoh seperti ini? Ia menutup ponselnya kemudian mengetuk-ngetuk meja yang berada di kamarnya.

"Cemburu? Mana mungkin. Gue suka sama dia? Mustahil," ucapnya santai.

"Cowok yang kemarin itu siapa? Pacarnya? Mama bilang dia gak punya pacar."

"Arghh ... Bodo'," guman Rifki frustasi. Sedari tadi hati dan pikirannya sibuk bertengkar yang berimbas dengan ia berbicara sendiri seperti orang gila.

Semenjak kejadian dua hari yang lalu di koridor rumah sakit, Rifki terus-terusan seperti orang bodoh karena bingung sama perasaannya sendiri. Sebenarnya dia kenapa?

Gerah dengan dirinya sendiri akhirnya Rifki memutuskan untuk menguyuri tubuhnya dengan air. Beranjak dari tempat duduknya, kemudian menuju ke kamar mandi di dalam kamarnya. Tapi sebelumnya Rifki mencharger ponselnya terlebih dahulu.

🌸🌸🌸

"Eh, sayang. Sini nak, makan malam dulu," ucap Desi setelah melihat Rifki di anakan tangga terakhir dengan celana dasar selutut dan kaos hitam polos yang membalut tubuh atletisnya.

Rifki menurut dan duduk bersama untuk makan malam.

"Gimana kantor?" tanya Dika datar, yang baru saja menyambut kopi hangat dari istrinya.

"Baik, Pa," jawab Rifki seadanya, mengambil piring kemudian menyendokkan nasi ke piringnya.

"Kalo sekolah kamu sayang?" tanya Desi lembut sambil menuangkan susu untuk Rifki.

"Sejauh ini lancar aja Ma."

Desi mengangguk. "Baguslah kalo gitu."

Setelah itu hanya terdengar dentingan sendok. Keluarga Mahendra melarang keras untuk banyak berbicara ketika sedang makan.

"Pa," panggil Rifki. Ia mengelap tangan dan mulutnya menggunakan tissue yang tersedia di meja makan mereka.

"Hmm." Dika menatap putranya menunggu kelanjutan ucapannya. Piring makan mereka sudah dibereskan dari dua menit yang lalu, yang artinya mereka baru saja selesai makan.

"Soal perjodohan kemarin ...." Rifki berdehem sebentar. "Kiki mau ngomong."

"Apa?"

Menarik napas sekali, lalu menhembuskannya pelan. "Kiki siap dijodohin sama pilihan Papa Mama. Tapi Kiki mau jangan menunggu dia tamat sekolah, Pa. Gimana? Kalo bisa setelah Kiki lulus."

"Kamu yakin nak?" tanya Desi tidak percaya, ia baru saja kembali dari dapur dan langsung mendengar jelas ucapan anaknya yang menurutnya ngawur.

"Iya, Ma. Setelah Kiki pikir matang-matang Kiki siap kok."

"Emang kamu udah tau dia?" tanya Dika menaikkan satu alisnya sambil bersedekap dada.

"Udah, Pa. Dia satu sekolah sama Kiki. Adik kelas Kiki."

"Mama ngak nyangka." Desi terkekeh sambil geleng-geleng tidak percaya. "ternyata anak Mama diam-diam nyari tau juga ya, haha ... Mamah kira kamu gak peduli loh, atau jangan-jangan kamu udah suka ya sama dia?" goda Desi. Rifki memalingkan mukanya mendengar ucapan terkahir Mamanya.

The Gray Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang