Usai menikmati makanan mereka, Rehan segera mencari washtafel sementara Serena duduk di kursinya sambil memainkan ponsel miliknya. Rehan berjalan pelan dan berhenti di belakang Serena untuk melihat apa yang sedang dicari oleh istrinya sampai terlihat sangat fokus menatap benda pipih tersebut. Rehan mengintip sedikit, istrinya sedang membuka aplikasi online shop yang menampilkan gambar-gambar ponsel terbaru di sana. Rehan baru menyadari bahwa ponsel istrinya sudah retak dimana-mana dan jenis ponsel yang digunakan Serena adalah jenis ponsel lama, Rehan sampai lupa itu keluaran tahun berapa. Kemudian menekan salah satu gambar dengan harga paling murah diantara gambar yang di tampilkan.
Setelehanya perempuan itu mencari dengan kata kunci lain, sepatu pentofel pria. Serena cukup jeli dalam memperhatian brand hingga matanya tertuju pada salah satu sepatu berwarna coklat. Perempuan itu segera mengklik pada gambar dan melihat detail ukuran yang tersedia di sana. Sepertinya ukuran yang dia cari kehabisan hingga ia mengklik roomchat menanyai pemilik store akan ketersediaan sepatu tersebut dengan ukuran yang ia inginkan. Rehan masih belum bersuara, masih memantau istrinya. Namun saat balasan dari pemilik store, Serena menghela nafas pelan seolah kecewa dengan jawaban stok kosong di sana. Serena kembali mencari sepatu yang lain, Rehan yakin sepatu yang tadi membuat istrinya tertarik adalah yang termahal di antara yang lain—bahkan lebih mahal dari ponsel yang tadi istrinya lihat dan tentunya kualitas yang disuguhkan tentu saja tidak main-main.
Rehan kembali berbalik tanpa suara, Serena masih tak menyadari kehadiran singkatnya setelah selesai mencuci tangan tadi.
Serena melihat ke segala penjuru dan suaminya belum juga terlihat. Lalu ia menghampiri seorang pelayan yang sedang membersihkan meja di tak jauh dari tempatnya duduk.
"Permisi, Mbak," sapanya. Pelayan tadi langsung menoleh dan tersenyum kepada Serena.
"Ada yang bisa saya bantu, bu?" Tanya pelayan tersebut.
"Mbak, nanti kalau suami saya mencari saya tolong bilang saya ke toilet sebentar, ya. Saya tadi duduk di meja nomor lima. Tolong bilang untuk tunggu saya sebentar ya, mbak."
"Baik, bu. InsyaAllah nanti saya sampaikan."
"Terima kasih, mbak. Kalau begitu saya pergi sebentar." Kata Serena berlalu dari hadapan pelayan tersebut.
***
Dua puluh menit kemudian Serena kembali namun belum mendapati suaminya di sana. Ia cukup lega setidaknya suaminya belum kembali saat ia pergi tadi. Satu paper bag kini ia jinjing di satu tangannya dan kembali menduduki kursi yang tadi ia dan Rehan tempati. Akan tetapi Serena cukup heran kemana suaminya itu pergi, saat kembali mengedarkan matanya ia menemukan siluet orang yang tengah ditungguinya berjalan di sana. Serena sedikit mengulas senyum saat melihat sosok itu. Rehannya yang tampan.
Rehan kembali dengan sebuah tas di tangannya bertuliskan nama salah satu brand smartphone yang sudah sangat terkenal. "Maaf, mbak istri nunggu lama." Rehan mencium kepala istrinya. Ia kembali duduk di samping Serena lalu mengangkat tas yang tadi di bawanya ke atas meja memberikannya kepada istrinya.
"Ini apa?" Tanya Serena.
"Buat mbak istri. Buka saja." Kata Rehan sambil tersenyum hangat.
"Ini...." Serena terkejut dengan kotak berisikan ponsel baru yang masih tersegel rapi.
"Ponsel untuk Mbak istri." Katanya Rehan.
Serena terpaku sejenak, mata sudah mulai berair karena terharu, darimana suaminya tahu? Ia tadi memang mencari-cari ponsel untuk menggantikan ponselnya yang sudah retak layarnya tersebut. Tapi belum berniat untuk membelinya sekarang mengingat harganya cukup mahal. Ia berniat akan membelinya ketika harganya lebih murah. Serena memeluk pinggang suaminya posesif.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING Art
RomanceBeberapa orang mengatakan bahwa nikah itu enaknya 5%, sedangkan 95% enak banget! Rehan membenarkan hal tersebut. Pada akhirnya Serena adalah takdirnya, menjadi tempatnya berpulang. Menjadi tempat ia menangis ketika sedih, tempat tertawa ketika ia ba...