Pemaksaan Adam

21.9K 1.1K 49
                                    

Happy Reading! 😘

👶👶👶

Freya berjalan dengan tergesa-gesa di sepanjang koridor rumah sakit sambil meneteskan air matanya. Ia benar-benar tidak percaya akan hal yang baru saja dia dengar. Lebih tepatnya, menolak untuk percaya.

Langkahnya terhenti saat kepalanya membentur dada bidang milik seseorang dengan cukup keras.

Tapi, Freya tidak mendongak maupun menunduk. Ia ingin meminjam dada bidang milik orang yang baru saja ia tabrak itu untuk sebentar saja.

Freya sangat membutuhkan sandaran saat ini. Mengenai siapa orang tersebut, jujur Freya sudah tidak peduli lagi. Yang terpenting ia bisa mendapatkan kenyamanan dari si pemilik dada bidang tersebut.

"Freya? Kamu kenapa? Kok nangis?" tanya orang yang Freya tabrak tadi.

Freya mengerutkan alisnya heran. Bukan, dia tidak merasa heran karena si pemilik dada bidang tersebut bersuara bariton. Tentu saja tidak begitu karena mana ada perempuan yang dadanya sebidang ini?

Walau pikirannya sedang kalut, otak Freya untungnya masih bisa bekerja dengan baik.

Yang membuat Freya merasa heran adalah ia seperti mengenal si pemilik suara bariton ini. Suaranya terdengar sangat familiar.

Kedua mata Freya membelalak kaget saat kedua maniknya bersiborok dengan kedua manik milik pria itu.

"OM ADAM?!! KOK BISA ADA DI SINI?!!"

Adam menaikkan satu alisnya. "Ya bisalah, kan ini tempat umum, Freya. Kamu gimana sih?" tanyanya balik yang diakhiri dengan sebuah kekehan kecil.

Freya manggut-manggut saja.

Adam menghela nafas melihat raut Freya yang masih saja kelihatan murung. Sebenarnya, masalah apa yang sedang menimpa dirinya? Batinnya bertanya-tanya.

Melihat Freya yang masih saja melamun di tempat, Adam pun serta-merta menarik pergelangan tangannya untuk ia tuntun menuju tempat dimana ia memarkirkan mobilnya beberapa waktu yang lalu.

Freya yang tersadar dari lamunannya pun sontak berusaha untuk melepaskan tangannya dari genggaman nya Adam. "Eh, eh, om mau bawa aku ke mana?"

Adam menoleh sebentar ke arah Freya. "Udah ikut aja. Nanti juga kamu tahu."

Freya mendengus. "Tapi nggak harus pake gandengan juga kan, om?" cibirnya menyindir.

Adam terkekeh pelan. "Ya nggak papa dong, anggap saja saya lagi modus atau nggak lagi mencari kesempatan dalam kesempitan."

Freya menganga, menatap Adam dengan sorot tidak percaya sekaligus kagum. "Jujur amat sih om jadi orang," kekehnya geli, geleng-geleng kepala.

Adam hanya mengangkat bahunya acuh menanggapi ucapan Freya barusan.

Kini mereka sudah duduk dengan nyaman di dalam mobil Adam dengan posisi Adam di balik setir dan Freya di sisi kirinya.

Adam pun menggeser badannya ke samping supaya bisa melihat wajah Freya dengan jelas saat berbicara nanti. Begitu juga dengan Freya.

"Jadi?" tanya Adam kurang jelas.

Freya mengernyit. "Jadi apa dulu nih om?"

"Jadi, sudah mau bicara sekarang mengenai alasan kenapa kamu menangis tadi?"

Freya menunduk. Ia menggigit bibirnya lalu menggeleng pelan.

Adam yang melihat itu pun kembali menghela nafasnya pelan. Setelah itu, ia membantu mengangkat dagu Freya menggunakan jari telunjuknya.

FREYDAM | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang