7 tahun kemudian...
"MOMMY, IKET LAMBUTNA ZAHLA ILANG!"
"MOMMY, DASI ABANG DIMANA!"
"SAYANG, KEMEJA AKU YANG WARNA BIRU KAMU TARUH DIMANA!"
"BISA GAK KALIAN GAK USAH TERIAK-TERIAK!" teriak Nisa.
"MOMMY JUGA TELIAK TAUK," ucap Zahra.
Teriakan-teriakan dari orang yang Nisa cintai saling bersahutan. Nisa yang sedang berada di dapur bersama bi Yeni mendengus kesal. Ia geleng-geleng kepala sendiri, pasti setiap minggunya aja saja suara teriakan saling bersahutan di rumah ini.
Bi Yeni terkekeh. "Udah gakpapa nyonya samperin aja dulu, biar bibi yang lanjut buat sarapannya," ucap bi Yeni.
Nisa mengangguk. "Aku ke atas dulu ya bi," ucap Nisa lalu melangkah meninggalkan dapur mendekati suara-suara mereka yang saling bersahutan tadi.
Yang pertama Nisa memasuki ruang bermain anak bungsunya dulu, Az-Zahra Dwi Mahendra. Setelah tiga tahun berlalu dari kelahiran anak pertamanya, keluarga mereka diberi kepercayaan kembali dengan hadirnya seorang anak perempuan yang kini usianya baru menginjak 4 tahun.
"Mommy, iket lambutna Zahla ilang," ujar Zahra mengerucutkan bibirnya lucu.
"Emang Zahra taruh di mana terakhir?" tanya Nisa lembut, mensejajarkan tinggi badannya sama Zahra.
"Tadi tan Zahla sisil lambutna Zahla, telus Zahla talok di sana," tunjuk zahra ke arah meja kecil di pojok ruangan bermain. "telus pas zahla mau ambil lagi, iket lambutna ilang," cerita Zahra.
Nisa langsung beranjak ke tempat yang di tunjuk Zahra. Ia mengangkat meja tersebut. Dan terlihatlah ikat rambut yang dicari anaknya itu di bawah meja.
"Yeay.. Tetemu," riang Zahra tepuk tangan. Nisa terkekeh, lalu mengecup pipi gembul anaknya.
"Kalo hilang lagi, jangan teriak manggil mommy dulu dong, harus mandiri dulu. Zahra cari dulu, dan ingat terakhir kali Zahra taruh di mana, kalo gak ketemu baru panggil mommy atau siapa gitu," ujar Nisa sambil menguncir kuda rambut anaknya.
"Kenapa?" tanya Zahra polos menoleh ke arah Nisa yang di belakangnya dengan bola mata yang mengerjap-ngerjap lucu.
"Karena Zahra kan anak yang pinter dan hebat, jadi Zahra harus belajar mandiri dulu tanpa mommy. Biar nanti Zahra jadi anak yang tambah hebat," jelas Nisa.
"Mandili? Kata Abang, mandili itu mandi sendili. Tan Zahla udah bisa mandi sendili mommy." Zahra mengembungkan pipinya.
"Mandiri itu bukan mandi sendiri sayang, tapi mandiri itu ketika Zahra ngerjain sesuatu yang baik itu sendiri tanpa bantuan orang lain dulu gitu." jelas Nisa terkekeh.
Zahra mengangguk lucu. "Oce mommy," acung jempol Zahra sambil tersenyum lucu.
Nisa terkekeh. "Ih gemesin banget sih anak mommy, ya udah mommy nyamperin deddy dan abangmu dulu ya."
"Iya mommy."
Kaki Nisa mengayun ke kamar anak sulungnya, setelah sampai ia menatap anak sulungnya yang baru saja duduk di tepi ranjang. Muhammad Fadhil Mahendra, merupakan anak sulung Nisa dan Rifki yang kini usianya sudah menginjak 7 tahun dan baru saja menempati bangku Sekolah Dasar kelas 1.
"Ketemu bang?" tanya Nisa.
Fadhil menggeleng. "Gak Mom," jawabnya.
"Kalo mommy yang nyari, terus ketemu. Kamu mau janji sama mommy bakal taruh barang kamu di tempatnya semula setelah dipakai?" tanya Nisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Gray Love✔
HumorApa jadinya jika cowok dan cewek yang memiliki karakter dingin disatukan dalam ikatan pernikahan? Pernikahan mereka juga masih tergolong sangat muda di usia mereka yang masih duduk di bangku SMA. Tidak, mereka tidak kecelakaan hanya saja perjodohanl...