12. Ha?

25 9 0
                                    

Sistem langit itu sangat kompleks, tidak bisa dijabarkan sekaligus. Tenang, sepanjang kisah ini, perlahan-lahan, alasan-alasan tak masuk akal akan menjejali kepala kalian satu-persatu. Jadi, persiapkan leher untuk terus mengangguk-angguk.

<>~<>~<>~<>

Dengan hati-hati Ivanka melangkahkan kakinya keluar peron. Tangan kanannya menggenggam erat tali tas selempang agar tidak melorot dari pundaknya. Sementara tangan kirinya menarik koper. Hanya ada satu penumpang yang turun di  stasiun kecil ini. Dan itu adalah dirinya. Ya, wajar saja karena desa tempatnya tinggal memang jarang memiliki pengunjung. Salah satu kendalanya adalah akses transportasi. Di Desa tempatnya tinggal, memang masih sangat menjaga alam sehingga transportasi tidak boleh masuk ke Desa, dan orang-orang harus berjalan kaki dari gerbang desa menuju tujuan.

Selamat datang di Desa Lembah Terjaga. Ivanka tersenyum, menatap lamat papan nama yang berada tepat di gerbang kedatangan.

"Aku pulang."

<>~<>~<>~<>

Resah. Itulah yang Bulan rasakan. Sudah sejak tadi ia turun ke Bumi agar bisa membaca majalah. Namun, orang yang di tunggu tak kunjung muncul. "Apakah gadis itu marah gara-gara aku langsung meninggalkannya kemarin?"

"Kemana gadis itu sih?!" Bulan bersungut-sungut. "Aneh, tapi aku tidak merasakan keberadaannya ada di kota ini."

Ya, entah sejak kapan Bulan bisa merasakan keberadaan Ivanka di kota ini. Entah itu sebuah kutukan atau anugerah kekuatan baru.

"Jangan-jangan dia berencana balas dendam dan kabur membawa semua majalahnya! Manusia nggak ada khlak!" Seru Bulan frustasi.

"Ini juga kenapa tokonya nggak buka-buka hei!" Sambungnya dan disambung protes setelahnya, setelahnya, dan setelahnya lagi hingga pegal mulutnya. Setelah marah-marah tidak jelas, Bulan istirahat sebentar di bangku favoritnya. Memandang raganya yang berbentuk sempurna yang disebut-sebut indah oleh manusia dengan nama purnama.

Angin malam bertiup kencang sesekali. Membawa hawa dingin yang menusuk tulang. Tapi tidak untuk Bulan. Jiwanya sangat bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Tidak merasakan dingin, panas, lapar, haus, dan sifat-sifat makhluk hidup lainnya.

Perlahan-lahan, angin malam juga membawa awan hitam mendekat mulai menutupi raga bulan tipis-tipis. Tanda bahwa Bulan harus pulang sekarang. Dengan masih sedikit kesal, Bulan segera menuju tempat 'transit' dan segera melompat ke atas.

Sisa malamnya mungkin akan digunakan untuk mempersiapkan pelepasan bintang saja. Besok, ada sekitar 27 bintang yang terjadwal akan lepas. Mereka sekarang mungkin sudah siap dengan notes kecil mereka. Berjaga-jaga bila ada yang menggantungkan asa atau nama.

Bulan tersenyum mengingat kehidupan lamanya. Dia dulu mungkin bisa dikatakan 'gelandangan' karena tidak punya tugas dan wewenang. Hanya terombang-ambing di luasnya semesta, berbaur dengan sampah atau makhluk buangan, dan kadang kejar-kejaran dengan komet.

Sering sekali dia berpindah semesta hanya untuk jalan-jalan atau kebetulan lewat. Mulai dari semesta makhluk hijau, semesta bebungaan, dan bahkan semesta yang Bulan tidak tahu namanya.

Entah takdir atau kebetulan, di semesta ini dia justru mendapat pekerjaan yang menurutnya sangat enteng namun dianggap berat oleh para penjaga lain di sini. Soal itu, Bulan masih memahami perlahan-lahan. Mungkin kesimpulannya untuk saat ini dengan pertanyaan Mengapa kita harus melindungi Bumi? jawabannya, Karena Bumi itu sangat indah. dan juga, manusia adalah wujud terkeren yang pernah Bulan lihat. Dia tak bisa membayangkan bila jiwanya harus mewujud sebagai makhluk hijau.

Kenapa Bulan heran? Karena di semesta lain kebanyakan mereka akan bekerja sama untuk menjalankan tugas. Bukan bertugas melindungi atau menjaga sesuatu. Mungkin semesta ini adalah semesta satu-satunya dengan tugas penjagaan. Istimewa sekali? Jelas.

Beberapa kali Bulan tertawa melihat tingkah para bintang. Mereka hidup, namun bisa dikatakan sebagai 'serangga' langit. Kadang-kadang mereka usil mendekati sekat dan menubruk-nubruk gelembung semesta. Namun, selama mereka masih sebagai bintang, tidak akan berpengaruh apa-apa.

Bulan mengawasi seperti itu hingga sinarnya meredup, diganti terik hangat Matahari.

"Hufth,,," Bulan mengembuskan napas kesal. Jika tadi malam saja dia sudah bosan karena tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan, apalagi pagi ini.

"Bulan!!!! Keluar heiii!!!" Suara itu milik Baskara. Dengan malas, Bulan muncul ke permukaan. Berdiri di hadapan Baskara yang selalu kontras dengan kerajaannya. Kali ini pijarnya hangat. Mungkin karena Bumi masih dipeluk hujan badai. Jadi, Matahari tidak usah susah-susah mengeluarkan sihirnya.

"Apa?"

"Ayo temani aku pengecekan pagi!" Jawab Baskara bersemangat sembari merangkul Bulan. Bulan yang risih segera menyingkirkan lengan Baskara.

"Nggak mau," balasnya cepat.

"Oh ayolah,,,"Baskara memohon.

"Ogah, ajak saja Utarid Atau Zohra" Usul Bulan. Mereka adalah jiwa Merkurius dan Venus.

"Mereka terlalu jauh. Ayo dong, aku tahu kamu juga nggak ada kerjaan 'kan?" Tebak Baskara. "Lagi pula aku masih punya hutang penjelasan pada anggota baru semesta kita yang tak tahu apa-apa ini," sambung Baskara terkesan mengejek. Bulan terdiam, jengkel. Namun benar juga apa yang dikatakan Baskara.

"Katanya, kalau seorang gadis diam ketika ditanya itu, jawabannya iya. Ayo!" Kata Baskara sembari menarik Bulan.  ke pinggir raganya.

"HEI, TAPI AKU BUKAN GADIS!!" Protes Bulan tepat sebelum mereka melompat menuju tempat penjaga pertama semesta ini.

Sistem langit itu sangat kompleks, tidak bisa dijabarkan sekaligus. Tenang, sepanjang kisah ini, perlahan-lahan, alasan-alasan tak masuk akal akan menjejali kepala kalian satu-persatu. Jadi, persiapkan leher untuk terus mengangguk-angguk.

Bersambung,,,

Reason [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang