WA 26

28.4K 2.8K 97
                                    

Kabar kehamilan Serena sudah menyebar baik di keluarga maupun di perusahaan. Ucapan selamat membanjiri ruang chat group whatsapp yang sejak semalam terus berdentingan. Senyuman di wajah Rehan belum juga pudar, kabar kehamilan istrinya benar-benar hadiah terindah yang ia dapatkan. Hingga pagi menjelang ia enggan meninggalkan ranjangnya, niat hati ia akan pergi kerja setelah izin sakit tiga hari kemarin. Namun itu akan urung ia lakukan melihat Serena yang tidak ia izinkan kemana-mana bahkan sekedar bangkit hendak ke dapur kecuali menunaikan kewajibannya kepada Sang Pencipta. Ketika Serena hendak ke kamar mandi, maka Rehan dengan senang hati menggendong sang istri bahkan menungguinya.

Tidur Serena terusik ketika merasakan usapan lembut di perutnya, dengan perasaan enggan ia terpaksa mengangkat kelopak mata dan mendapati Rehan yang sedang menunduk di depan perut dengan baju yang sedikit tersingkap.

"Assalamu'alaikum, Anak Papa apa kabar?" Sapa Rehan kecil masih menunduk di depan perut Serena yang sudah sedikit membuncit. Menurut dokter kandungan Serena bahwa umur kandungan istrinya tersebut sudah memasuki bulan ke-empat. Ia sempat khawatir karena Serena tidak mual meski sesekali menginginkan sesuatu atau bahkan mudah tertidur. Akan tetapi kondisi anak mereka sehat dan tidak mengalami mual meski jarang terjadi bukan berarti kandungannya tidak sehat.

"Sehat-sehat, ya, Nak. Jaga Mama, ya." Rehan hampir menjatuh lagi air mata bahagianya sembari mencium perut Serena.

Sementara Serena sudah meneteskan air mata melihat pemandangan yang tersaji di depannya kini. Pergerakan tangannya mengusap air mata menyadarkan Rehan bahwa Serena sudah terjaga dari tidurnya selepas subuh tadi.

"Assalamualaikum, istriku." Sapa Rehan pelan sambil mencium kening Serena lalu kedua matanya.

"Wa'alaikumussalam, Suaminya aku." Balas Serena. Panas menjalar di bagian wajahnya, menimbulkan rona merah di kedua pipi. Ah! Istrinya ini masih saja malu-malu.

"Kok bangun, sayang? Mas ganggu?" Tanya Rehan yang sudah ikut berbaring menghadap Serena. Sebelah tangannya menyanggah kepalaknya sendiri, sedang yang lain mengusap pipi itu hangat.

Serena menggeleng, ia tersenyum menatap suaminya kemudian tangannya mengusap surai Rehan yang sedikit berantakan. "Mas sudah rapi, bajunya kusut lagi."

"Nggak apa-apa, nanti ganti lagi." Jawab Rehan. "Hari ini ikut Mas ke kantor, ya?"

"Tapi ada syaratnya," Timpal Serena seraya bangkit dan duduk menghadap Rehan.

"Apa?"

"Nanti ak mau bantu, Mas, ya? Yang ringan-ringan aja." Tawarnya. Suaminya ini selalu mewanti-wanti jika ia kelelahan. Tapi tidak ada yang bisa dikerjakan sama sekali juga bikin lelah, bukan?

"..."

Taka ada jawaban yang didapatkan melainkan tatapan Rehan yang seperti fokus pada hal lain di wajahnya. Seolah tahu apa yang dipikirkan sang suami, Serena langsung menutup kedua mata Rehan dangan sebelah tangannya.

"Mas, ih!"

"Kok kamu makin seksi sih, sayang?" Rehan menurunkan tangan Serena dari wajahnya.

Serena mencebikkan bibirnya, padahal ia sudah malu setengah mati.

"Ingin banget di cium, ya?" Goda Rehan dengan mata yang memicing.

Rona kemerahan di pipinya menjalar hingga telinga. Tidak, Serena sudah tidak tahan jika terus begini, wajahnya rasanya sudah terbakar. Tanpa aba-aba ia langsung menenggelamkan wajahnya di dada Rehan. Irama jantungnya masih saja menggila. Ia terisak kecil.

Bukannya khawatir, Rehan justru terkekeh. Ia memeluk istrinya sambil mengusap pelan punggung Serena. "Sekarang mandi, ya? Oh, atau Mas mandikan saja?"

WEDDING ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang