WA 18

26.7K 2.9K 184
                                    

Wedding Art 18

Serena sudah menyelesaikanacara masak-masaknya sore tadi dengan bantuan Ghea yang berhasil mengacaukan dapurnya. Ghea itu pintarnyaa makan bukan masak—nanti ia akan memberitahu Diaz soal kelemahan gadis itu. Serena terus saja mondar-mandir di depan pintu rumahnya menunggu suaminya pulang. Namun sampai sekarang setelah isya laki-laki itu belum juga menampakkan batang hidungnya. Sementara Ghea sudah kembali ke rumah Umi Fatmah sore hari tadi. Gadis itu bahkan membolos dari kantor karena beberapa kali atasannya menegur dan menyuruh gadis itu untuk istirahat sehari di rumah daripada pekerjaannya tidak ada yang beres.

Seharusnya hari ini Rehan tidak terlambat untuk pulang mengingat tidak ada jadwal untuk meeting di luar atau sejenisnya. Lagipula Rehan sama sekali tidak menghubungi Serena sore tadi, biasanya Rehan tak pernag absen untuk menghubungi Serena hanya untuk memberi kabar bahwa laki-laki itu akan segera pulang atau akan telat sampai rumah. Tidak biasanya Rehan seperti ini.

Ketika jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam Rehan masih belum ada tanda-tanda akan datang. Serena ragu menghubungi suaminya, takut jika Rehan sedang menyetir dan mengganggu konsentrasi laki-laki itu. Serena terus menatap pintu yang tak kunjung terbuka, matanya sudah mulai diserang kantuk. Akan tetapi sejak menyelesaikan sholat isya tadi ia belum duduk, tidak peduli dengan kakinya yang sudah pegal. Rasa khawatir cemas bercampur menjadi satu.

Sampai jarum pendek jam berubah tempat Serena akhirnya memutuskan untuk menghubungi suaminya, sayangnya yang menjawab teleponnya adalah seorang wanita yang kerap didengar ketika nomor yang dihubungi berada di luar jangkauan atau tidak aktif. Matanya akhir-akhir ini seringkali tidak bisa di ajak kompromi, bawaannya ingin tidur saja. Ketika dirasa kakinya keram, Serena duduk di depan pintu. Ia takut jika tidak bisa menyambut kedatangan suaminya, cukup dua kali ia tidak menyambut.

Sementara sebuah mobil baru saja memasuki gerbang, seorang laki-laki buru-buru keluar dari mobilnya berlari kecil menuju pintu. Tersirat rasa bersalah di raut wajah tampannya, segera ia memutar kunci yang sebelumnya selalu ia bawa.

Betapa terkejutnya Rehan melihat istrinya duduk dengan memeluk lututnya tanpa memakai alas apapun kepalanya disandarkan di atas lutu yang peremopuan itu tekuk. Wajah Rehan berubah pias, baru saja ia akan menyapa namun ternyata Serena sudah tertidur. Laki-laki itu melirik jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Gemuruh di dadanya begitu besar karena rasa bersalah. Wajah itu sedikit lelah, Rehan tahu persis Serena sedang menunggunya.

Sore tadi Elina datang ke kantornya meminta Rehan untuk mengantarnya belanja, setelahnya Rehan mengantar adiknya itu pulang dan berhasil menahannya hingga lupa waktu. Bahkan ia lupa mengabari Serena jika saja Rinai tadi tidak mengingatkan.

Merasa sedikit terusik dalam tidurnya, Serena perlahan membuka mata dan mendapati wajah Rehan sangat dekat dengannya. Matanya mengerjap polos, pikirannya belum benar-benar kembali. Saat Rehan melingkupi tubuhnya dengan lengan kekar yang selama ini jarang absen menjadi bantal tidurnya, barulah ia menegakkan kepala.

"Mas sudah pulang? Kapan pulangnya, maaf aku ketiduran." Cicit Serena.

"Maafkan, Mas. Mas tadi mengantar Elina untuk belanja dan mampir di rumah Ibu Rinai." Kata Rehan jujur. "Maaf, Mas tidak mengabari."

"Tidak apa-apa. Aku pikir Mas lembur tapi hp nya juga tidak aktif. Aku takut terjadi sesuatu sama Mas." Kata Serena lembut. Ia memeluk Rehan Erat sambil sedikit sesegukkan menenggelankan wajahnya di ceruk leher Rehan, menghirup aroma suaminya dalam-dalam seolah lama tidak bertemu. "Aku rindu, Mas." Katanya pelan.

"Mas di sini. Maafkan Mas, sayang."

"Tidak apa-apa. Mas sudah makan?" Tanya setelah pelukan mereka terurai. Dan Reha memindahkan tubuh itu ke sofa.

WEDDING ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang