WA 31

18.4K 2.3K 82
                                    

Dunia pernikahan itu 95% indah, 5%nya sangat indah. Pagi-pagi ada yang menyiapkan baju untuk kerja, pagi-pagi ada yang menyiapkan sarapan. Sedangkan sore hari ada yang menunggu di rumah, menyambut dengan penuh suka cita. Namun sayang, banyak orang-orang yang yang menggadaikan cinta hanya dengan harga murah. Banyak yang menggadaikan cinta hanya dengan harta. Mengukirnya hanya sebatas janji belaka, tanpa tahu jika ada pihak yang akan terluka.

Rehan tersenyum dengan pemikirannya sendiri melihat bajunya sudah tersedia di atas ranjang. Serena memang juara dalam hal mengkombinasi warna atau pakaian seperti apa yang cocok di pakai untuk hari-hari kerja.

Matanya tertuju pada sebuah benda kota berwarna hitam berhiaskan pita silver. Sudahkah pernah ia mengatakan bahwa istrinya itu penuh dengan kejutan. Ia membuka kotak tersebut dan mendapati sehelai dasi keabuan dengan tiga garis datar di tengah. Tidak lupa pin sebagai aksesoris pelengkap yang menambah kemewahan benda tersebut.

Serena yang tak di sadari kehadirannya tengah menyembulkan kepala di balik pintu. Ia bahkan bersemu, terbayang bagaimana reaksi Rehan.

"Masuk, istriku." Pintanya. Nyatanya radar Rehan terlalu tinggi untuk tidak mengetahui bahwa Serena sedang memperhatikannya. Ia membalikkan badan lalu merentangkan tangan. Serena yang mengetahui kode tersebut langsung berlari kecil. Menubruk dada Rehan yang bidang.

"Terima kasih, Ya Qalbi." Ucap Rehan mengecup bibir kecil Serena semakin menggoda. Oh, ingatkan dia bahwa hari ini Rehan ada beberapa meeting yang tidak bisa ditunda. Laki-laki tersebut berdecak dalam hati.

"Suka?" Tanya Serena malu-malu.

"Suka banget." Jawab Rehan tak bisa menyembunyikan raut bahagia di wajahnya.

"Hari ini Mas ada meeting?"

Rehan mengangguk dengan wajah yang dibuat-buat seolah menyesalkan jadwal yang cukup padat. Sejak kembali dari negara tetangga, Rehan menjadi lebih sibuk, beberapa kali harus pulang hampir tengah malam.

"Semangat kerjanya, semangat cari uangnya. Tapi jangan lupa tanggung jawab yang lebih wajib." Tutur Serena sambil memasang dasi yang baru diberikan.

"MasyaAllah, suami aku ganteng." Puji Serena sambil tersenyum menunduk berharap Rehan tak mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulutnya--kalimat yang tanpa ia duga terucap begitu saja.

"Apa? Tadi Mas nggak denger?" Tanya Rehan mulai jail, ia mendekatkan telinga sebelah kanannya kepada sang istri.

Bukannya menjawab apa yang bari saja ditanyakan, Serena justru memberikan sebuah kecupan di pipi sang suami.

"Di sini juga." Ia menunjuk di bibir.

Dengan cepat Serena menuruti perintah Rehan, mengabulkan keinginan kecil suaminya. Tentu saja tidak bagi Serena. Meski sudah menjadi sepasang suami-istri yang halal secara agama maupun negara, tetap saja Serena masih menyimpan malu luar biasa.

"Masih aja malu." Gumam Rehan melihat Serena yang sudah kabur keluar dari kamar. Ia tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Usai mempersiapkan berkan yang akan dibawa ke kantor, Rehan langsung meluncur ke dapur. Penciumannya yang cukup tajam ataukah masakan istrinya yang terlalu harum, hingga mengundang perut yang tiba-tiba keroncongan. Ia menyandarkan sebelah bahunya di pintu masuk dapur menonton istrinya yang sedang fokus dengan berbagai macam peralatan di dapur.

Rehan mengecup pipi Serena untuk kesekian kalinya sebelum mengambil beberapa makanan yang sudah siap saji. Tugasnya hanya membantu istrinya memindahkan makanan-makanan tersebut.

Serena enggan untuk menanggapi mengingat jantungnya yang semakin tak karuan.

"Mbak istri udah siap banget jadi ibu." Kata Rehan.

"Mas suami udah siap belum jadi ayah?" Tanya Serena membalas.

"Sudah dong, InsyaAllah." Jawab Rehan membelai kepala Serena. Keduanya kemudian menikmati makanan dalam satu piring yang sama. Menurut Rehan, satu piring dengan istrinya ini adalah bentuk lauk yang tak pernah disajikan dibelahan dunia manapun. Hanya ada di Serena, istrinya tercinta.

Sampai di kantor, Rehan langsung di suguhkan dengan beberapa berkas oleh Bita. Saat ia hendak menggerutu, ia terbayang akan senyum manis Serena. Ah, istrinya itu selalu tahu bagaimana menyenangkan suami. Seketika semangatnya meningkat 99%.

Sementara Bita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Inikah arti gila karena cinta?

Sesekali Rehan melirik ponsel yang ia biarkan tergeletak begitu saja di atas meja. Apalagi yang ia tunggu selain kabar dari istrinya. Setelah mengirimkan pesan beberapa menit yang lalu, Serena belum juga membalasnya.

"Apa mbak istri sedang tidur?" Tanya Rehan kepada diri sendiri. Kini ia menatap terang-terangan layar ponselnya, di layar pipih itu terpatri gambar istrinya yang ia ambil beberapa hari yang lalu saat ia kembali dari Malaysia.

"Pak, tiga puluh menit lagi rapat dengan rekan-rekan dari PSDM." Kata Bita membuyarkan lamunan Rehan yang entah apa yang sedang dipikirkankan oleh bosnya itu.

Mau tak mau Rehan harus memenuhi meeting tersebut demi kemaslahan banyak orang.

"Mbak Bita, kalau orang hamil tapi nggak ngidam itu wajar?" Tanya Rehan ketika dalam perjalanan menuju ruang meeting.

"Itu sudah biasa, Pak. Serena tidak ngidam, ya?" Tanya Bita kembali.

"Iya, Mbak. Kata istri saya cuma pengen dekat terus sama saya." Jawab Rehan.

"Ngidam nggak harus mau makan sesuatu, Pak. Itu bisa termasuk ngidam juga."

"Really?"

"Yes, sir." Jawab Bita mantap.

***

Waktu sudah menunjukkan waktu maghrib tiba dan juga Rehan yang baru menyelesaikan meeting terakhir hari. Beberapa rekanan menyalaminya sembari mengucapkan kata selamat. Beberapa meeting yang ia hadiri membuahkan hasil yang cukup menggembirakan.

Di samping itu ia akan lebih menjadi lebih sibuk lagi dengan beberapa proyek yang harus ia tangani. Ia harus pandai mengatur waktu agar istrinya tidak merasa diabaikan atau tidak nyaman. Ia tahu intensitas Serena menghubunginya semakin tinggi setelah tadi ia cukup lama menunggu balasan pesan dari sang istri.

Istrinya itu bahkan meminta video call saat ia melakukan meeting, katanya itu adalah permintaan bayi mereka. Namun Serena juga berjanji tidak akan mengganggu aktivitas kerjanya, dan benar istrinya itu hanya diam saja mengamatinya berbicara dengan rekanan lainnya.

"Udah sholat belum?" Tanya Rehan melihat istrinya masih dalam balutan mukenah di seberang sana.

"Udah. Besok-besok jangan lembur di kantor, ya, mas suami. Aku butuh imam di rumah." Kata Serena ramah di seberang sana. Tak ada nada menyindir atau semacamnya dalam kalimat tersebut, justru wajah Serena cukup lucu dengan mata yang dikerlingkan sambil tersenyu manis. Namun Rehan cukup sadar jika istrinya berbicara jujur.

Uang menjadi tidak penting dibandingkan dengan perhatian. Jika dikira Rehan akan terbebani, maka itu salah. Ia justru teramat sangat bersyukur, ada yang merindukannya di rumah. Ada yang menunggu kedatangannya bahkan jika mereka hanya berpisah sehari saja. Setidaknya sekarang ia memiliki alasan yang kuat untuk pulang ke rumah, untuk tidak tenggelam dalam urusan dunia.

***

Tbc

Aku nggak berniat end kok. 😂

Tapi awas kalian bosan ya, karena cerita ini akan jauh lebih pnjang dari yang kalian pikirkan..

Jga kshtan ya, guys... sehat kalian membantuku untuk nulis.. love dari aku.

WEDDING ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang