Terpaksa Nurut

17.3K 816 7
                                    

Happy Reading! 😘

👶👶👶

"Ayo dong, om! Mau ya? Lagian, waktu itu kan aku yang terpaksa menuruti keinginan om. Nah, sekarang giliran om dong yang harus nurutin kemauanku," bujuk Freya dengan memasang raut wajah memelas.

Adam menghela nafas. Satu tangannya ia gunakan untuk memijat pelipisnya yang tiba-tiba saja berdenyut. "Tapi masalahnya, keinginan kamu yang satu ini tidak masuk akal, Freya."

Freya mengernyit. "Tidak masuk akal gimana sih om? Kan aku hanya minta dibeliin spaghetti sama bumbu rujak."

"Maksud saya, nggak masuk akal buat saya karena saya belum pernah pergi belanja buat bahan masakan seperti itu."

Freya mendengus. "Ya udah deh, kalau gitu aku ikut nemanin om belanja."

Adam baru bisa tersenyum dengan leluasa. "Nah, kalau gitu sih saya setuju dan nggak merasa keberatan sama sekali."

Freya hanya mencibir. "Bilang aja minta ditemenin sama aku. Dasar om-om suka modus!"

Adam hanya menanggapi cibiran Freya dengan tertawa geli.

👶👶👶

"Ih, om kok main maksa mulu sih? Ngebet banget deh supaya bisa berduaan terus sama aku."

Adam menghela nafas. "Ini bukan masalah pengen berduaan terus sama kamu. Tapi kan tadi kamu udah sepakat buat temenin saya belanja, Freya."

Freya menunjuk handphonenya lalu handphone yang berada di tangan Adam. "Nah, ini kan aku udah bantu om. Om turun terus beli, aku tetap tinggal di mobil sambil video call-an sama om buat ngasih om instruksi dan perintah."

Lalu dengan polosnya Freya menambahi, "Itu termasuk aksi membantu om buat belanja kan? Lagian, cuma dua barang aja loh. Mie spaghetti sama bumbu rujak. Nggak bakal memakan waktu yang lama kok."

Adam lagi-lagi menghembuskan nafasnya kesal. Ia mengusap-usap wajahnya karena merasa frustasi.

Kalau tahu begini, lebih baik ia pergi sendirian aja tadi tanpa membawa Freya bersamanya. Padahal beberapa menit yang lalu ia sudah merasa tenang karena tidak harus kikuk saat belanja sendirian nanti. Eh, ini Freya malah meluluh lantahkan seluruh harapannya untuk bisa belanja dengan tenang dan tanpa rasa takut merasa canggung.

"Kalau kayak gini, saya sama aja belanja sendirian, Freya. Kamu gimana sih?"

Freya mengedikkan bahunya santai. "Udah deh om, daripada om sibuk ngomel mulu, mending om masuk aja deh ke dalam." Ia pun mendesak Adam untuk membalikkan badannya lalu mendorong-dorong pria dewasa itu untuk buruan keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam supermarket. "Cepetan belanjanya ya om. Aku tunggu di sini."

Sebelum pintu tertutup, Freya sempat menambahkan, "Om tenang aja, nggak usah takut merasa canggung nanti. Kan handphone kita terhubung dengan panggilan video call, jadi om tinggal ngobrol aja sama aku."

Adam menghembuskan nafasnya dengan sekali sentak sebelum kemudian, mulai melangkahkan kedua kakinya secara bergantian untuk memasuki supermarket itu.

"Kalau bukan karena untuk anakku, aku pasti tidak mau melakukan hal ini," gumamnya sangat pelan.

"Hah? Om ngomong apa barusan? Aku nggak bisa dengar dengan jelas. Omongan om putus-putus tadi," sahut Freya dari layar ponsel Adam.

Adam menepuk dahinya pelan. Ia lupa kalau handphonenya sekarang sedang tersambung dengan panggilan video call bersama si biang kerok yang berhasil membuat Adam sengsara dan tersiksa sebentar lagi.

Untung tadi aku hanya bergumam saja. Batinnya, menghembuskan nafas lega.

Freya terkikik geli saat melihat wajah Adam yang sedang dumel-dumel sendiri dari layar handphonenya. Kalau kayak gini, si om-om satu ini kelihatan menggemaskan juga ya? Imut-imut gimana gitu. Batinnya tertawa geli.

FREYDAM | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang