Mama Mertua

8.5K 598 14
                                    

Happy Reading! 😘

👶👶👶

Baru saja bangun dari tidur siangnya, Freya terpaksa harus langsung berjalan menuju pintu utama saat suara bel yang nyaring, memekakan telinga—menggema ke seluruh penjuru rumah Adam yang sekarang sudah menjadi rumahnya juga.

Freya mengerutkan keningnya saat melihat seorang nenek-nenek dengan gaya jaman now berdiri di hadapannya—sedetik setelah ia membuka lebar pintu depan. "Hmmm, siapa ya? Nenek lagi cari siapa?"

"Nenek?" beo Santi. Otaknya tampak sedang loading dulu. Setelah sudah sadar sepenuhnya, Santi pun refleks menajamkan sorot matanya—menghunus netra Freya yang tampak kebingungan. "Saya tidak setua itu, gadis!"

Freya menaikkan satu alisnya lalu terkekeh kecil. "Nama saya bukan gadis, nek. Tapi Freya. Nenek boleh memanggil saya dengan sebutan Freya saja."

Santi melotot lagi. "Enak saja kamu manggil saya nenek! Saya bukan nenekmu! Dan lagi..." Bibirnya mengerucut sedih. "Saya juga belum jadi seorang nenek karena anak saya belum kasih saya satu cucu pun."

Freya pun refleks menepuk-nepuk pundak Santi, berusaha menghibur wanita yang ia panggil 'nenek' itu. "Kalau gitu, nenek mau masuk dulu nggak? Nanti saya bantu nenek buat cari anak nenek."

Freya berkata seperti itu karena ia pikir kalau Santi sedang tersesat dan kesasar di rumah orang lain. Mungkin si nenek lupa alamat rumah anaknya makanya sampe kesasar di rumah kami. Batin Freya berpikir positif.

Santi hanya mengangguk saja. Kurang mendengarkan ucapan Freya barusan dengan jelas. Maklum, faktor umur tidak bisa berbohong. Fungsi alat pendengar alami Santi sudah agak berkurang, tidak seefisien dan sebagus dulu.

Mungkin kalau tadi Santi mendengar ucapan Freya dengan jelas, dia pasti sudah mencak-mencak seketika. Mengomel panjang lebar karena Freya sudah kurang ajar—seolah secara tidak langsung mengatakan kalau Santi hanyalah orang asing di rumah anaknya sendiri. Padahal kenyataannya, Freya tidak tahu kalau Santi adalah mama mertuanya dan Santi juga tidak tahu kalau Freya adalah menantu yang dimaksud oleh Adam waktu itu.

"Bentar ya nek, Freya ambil minuman dulu buat nenek." Setelah mengucapkan hal itu, Freya pun langsung pergi menuju dapur untuk membuatkan secangkir teh hangat untuk Santi.

Tak perlu waktu yang lama, Freya pun sudah kembali ke ruang tamu dengan membawa secangkir teh hangat yang sudah ia seduh dengan sepenuh hati khusus untuk Santi.

Santi pun menerima cangkir berisi teh hangat itu dari tangan Freya. "Makasih Freya."

Freya hanya mengangguk seraya memberikan senyuman manisnya pada Santi. Setelah itu, ia baru mendudukkan dirinya di sofa seberang tempat Santi duduk bersandar sambil menyeruput teh hangat buatan Freya tadi.

Setelah puas menikmati teh hangat buatan Freya, Santi baru meletakkan cangkir yang sudah tidak berisi apa-apa lagi itu ke atas meja terdekat. "Teh manis buatan kamu enak. Nggak terlalu manis dan nggak terlalu pahit juga."

Freya tersenyum senang. "Makasih atas pujiannya, nek."

Santi mengangguk, balas tersenyum. "Sama-sama."

"Oh ya, kamu sudah berapa lama kerja di rumah ini?" tanya Santi penasaran.

Freya mengerutkan keningnya bingung. "Hah? Kerja? Maksud nenek apa?"

Belum lagi Santi membuka mulutnya untuk bersuara, Adam tiba-tiba saja turun dari lantai atas dan masuk ke ruang tamu.

Adam tampak terkejut melihat Santi sudah duduk santai di atas sofa miliknya. "Loh, mama kapan sampenya? Kenapa nggak bilang ke Adam dulu? Kan biar Adam bisa jemput mama di bandara."

FREYDAM | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang