WA 23

25.3K 2.9K 87
                                    

"Assalamu'alaikum," Interupsi suara yang tak asing lagi di telinga Rehan. Mata Rehan hampir menggelinding di lantai melihat siapa yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya dan sedang menatapnya dan Elina bergantian.

"Wa'alaikumussalam." Jawab Rehan setelah menemukan suaranya. Ia yang tadi duduk di balik meja segera berdiri menghampiri Serena. Tatapannya menelisik setiap inci wajah istrinya mencari ekspresi lain yang tersimpan di sana. Namun ia tidak menemukan selain raut ceria seperti biasa. "Sejak kapan di sini?" Tanya Rehan ingin memastikan kekhawatirannya.

"Sejak Elina minta mas menemaninya makan." Serena bergelayut manja di lengan Rehan setelah menyalami sang suami seperti biasa.

"Serena...."

Serena mengangkat telunjuk dan meletakkannya di bibir Rehan ketika laki-laki itu hendak bersuara. Ia kemudian beralih menatap Elina yang melihat dengan kebencian ke arahnya. Gadis itu bahkan tak merasa bersalah setelah apa yang diucapnya tadi. Suasana yang tadi sudah panas kini terasa asing. Rehan sendiri memilih bungkam melihat apa yang akan dilakukan istrinya.

"Aku tahu kamu tidak pernah menyukaiku, Elina. Tapi aku tidak pernah menduga bahwa level tidak sukamu sudah mencapai taraf kebencian. Tapi sepertinya kamu keliru satu hal, kamu mengeluhkanku di depan kakakmu yang noatabenya adalah suamiku, tak tanggung-tanggung kamu bahkan menjelekkanku. Jelas kamu salah orang. Kalau kata orang kamu salah server." Sebelumnya Serena tak pernah menampakkan wajah datar sedatar tembok seperti sekarang. Rehan yang mendengarkannya saja cukup terheran dan membuat bulu kuduknya meremang.

Jika saja situasi tidak dalam kondisi serius seperti itu ia mungkin akan meledek istrinya hingga pipi wanitanya akan menampakkan rona merah. Ini benar-benar sisi lain yang berbeda dan baru ia ketahui beberapa detik ini.

"Kamu benar aku gila, Elina. Kamu tahu apa? Kakakmu sendiri yang membuatku tergila-gila padanya."

Rehan yang mendengar pernyataan Serena langsung menunduk menahan tawa yang hampir tak bisa ia tahan. Jadilah ia hanya mengulum senyum sambil menunduk dalam untuk bersembunyi.

"Kamu tahu, Elina, bukannya aku tidak mau berusaha agar kau setidaknya tidak membenciku. Aku sedang mencari cara bagaimana agar kita bisa dekat. Tapi aku ternyata terlambat kamu lebih dulu mencapai level itu. Kamu benar, Elina, aku hampir gila. Aku bahkan sudah pernah berada pada tingkat sekarat. Seharusnya kamu mencaritahu tentangku lebih lengkap, Elina. Perlu kuberitahu satu hal lagi, dulu aku bisu, tidak bisa bersuara sedikit pun. Dan kamu tahu, omonganmu tadi belum seberapa daripada apa yang aku alami. Bukan, bukan aku bermaksud membanggakan diri. Akupernah mengalami hal yang lebih parah daripada kata-kata penuh kebencian darimu. Jika kamu pikir aku akan terpengaruh, tidak, Elina. Tidak sama sekali." Serena mengambil nafas sejenak sebelum melanjutkan. "Kamu sudah dewasa, Elina. Jadi aku tidak perlu membetahumu tentang apa yang baik dan yang buruk. Daripada kamu memupuk benci lebih baik kita sama-sama belajar introspeksi diri."

Serena selesai dengan ucapannya sekaligus kata hatinya. Meskipun sempat tersentil akan masalalu yang diungkit nyatanya itu tak membuat ia goyah. Dia tidak berbohong tentang apa yang dialaminya dulu, tidak pula menyembunyikan tentang depresi yang pernah menderanya. Karena itu semua adalah hal yang membuatnya sadar tentang makna hidup sesungguhnya.

Elina yang sejak tadi diam dengan wajah menekuk dalam langsung menyambar tasnya dan keluar tanpa kata. Sejujurnya ia kaget dengan kemunculan Serena yang tiba-tiba, ia tidak pernah merasa kecil seperti ini sebelumnya. Hanya Serena yang mampu membuatnya bungkam bahkan sebelum perempuan itu berbicara. Elina malu. Hal itu tidak bisa ditepisnya, ia malu entah karena apa. Entah karena ia menjelekkan Serena atau sejenis.

Sesampainya di mobil, ia menyandarkan kepalanya di stir sambil terisak pelan. Tidak peduli lagi dengan maskara yang bisa saja luntur dan membuat penampilannya berantakan. Intinya sekarang ia hanya ingin menangis bahkan ingin kembali ke negara tempatnya berkuliah sekarang juga. Isak tangisnya sedikit terhenti karena sebuah notifikasi pesan muncul dari Salsa yang ia minta untuk menemaninya makan siang ini bersama Rehan. Namun segera saja ia memberitahu perempuan ini bahwa ia tidak bisa dengan alasan tidak enak badan.

WEDDING ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang