Yang masih jomblo kalau bertahan silahkaan lanjutkan untuk baca, kalau tidak ya jangan pergi juga... wkwkwkwk
Selamat Membaca!
#bantu aku cari typo ya!
#jangan lupa spam komen yang banyaaakkkkk! Biar aku semangat nulisnya. :D
#jangan lupa follow ig-ku ya...
Ig: @miss_n714Hehe
***
Rehan kini duduk di kursi kebesarannya menunggu seseorang yang menghubunginya beberapa waktu yang lalu agar ia menyediakan waktu untuk orang tersebut. Lama ia menunggu, pintu terbuka tanpa ketukan. Oh tentu saja ia tahu siapa itu. Itu adalah laki-laki yang sedang di tunggunya saat ini.
Diaz masuk dengan wajah ditekuk, berjalan menuju sofa dalam ruangan sahabatnya kemudian menghempaskan diri. Rehan tidak bangkit, tidak juga menyapa Diaz. Ia tahu jika sahabatnya ini sedang galau, bukan seperti Diaz saja.
"Sebenarnya gue kurang apa lagi coba? Pekerjaan sudah, ganteng? Iya. Gue kurang apa lagi?!" Gerutunya lebih kepada diri sendiri. Sedangkan Rehan hanya menggelengkan kepala tak habis pikir.
"Lo bicara apa sih?" Tanya Rehan.
Diaz menatap Rehan sekilas lalu menghela nafas berat. "Gue baru saja di tolak." Ujarnya.
1 detik
2 detik
3 detik
Suara tawa meledak dalam ruangan tersebut. Tentu asal tawa itu dari Rehan, beberapa hari terakhir ini sahabatnya ini sering menghubunginya menceritakan tentang seorang gadis yang Rehan tidak tahu batang hidungnya seperti apa karena Diaz tak kunjung memberitahunya nama gadis yang dimaksud.
"Lo nggak berkhayal, kan, tentang cewek yang Lo maksud?" Tanya Rehan akhirnya duduk di sofa depan sahabatnya itu.
"Terus Lo kira gue suka sama cewek di imaginasi gue?" Sewot Diaz.
Rehan mengangkat bahu, "siapa tahu, kan, selama ini lo nggak ada kasih tahu gue nama gadis yang lo maksud. Gue jadi curiga itu hanya khayalan lo."
"Adik ipar nggak sopan!" Desis Diaz. "Dia anak buah Lo. Namanya Ghea. Puas Lo?!" Sarkasnya.
"APA?! Lo suka sama Ghea?" Rehan menatap Diaz tak percaya pada Diaz. "Wah, wajar kalau selama ini Lo bilang gadis itu judes dan sulit didekati. Sangat wajar. Kok gue baru nyadar sekarang. Nanti gue bilangin sama istri gue, biar lo dibantu. Kasian juga gue lihat lo kayak laki-laki tidak terurus seperti ini." Ia menatap Diaz dengan tatapan prihatin.
"Jangan! Jangan coba-coba lo ngomong sama Serena. Dia ngancam gue kalau sampai Serena tahu dia benar-benar akan marah besar...."
"Dan lo turutin perkataannya?"
"Tentu saja."
Rehan mengelus dadanya agar ia bersabar dengan kelakuan Diaz. Diaz itu keras kepala, ia tahu itu. Namun Diaz menuruti perkataan Ghea yang notabenya adalah gadis yang mulutnya kelewat tajam itu sungguh luar biasa.
"Terus bagaimana ceritanya dia nolak lo? Secara seperti yang lo bilang, walau berat tetap gue akui lo memang tampan dan jangan lupa kantong lo tajir." Kata Rehan.
"Lo tahu sendiri dia sama seperti adik gue yang tidak mau pacaran sebelum dihalalkan. Jadi gue memutuskan untuk lamar dia kemarin. Dia bilang gue tidak benar-benar memikirkannya dan hanya menuruti kemauan semu. Dia juga bilang kalau gue hanya pensaran. Jangan lupa ia terang-terang bilang kalau dia hanya manfaatin gue untuk bisa menikmati makanan yang harganya selangit katanya. Memang benar beberapa kali gue ajak dia bertemu di tempat yang makanannya tidak bikin kenyak namun harganya lumayan. Dia ngomong seperti itu, bukannya gue marah malah tertawa." Gerutu Diaz. Ghea itu kalau ngomong, kalah pedasnya ayam geprek cabai sepuluh. Kejujuran gadis itu juga kadang buat orang gondok, tidak ada manis-manisnya. Jika diperhatikan Ghea punya paras biasa. Tapi Diaz tak pernah bisa membohongi perasaannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING Art
RomanceBeberapa orang mengatakan bahwa nikah itu enaknya 5%, sedangkan 95% enak banget! Rehan membenarkan hal tersebut. Pada akhirnya Serena adalah takdirnya, menjadi tempatnya berpulang. Menjadi tempat ia menangis ketika sedih, tempat tertawa ketika ia ba...