Hari sudah beranjak siang, namun dua insan yang tengah terbaring di atas ranjang masih terlelap. Perlahan tapi pasti mata Rehan terbuka yang seketika langsung bersambut dengan wajah lelap Serena, istrinya. Masih nampak gurat lelah setelah subuh tadi berhasil mendarat di tanah air. Seminggu menikmati waktu berdua sudah terwujud. Walaupun sebenarnya baru satu hari di Paris, Serena sudah ingin pulang. Tetapi istrinya mampu bertahan.
Rehan menyeka helaian rambut yang menutupi wajah cantik Serena. Kemudian mendarat sebuah kecupan hangat di kening, ujung hidung, dan sekilas di bibir ranum yang memabukkan itu.
Merasa terganggu Serena menggeliat kecil, namun tak cukup untuk membuatnya terjaga. Justru sebaliknya, wanita tersebut semakin meringkuk dalam pelukan hangat sang suami. Meskipun terlihat sedikit kesusahan karena perutnya yang semakin menyembul tapi tetap saja wanita itu merasa nyaman.
Tangan Rehan beralih untuk mengusap permukaan perut Serena, sambil mengucap salam dan memberikan sapaan hangat untuk makhluk baru yang bersemayam di dalam sana. Dan setiap kali calon bayi mereka merespon dengan memberikan tendangan kecil, air mata Rehan selalu keluar. Ada perasaan yang tak mampu ia terjemahkan, sebuah perasaan bahagia yang tidak bisa tergambar betapa ia bersyukur memiliki mereka.
"terima kasih, sayang." bisiknya pada Serena Sambil megecup keningnya.
"Peluk." Gumam Serena masih dalam kantuknya. Ia tak membuka mata sama sekali, hanya pelukannya yang semakin mengerat di tubuh sang suami. Rona di wajahnya nampak jelas, dlam keadaan seperti ini saja, Serena masih malu.
Rehan terkekeh, tangannya mengusap lembut surat Serena. Ia menatap wajah itu tanpa bosan. Justru sebaliknya, setiap hari tetap saja debar itu ada dan tidak karuan.
Ketukan pintu dari luar kamar membuyarkan aktivitas Rehan menatap istrinya. Kemudian perlahan melepas lilitan tangan Serena dari tubuhnya karena tak ingin membuat tidur wanitanya terganggu. Ia melangkab pelan menuju pintu dan mendapati Mamanya sedang berdiri sambil berkacak pinggang seolah siap untuk menerkam lawan.
"Kenapa tidak kabari Mama kalau kalian pulang?"
"Kita kan mau kasih kejutan ke Mama." Jawab Rehan tanpa beban. Ia meraih Andara dalam pelukan. "Maaf, ya, Ma. Kita nggak mau ganggu tidur Mama subuh tadi."
"Mau pulang ke rumah, tapi Istri bilang kangen Mama. Jadi langsung ke sini."
Andara menghela nafas pelan, "Mana menantu mama?" tanyanya.
"Masih tidur, Ma. Kelelahan." Jawab Rehan membuka pintu kamarnya lebar-lebar agar sang Mama dapat melihat Serena yang masih bergelung di kasur.
Andara memicingkan matanya, menatap Rehan tajam sarat akan tuduhan. "Kamu nggak buat menantu mama capek gara-gara itu, kan?" tuding Andara.
Rehan mencebik, "iya, kalau itu kan Rehan hanya membantu istri untuk menafkahi Rehan, Ma." Padahal sejak mereka merebahkan diri di ranjang, mereka benar-benar tidur tanpa kegiatan apapun lagi. Kecuali Serena yang terus minta di peluk. Tanpa sadar laki-laki tersebut tersenyum mengingat betapa manja Serena. Tidak sadar jika lawan bicaranya sekarang semakin curiga.
"Anak Mama sejak kapan mesum kayak gini?!" Andara menahan teriakannya tak ingin mengganggu tidur menantunya. Jika saja benar Rehan melakukan hal tersebut, Andara harus tegas kepada anaknya ini. Kondisi Serena masih dalam kondisi rentan meski usia kandungannya sudah tua.
***
"Assalamualaikum, Mama. Mama apa kabar? Aku kangen Mama." Serena tiba-tida datang dan langsung memeluk Andara dari belakang.
Kegiatan memasak Andara terhenti sejenak kemudian berbalik membalas pelukan menantunya. "Wa'alaikumussalam, anak Mama. Mama baik kok. Kamu apa kabar sayang? Tidak beritahu mama kalau sudah kembali, bagus sekali anak mama ini. Pasti Rehan yang ajarin, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING Art
RomanceBeberapa orang mengatakan bahwa nikah itu enaknya 5%, sedangkan 95% enak banget! Rehan membenarkan hal tersebut. Pada akhirnya Serena adalah takdirnya, menjadi tempatnya berpulang. Menjadi tempat ia menangis ketika sedih, tempat tertawa ketika ia ba...