14. Fitting Baju

3.9K 330 4
                                    

Assalamualaikum gaes, apa kabar? Aku baik kok, hehe
Selamat hari kamis ya, untuk kalian yang manis  😜
Sesuai dengan jadwal update ku nih, aku kembali buat kalian semua dan aku bakal double update 😋

_______________
___________________

'Di balik muka tembok dan es nya ternyata ia cukup peka juga.'
___Annisa Mutia Alvero___


—Happy Reading—


🌸🌸🌸


Mata Nisa berbinar. Ia melihat beberapa barisan gaun pengantin di sepanjang dinding yang dikenakan oleh patung itu. Mereka saat ini sedang berada di butik salah satu kenalan calon Mama mertua Nisa, Mama Rifki.

"Selamat siang tuan, nona. Silakan di pilih," ujar pelayan di sana sedikit membungkuk.

"Hmm," jawab Rifki. Nisa hanya tersenyum manis.

"Eh Kiki, keponakan gantengnya Aunty." wanita baya itu mencolek lengan Rifki. "udah datang kamu, sayang. Lumayan ngaret juga ya, hehe ...," kekehnya yang sesekali melirik Nisa.

Rifki mencium punggung teman Mamanya itu, diikuti oleh Nisa. "Macet, tan."

"Ayo ke ruangan Aunty, baju kalian udah siap plus spesial," ucap Rianti—pemilik butik antusias.

"Aunty apa kabar?" tanya Rifki.

"Baik, kok. Ini calon kamu ya? Wah ... cantik banget ... cocok sama kamu. Gak salah deh kamu pilih pasangan," ucap Rianti memuji Nisa. Nisa hanya membalas dengan senyuman kikuk.

"Oh iya, Aunty ini temannya Mama mertua kamu," ucap Rianti memperkenalkan diri.

"Iya, tan. Tadi kak Rifki udah bilang. Hehe... Annisa, tante." Nisa tersenyum manis.

"Panggil Aunty saja ya, Aunty Rianti. Oh iya, Aunty udah nyiapin gaun spesial buat kamu. Kalian mau warna yang putih atau biru," ujar Rianti sambil menunjukkan baju couple pengantin yang masih dikenakan oleh patung tanpa kepala itu.

"Putih."

"Biru."

Rifki dan Nisa saling tatap sebentar, kemudian mereka kembali lagi fokus ke warna gaun pilihan mereka masing-masing.

"Lho, kok gak kompak sih," kekeh Rianti.

"Putih aja!" ucap Rifki.

"Dimana-mana bagusan biru lah!" ucap Nisa sewot.

"Eh, eh, udah, udah. Lucu ya kalian." Lagi dan lagi Rianti dibuat geleng-geleng kepala sama pasangan ini. "gimana kalo kalian coba dulu aja," saran Rianti.

Nisa menurut dan menuju ruang ganti khusus perempuan. Rifki juga begitu, ia juga ke ruang ganti khusus pria. Setelah siap, Nisa keluar dengan menggunakan gaun biru sesuai pilihannya.

Rifki yang keluar duluan pun dengan warna baju yang sama dengan Nisa, terpana melihat Nisa. Untung saja dia masih bisa mengendalikan mata dan mulutnya untuk tidak terbuka. Nisa tampak sangat cantik menggunakan gaun tersebut sampai Rifki tersenyum tipis tanpa sadar.

'Ya ampun senyum itu, manis banget,' batin Nisa berteriak.

"Ekhemm ... jadi gimana, Ki?" tanya Rianti meminta pendapat.

"Cantik," jawab Rifki sangat pelan.

"Hah? Apa?" tanya Nisa, ia tidak mendengar dengan jelas penuturan Rifki yang seperti sedang berbisik itu.

"E-h." Rifki salah tingkah. Dia mengaruk belakang kepalanya. "iya bagus," ucap Rifki dingin yang sebenarnya dia sedang menutupi rasa gugupnya.

'Untung dia gak denger, malu gue,' batin Rifki.

'Bukannya dia bilang gue cantik ya? Apa gue yang salah denger? Ah sabodolah,' batin Nisa mengeleng-geleng samar.

Nisa sangat menyukai gaun pengantin. Dulu, saat ia kecil, ia bercita-cita ingin mengenakan gaun pengantin bersama seseorang yang disukainya dan sekarang takdir seolah mengabulkannya dengan cepat. Cita-citanya tercapai. Enam hari lagi ia akan menjadi pengantin. Tapi bukan sama orang yang ia harapkan dulu.

Radit.

'Apasih gue, kok mikirin dia,' batin Nisa.

"Jadi semuanya udah setuju ni? Gak mau coba gaun warna putih ini lagi," goda Rianti.

Nisa tersadar dari lamunannya. "Hmm, boleh tuh, tan," ucap Nisa.

Nisa memasuki kembali ruang ganti yang ditemani oleh Rianti kali ini. Setelah ia mengenakan gaun penganti tersebut matanya tampak berbinar menatap pantulan dirinya dari cermin. Ia sangat anggun menggunakan gaun tersebut. Setelah itu ia melepasnya kembali.

"Lho ... kok dilepas sayang? Gak mau dikasih lihat oleh Rifki dulu?" Rianti mengernyit binggung, tapi tangannya masih membantu Nisa melepas gaun tersebut.

"Gak usah, tan."

"Kenapa? Gak cocok ya?"

"E-eh gak kok, tan." Nisa menggeleng cepat. "gaun ini bagus banget. Nisa sampai binggung malah, hehe. Tapi cukup satu aja," ucap Nisa menyerahkan gaun putih dan menatap nanar gaun berwarna biru itu.

Rianti mengerti. Ia hanya tersenyum mengangguk. Nisa tipikal gadis yang tidak suka berlebih-lebihan dalam memenuhi keinginannya, walaupun sebenernya ia ingin tapi ia masih mampu mengendalikannya. Karena ia tau, mana barang yang ia butuhkan dan mana barang yang hanya tertarik saja.

"Kok pake baju ini?" tanya Rifki binggung setelah melihat Nisa keluar menggunakan baju sekolahnya.

"Kejutan katanya," bohong Rianti.

"E-eh, tan. Aku ga ...."

"Ya udah. Ambil dua gaun itu ya, tan," ucap Rifki memotong perkataan Nisa.

"Oke." Rianti menyatukan ibu jari dan telunjuknya membentuk lingkaran.

Nisa terkejut sekaligus binggung. "Buat siapa?"

"Lo."

"Ta ...."

"Diem."

Nisa menghela napas. Sejujurnya ia senang, tapi ada sedikit rasa menganjal dihatinya. Untuk apa membeli banyak gaun jika hanya dipakai satu kali saja.

Setelah selesai, mereka segera pulang ke rumah. Waktu menunjukkan pukul 16:45. Nisa memalingkan wajahnya ke arah jendela, ia malu karena perutnya terus-terusan berbunyi. Ia berusaha cuek, seolah-olah tidak terkeco dengan bunyi perutnya sendiri, demi menutupi malunya. Rifki yang peka, hanya tersenyum sangat tipis sambil geleng-geleng kepala pelan.

'Duh ni perut, gak bisa diajak kompromi dikit. Mau di taruh dimana muka gue,' batin Nisa.

'Dasar cewe, egonya gede bener. Bilang aja laper, susah banget,' batin Rifki

"Lho ... lho ... kok berhenti? Kan belum sampai rumah," ucap Nisa langsung menatap Rifki binggung, yang ditatap malah tidak menunjukkan ekspresi apapun.

Nisa berdecak, kemudian dia celingak-celinguk menatap sekitar. Tidak jauh dari tempat Rifki memakirkan mobil, ada sebuah restoran.

"Turun. Makan dulu," ucap Rifki datar, kemudian turun dari mobil.

'Dia tau gue laper? Peka juga dia ya, duh manis banget. Tenang, Nis. Tenang, lo harus jual mahal," batin Nisa.

"Lo laper?" Nisa menoleh ke bangku pengemudi, ia tidak menemukan Rifki di sana.

Nisa bergeming sebentar. "Selalu begini. Ditinggal aja terus," teriak Nisa kesal yang ntah didengar atau tidak oleh Rifki, lalu ia menyusul Rifki yang sudah masuk di restoran.

***

Jangan lupa vote and koment 😋

The Gray Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang