Serena duduk berselonjoran kaki di atas kasur lantai yang dibelikan Umi dua hari yang lalu. Sesuai janjinya, semingguan ini ia menghabiskan waktu bersama Fatmah dan Alif, Si bayi mungil. Sedangkan Tariq pergi ke luar kota untuk melihat pembangunan pondok seperri yang dicita-citakan Fatmah. Suami Serena sendiri pagi tadi sudah berangkat ke kantor, begitu pula dengan Ghea.
Ia melihat Alif yang sudah tertidur karena kelelahan bermain. Fatmah sedang sibuk di dapur menyiapkan makan siang, karena Tariq mengatakan akan pulang siang ini.
"Assalamu'alaikum," mata Serena yang tadi akan terpejam terbuka kembali mendengar suara yang begitu ia rindukan, padahal mereka berpisah hanya dalam hitungan jam.
"Wa'alaikumussalam, Kekasih Hati." Kata Serena seraya menggombal.
Rehan menyengir lebar mendengar panggilan yang disematkan padanya. Laki-laki itu mendekati Serena lalu mencium kening istrinya penuh hikmat lal berpindah pada perut buncitnya, ia membisikkan sholawat di sana yang direspon dengan gerakan-gerakan kecil dari dalam sana.
"Coba tebak, Mas bawa apa." Ujarnya pada Serena.
Serena tampak berpikir keras, seingatnya ia tak pernah minta apapun dari Rehan hari ini. Ia kemudian melihat Rehan, ada sesuatu yang disembunyikannya di belakang punggung. "Nyerah deh." Katanya karena tak mampu menebak.
Rehan mengeluarkan sebuah kotak berwarna hitam dari balik punggung. Tanpa hiasan apapun kecuali logo yang mungkin dari brand yang membuat kotak tersebut. "Sebenarnya Mas juga nggak tahu. Ini dari Ayah Wisnu." Kata Rehan yang sudah penasaran ketika Wisnu mengunjunginya di kantor pagi tadi.
"Ayah ke kantor?" Tanya Serena.
Rehan mengangguk, "dikira Mbak Istri ikut mas ke kantor."
Serena mengangguk-anggukan kepala, "Ayo buka." Pinta Serena tak sabar.
Rehan pun menuruti, tangannya membuka kotak tersebut dan mendapati selembar tiket di dalam sana. Rehan dan Serena saling menatap satu sama lain seolah hendak mempertanyakan hal yang sama. Namun binar di mata keduanya tidak bisa di sembunyikan.
"Tiket ke Paris." Kata Serena mengambil kertas tersebut yang tertera namanya dan juga Rehan. Sudah termasuk dengan penginapan dan segala macamnya.
"Ayah so sweet, ya, yang." Kata Rehan, tangannya mengusap kepala sang istri.
Serena mengangguk lagi, matanya sudah berkaca-kaca karena haru. Paris termasuk dalam daftar kota yang ingin ia kunjungi bersama sang suami dan sekarang keinginan akan terwujud. "Hei, kenapa nangis?" Tanya Rehan mengusap lelehan air mata yang keluar.
Serena tak menjawab, ia justru masuk dalam pelukan Rehan. Laki-laki itu menepuk pelan punggung Serena tanpa berucap apapun lagi.
Setelah pelukan mereka terurai, giliran Rehan meletakkan kepalanya di atas pangkuan Serena. Sebelah tangan Serena ia tautkan dengan tangannya dan tak jarang membawanya mendekat ke bibir. Sedang matanya ia fokuskan pada tv yang sudah ia abaikan sejak kedatangannya tadi.
Sebelah tangan Serena memainkan rambut Rehan, ia terkikik geli saat tak sengaja menemukan satu helai rambut berwarna putih. "Mas suami sudah ada ubannya." Gumamnya.
"Masa sih, yang?" Tanya Rehan tak percaya, pasalnya selama ini ia rutin keramas dan memakai beberapa jenis perawatan rambut.
"Iya," Serena mengarahkan kamera ponselnya pada kepala Rehan, kemudian mengambil satu foto. "Ini." Katanya memberikan ponsel itu pada sang suami.
"Wih, canggih sekali ponselnya mbak istri." Katanya seraya mengambil ponsel tersebut.
"Iya, dong. Siapa dulu dong yang belikan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING Art
RomanceBeberapa orang mengatakan bahwa nikah itu enaknya 5%, sedangkan 95% enak banget! Rehan membenarkan hal tersebut. Pada akhirnya Serena adalah takdirnya, menjadi tempatnya berpulang. Menjadi tempat ia menangis ketika sedih, tempat tertawa ketika ia ba...