Yang masih jomblo kalau bertahan silahkaan lanjutkan untuk baca, kalau tidak ya jangan pergi juga... wkwkwkwk
Selamat Membaca!
#bantu aku cari typo ya!
***
"Hei, ada apa? Ada yang sakit?" Rehan mengulang pertanyaannya dengan lembut. Mungkinkan ada sesuatu yang salang dengan apa yang ia lakukan?
Serena menggeleng. "Lalu kenapa istri menangis, hm?" Tanya Rehan menuntut jawaban dari gadis yang masih berbaring dengan betis yang ia tekan pelan dengan ice bag itu.
Serena menyambar bantal yang menganggur di sampingnya, menutup wajahnya dengan itu. "A....Aku malu." Katanya pelan dengan suara teredam bantal namun cukup jelas untuk didengar oleh Rehan. Serena tak sedikitpun berani menggerakkan tungkai yang masih berada di pangkuan Rehan meski ia ingin, karena merasa tidak enak sekaligus malu kepada suaminya.
Sementara Rehan sendiri hanya tersenyum geli, melihat tingkah sang istri. Jujur saja, ia juga sebenarnya masih sangat malu dan kaku sekarang. Rasanya berbeda saja ketika ia tidur di ranjang sendiri dan sekarang ada orang lain dan akan tidur di satu ranjang yang sama dengannya. Setelah merasa cukup untuk mengompres kaki Serena, ia kemudian turun dari ranjang menuju kamar mandi. Namun laki-laki itu kembali muncul dengan wajah yang sudah basah, Serena menduga Rehan sekaligus mengambil wudhu.
Serena sudah mengmbalikan bantal yang tadi ia pakai untuk menutuo wajah ke tempat semula. Matanya terus mengukuti gerakan Rehan dan kini sudah membaringkan diri di sampingnya. Tiba-tiba saja Serena tidak bisa menelan ludahnya sendiri melirik Rehan yang berbaring menghadap kepadanya sedangkan masih menghadap langit-langit dengan jantung yang semakin berdetak tak karuan.
"Kenapa belum tidur?" Tanya Rehan pelan melihat Serena dari samping. Ia pikir gadis yang baru saja menjadi istrinya pagi tadi sudah terlelap mengingat tadi bantal itu masih ada di wajah istrinya, namun ternyata ia menemukan Serena masih terjaga padahal kedua mata gadis itu sudah memerah dan beberapa kali kedapatan menguap.
"Karena Mas juga belum tidur." Jawab Serena pelan, masih belum berani menghadap kepada Rehan. Ia masih berbering menghadap depan. Ya Allah, hati Rehan menghangat untuk kesekian kalinya. Istrinya menahan kantuk hanya karena ia juga belum tidur. Kenapa semua tingkah Serena membuatnya....meleleh?
"Bagaimana perasaan istri sekarang?" Rehan senang memanggil Serena dengan sebutan istri.
"Jantungnya belum berdetak normal sejak tadi." Jawab Serena polos. Rehan yang sudah tidak tahan langsung menarik Serena dalam pelukan, menjadikan lengannya sebagai pengganti bantal untuk kepala istrinya itu.
Serena yang belum terkejut terpekik dengan garakan tubuhnya yang tiba-tiba dan sekarang mendarat dalam pelukan Rehan. Kalau seperti ini Rehan semakin membuatnya susah bernafas, tubuhnya sudah tegang luar biasa. Wajahnya menempel pada dada kokoh berbalut piama tidur yang laki-laki itu kenakan yang baru pertama Serena sadari keberadaannya. Terasa luas dan bidang.
"Tidurnya seperti ini saja dulu." Ujar Rehan pelan.
Serena lantas mendongak mendengar ucapan Rehan, "memang seharusnya seperti apa?"
"Nggak ada, sekarang istri tidur ya." Pinta Rehan karena ia pun sekarang di serang kantuk padahal sebentar lagi subuh. Serena tak berani bergerak sedikitpun, bahkan nafasnya ia tahan sejak tadi.
"Nafas, Ya Istriku. Kamu kenapa senang sekali menahan nafas?" Protes Rehan tanpa membuka mata. Sementara lengannya yang bebas, memeluk tubuh Serena. Selama ini ia mengira bahwa badan Serena itu besar karena terlihat dari gamis yang gadis itu kenakan namun ketika ia beluk seperti ini badan Serena tenyata kecil namun cukup berisi. Ingatkan Rehan untuk membelikan vitamin untuk istrinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING Art
RomanceBeberapa orang mengatakan bahwa nikah itu enaknya 5%, sedangkan 95% enak banget! Rehan membenarkan hal tersebut. Pada akhirnya Serena adalah takdirnya, menjadi tempatnya berpulang. Menjadi tempat ia menangis ketika sedih, tempat tertawa ketika ia ba...