Happy Reading! 😘
👶👶👶
Kejora memanggil Adam—membuat pria itu refleks menghentikan langkahnya mendekati mobilnya yang terparkir di pekarangan depan rumah keluarga Gentala.
"Ada apa Key?" tanya Adam, mengangkat alisnya.
Kejora menarik nafasnya terlebih dahulu sebelum mulai mengatakan hal yang sebenarnya ingin disampaikan pada Adam sedari tadi.
"Aku tahu kau tidak akan pernah menyakiti putriku."
Adam menaikkan alisnya sebentar lalu terkekeh geli. "Tentu saja. Aku tidak akan mungkin sengaja menyakiti putrimu." Adam berkata seperti itu karena ia tahu—ada kemungkinan untuknya menyakiti Freya dengan tidak sengaja. Namanya juga manusia, pasti ada saja saat-saat dimana kita menyakiti orang yang kita sayangi secara tidak sengaja. Bahkan kadang tanpa kita sadari.
Kejora mengangguk. "Baguslah kalau seperti itu." Tapi, sejurus kemudian—Kejora memasang raut seriusnya. "Jangan pikir kalau tadi aku selalu membantumu keluar dari kemarahan Bintang, itu artinya aku terima-terima saja kau melecehkan putriku. Kalau memang kalian melakukannya karena sama-sama mau-" Kejora menarik nafas lalu menghembuskannya dengan hati terasa agak berat. "-Walaupun itu dosa... tapi karena sudah terjadi, mau gimana lagi? Kita harus berdamai dengan kenyataan kan?"
Adam manggut-manggut setuju.
Kejora melanjutkan ucapannya lagi. "Yang terpenting, jangan sampai kau menyakiti anakku, baik secara fisik maupun mental—atau kau akan merasakan akibatnya. Ingat!"
Adam tentu saja mengangguk mengerti. "Tentu saja. Aku akan mengingatnya. Dan aku juga berjanji akan menjaga putrimu sepenuh hatiku dan sekuat tenagaku."
Kejora mengangguk. Merasa cukup puas dengan jawaban yang diberikan oleh sahabatnya itu. Hatinya juga sudah merasa mendingan setelah berbicara dengan Adam. "Sebaiknya kau tidak mengingkari janjimu itu—atau kau akan berurusan dengan kepala banteng kami."
Keduanya pun sama-sama tertawa.
Kejora memang sama seriusnya dengan Bintang kalau sudah mengenai kebahagiaan putrinya. Bedanya, Kejora tidak terlalu kentara menunjukkannya seperti Bintang. Dia lebih suka mengkonfrontasi atau berbicara empat mata dengan orang yang bersangkutan langsung. Seperti yang ia lakukan saat ini.
"Ya udah, kalau gitu kau pulang aja dulu. Tapi ingat, besok kami menunggu lamaranmu untuk Freya."
Adam mengangguk mengerti. "Oke. Kalian tenang saja. Aku pasti akan melamar putrimu besok."
Kejora pun menutup pintu depan rumahnya tanpa menunggu mobil Adam untuk keluar dari pelataran rumahnya terlebih dahulu. Toh, juga ada satpam yang akan membukakan pagar untuk pria itu.
Tapi, tak bisa dipungkiri, hati Kejora sudah lebih tenang dari sebelumnya. Ia pun bergumam sambil berdoa di dalam hatinya, "Semoga ini adalah keputusan yang paling tepat." Amin.
👶👶👶
"Harusnya kamu bersyukur karena kamu sudah bertemu dengan jodohmu lebih dulu daripada teman-temanmu yang lain."
Freya mengerutkan keningnya. "Emang siapa jodohku?"
Adam menunjuk dirinya sendiri sambil tersenyum manis. "Saya."
Freya menatap aneh ke arah Adam. "Dih. Itu mah maunya om Adam kali."
Adam mengangguk membenarkan. "Memang. Tapi kerennya, kemauan saya terkabulkan kan? Padahal kelihatannya agak mustahil buat kita saling berjodoh."
Freya mengangkat bahunya acuh. "Mungkin karena om terlalu niat kali doanya makanya Tuhan merasa kasihan." Ia lalu mencebikkan bibirnya—cemberut. "Tapi masalahnya, malah aku deh ujung-ujungnya yang jadi korban. Padahal seharusnya—aku yakin banget, aku pasti tadinya; yang jadi jodoh Ji Chang Wook oppa. Kan kasihan jodohku yang sebenarnya. Dia jadi harus cari jodoh lain. Mana harus nunggu waktu lebih lama lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
FREYDAM | END
Lãng mạnAdam Ganendra (40) dipaksa ibunya untuk segera memberikan dirinya seorang cucu. Adam yang memang tidak pernah berkeinginan untuk menikah lagi pun melakukan cara lain yaitu inseminasi buatan. Ia akan mencari seorang wanita yang mau dia bayar untuk me...