Tiga keluarga kini mengisi private room di sebuah restauran mewah yang ada di salah satu mall atas rekomendasi Ghea. Namun tak urung tetap dituruti oleh Fatmah dan Tariq. Keponakan mereka satu ini seperti memiliki seluruh daftar tempat makan di jakarta. Sementara Serena sejak tadi duduk dalam keterdiaman, justru tangannya yang tak bisa diam mengotak-atik ponsel di tangannya. Bukan tanpa alasan, ia sedang menunggu sang suami di seberang sana karena belum juga menjawab telepon.
"Belum diangkat, sayang?" Tanya Andara melihat Serena yang uring-uringan.
Serena menggelengkan kepala menunduk sedih. "Kenapa Mas tidak angkat teleponnya sejak sore?" Cicitnya hampir menangis.
"Mungkin masih kerja, Re." Sahut Ghea yang turut sedih.
"Mas bilang kerjanya nggak full sampai sore."
"...."
"Assalamualaikum,"
Baru saja Ghea akan membalas perkataan Serena, tapi ucapan salam menginterupsi kalimat yang hendak keluar tersebut. Ia sempat melemparkan pandangan sekilas ke arah pintu. Meski sudah tahu sosok itu, tetap saja ia penasaran. Setelah terakhir kali pertemuan mereka yang berakhir tidak baik-baik saja, kini dipertemukan dalam acara keluarga yang bahkan di luar rencana. Siapa yang sangka jika Umi dan Abinya turut mengundang keluarga Wisnu. Ia hanya sempat mendengar bahwa yang akan ikut makan malqm bersama mereka hanya Andra. Bahkan ayah dari bos sekaligus suami Serena itu turut hadir.
"Ghea!" Panggil Serena sedikit keras karena Ghea belum juga merespon perkataannya.
"Eh, iya?" Kata Ghea salah tingkah. Namun Serena justru tersenyum jahil sambil memicingkan mata penuh curiga.
Ghea mengangkat alisnya membalas dengan tatapan yang sama. Sejak sore tadi baru kali ini ia menemukan senyum diwajah sahabatnya itu.
"Kata Mas Suami, eh...." Serena menutup mulutnya karena kecoplosan. "Maksudku, kata Mas Rehan, Ghea harus traktir kami semua malam ini..."
"Apa?!" Teriak Ghea spontan yang dibalas gelak tawa oleh yang lain. Ghea tidak pelit, menurutnya, tapi lebih kepada irit. Hanya saja soal makan dengan status ditraktir dia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan. Namun beda halnya jika dia yang meneraktir, ia akan pilih-pilih tempat yang bersahabat dengan dompet.
"Nggak-nggak, mana ada aku yang traktir. Abi dan Umi saja." Protesnya sambil melihat ke arah Fatmah dan Tariq.
"Sudah, sudah, biar ayah saja yang traktir." Kata Wisnu.
"Alhamdulillah, makasih, Ayah." Kata Ghea .
"Ciieee! Udah manggil Ayah saja." Ledek Serena. Ia tahu jika Ghea dan kakaknya itu sedang ada masalah. Diaz tak pernah cerita apapun akhir-akhir ini. Begitu pula dengan Ghea yang lebih cenderung tertutup.
Mendengar hal tersebut tercetus dari bibir Serena, Ghea menatap tajam ke arah perempuan yang sama sekali tak menampakkan wajah bersalah tersebut. Sekalipun bola mata Ghea tak seolah hendak keluar, tetap saja Serena bak orang tak terlibat apapun.
Bukannya melihat Ghea, justru Serena melirik ke arah Wisnu yang duduk tepat di depannya. Ayahnya itu hanya tersenyum saat yang lain mengeluarkan kekehan. Tiba-tiba Serena diserang panik, bagaimana jika ayahnya marah? bagaimana jika ....
Perempuan tersebut menggeleng mengusir pikiran-pikiran negatif yang hinggap di kepalanya. Tidak mungkin ayahnya marah dengan gurauannya, kan? Serena melirik ke arah Delia yang juga ikut terkekeh dan itu sedikit membuat perasaannya tenang.
"Dek, mau temenin kakak belanja?" Tanya Diaz.
Hampir saja air mata Serena jatuh jika Diaz tidak menginterupsi. Ia mengusap kedua matanya dengan cepat, dan mengangguk untuk mengiyakan ajakan Diaz. Serena yang akhir-akhir ini cengeng dan sensitif terhadap hal-hal yang bahkan tidak penting sedikit pun. Ia sadar akan hal itu, akan tetapi kadang ia belum bisa mengatur perasaannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING Art
RomanceBeberapa orang mengatakan bahwa nikah itu enaknya 5%, sedangkan 95% enak banget! Rehan membenarkan hal tersebut. Pada akhirnya Serena adalah takdirnya, menjadi tempatnya berpulang. Menjadi tempat ia menangis ketika sedih, tempat tertawa ketika ia ba...