Rasanya baru kemarin mereka berkenalan, tapi kini mereka sudah tinggal di satu atap yang sama sebagai pasangan. Perjalanan rumah tangga mereka hingga sekarang terasa begitu sangat menyenangkan. Tentu saja bumbu pedas-asam-manisnya selalu ada,tapi entah itu Serena ataupun Rehan tak pernah saling enggan untuk meminta maaf duluan. Sekarang ini misalkan, sejak pagi sang istri tidak seceria biasanya, walaupun perempuan itu tetap melaksanakan tugasnya untuk menyiapkan ini itu untuk Rehan berangkat kerja namun wajahnya sedikit dingin. Bukan tanpa alasan, dari semalam wanitanya itu sedikit marah gara-gara harus ditingal ke luar kota.
Ada beberapa hal yang harus ia tangani secara langsung sekaligus sidak karena ada beberapa berita tak sedap didengar. Rehan sudah belajar dari pengalaman, bagaimana orang yang paling ia percaya melakukan pengkhianatan, melakukan kecurangan hingga banyak pihak yang merasa sangat dirugikan. Dan kepergiaannya nanti malamlah yang mambuat isrinya tercinta menekuk wajah.
"Masih marah, hmmn?" Tanya Rehan sambil memeluk Serena dari belakang, menyandarkan dagunya di atas pundak sang istri.
Serena tak jua bergeming, wanita cantik itu terus saja melakoni pekerjaannya mencuci piring yang entah sudah berapa kali ia lakukan--benar sekali, itu adalah piring yang sama yang ia cuci sejak Rehan menyelesaikan sarapannya.
Rehan dengan cepat mengambil piring dari tangan Serena sebelum wanita itu mencucinya lagi. "Mas nggak akan pergi kalau Mbak istri tidak mengijinkan." Putus Rehan. Bagaimanapun ia harus tetap mengutamakan Serena karena beberapa hari belakangan sejak acara tujuh bulanan kehamilannya Serena sering mengalami kelelahan. Walaupun wanita berparas manis itu tidak pernah mengeluh. Rehan mengetahui ketika tidak sengaja ia bangun tengah malam dan mendapati Serena mengerang kesakitan. Tapi ketika ia menanyakan apa yang membuat istrinya itu sakit, Serena hanya berdalih bahwa ia hanya mimpi.
Serena berbalik untuk melihat Rehan, "Maafi aku, Mas. Mas boleh pergi, tapi jangan lama-lama." Cicitnya sambil menunduk pasrah.
"Hei, mas nggak akan pergi, sayang."
"Aku izinin Mas pergi. Tapi aku boleh minta oleh-oleh?"
Rehan cukup takjub melihat perubahan emosi istrinya yang sekarang justru menunjukkan cengiran kuda.
"Beneran?" Tanya Rehan masih tak percaya.
"Bener, Mas."
"Jadi, Mbak istri mau oleh-oleh apa?"
"Nanti Mas kalau sudah sampai di sana Mas harus foto di Maimoon Palace." Katanya sambil mengedipkan kedua mata penuh minat.
Rehan berpikir sejenak lalu dengan mantap berkata, "Oke, sesuai pesanan tuan putri."
"Pulangnya jangan lama-lama. Gak boleh tergoda sama perempuan di sana. Ingat istri Mas Suami itu sudah cantik, baik, rajin mena...."
Cup!
Sebuah kecupan hangat di bibir Serena menyela kalimat yang belum ia selesaikan, wajah Serena langsung memerah. Ia menunduk malu.
"Masih aja malu, sama suami sendiri."
"Mau bagaimana lagi." Cicit Serena yang melihat Rehan dengan ragu-ragu.
"Mau lagi?" Tanya Rehan menggoda istrinya.
Serena nampak bingung, "mau apa?"
Rehan berdecak, "punya istri polos banget ternyata juga cobaan. Astaghfirullah." Ucap Rehan terang-terangan. Kadang ia masih tidak percaya kalau Serena sepolos itu yang bahkan jatuhnya bukan polos tapi....
"Heh, kok Mas suami gitu." Protes Serena langsung memukul pelan lengan Rehan.
"Maafin, Princess." Ujar Rehan memeluk gemas istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING Art
RomanceBeberapa orang mengatakan bahwa nikah itu enaknya 5%, sedangkan 95% enak banget! Rehan membenarkan hal tersebut. Pada akhirnya Serena adalah takdirnya, menjadi tempatnya berpulang. Menjadi tempat ia menangis ketika sedih, tempat tertawa ketika ia ba...