Kepada semesta
Yang katanya memadukan
Yang katanya menemukan
Yang katanya menyatukan<>~<>~<>~<>
Selagi Bulan sibuk dengan tour semesta bersama Baskara. Di Bumi, Ivanka tengah disibukkan dengan 'penyambutan' kedatangannya di Desa. Tidak, bukan Ivanka yang ingin disambut. Namun, entah bagaimana kepala desa bersikeras mengadakan pesta penyambutan untuknya.
"Kamu itu kebanggaan desa. Cuma kamu yang bisa sekolah sampai kuliah di desa ini. Jadi, sudah sepatutnya disambut." Kata-kata yang dilontarkan oleh istri kepala desa masih segar di ingatan Ivanka kala gadis itu menolak adanya pesta. Membuat dirinya mengalah.
Bukan pesta besar seperti yang biasa ada di kota. Ini hanya semacam acara berkumpul dan makan-makan bersama. Namun, tetap saja Ivanka merasa terhormat.
"Tidak ada salahnya juga sih aku menikmati hal ini." Ivanka berucap dalam hati. "Dengan begini sepertinya hatiku akan lebih cepat sembuh."
"Ivanka." Sebuah suara familiar yang lembut menyapa pendengaran Ivanka.
Gadis itu menolehkan kepala. "Ah, Ibuk. Kenapa Buk?" Tanyanya, menatap ke arah orang yang tadi memanggilnya.
"Gimana kuliahnya? Lancar?" Tanya ibu Ivanka sembari duduk di sebelah anaknya.
"Ya, kayak biasanya Buk."
"Kost nggak lupa bayar, 'kan?" Pertanyaan ibunya membuat Ivanka terkekeh. Dia tahu ibunya memastikan apakah keuangannya baik-baik saja atau tidak.
"Ibuk sama bapak nggak usah khawatir, Ivanka rajin masuk kerja sama nabung kok Buk,"
"Temanmu? Dosenmu? Orang-orang di sekitarmu? Sering ngomongin Kamu di belakang nggak?" Seharusnya Ivanka tertawa. Itu lucu, tapi mendengar kata "dosen" Ivanka terdiam.
"Ada masalah ya?" Tanya ibu Ivanka setelah melihat perubahan raut wajah anak gadisnya.
Ivanka terdiam, menatap lamat wanita yang melahirkan sekaligus membesarkannya itu. Tersenyum kecil. "Ivanka nggak kenapa-kenapa kok. Ibuk tenang aja."
"Lah, ibuk kenal kamu lebih dari dirimu sendiri lho." Wanita itu—ibu Ivanka mengelus lengan kanan gadis itu. "Pasti ada masalah, 'kan?"
Ah, Ibuknya ini memang yang paling mengerti dirinya. Bahkan tanpa harus diberitahu sekalipun. Naluri seorang ibu memang selalu luar biasa jika menyangkut anaknya.
"Hem,,, Ivanka lagi nggak baik." Tanpa banyak berkata-kata. Ibu Ivanka merengkuh anak gadisnya itu kedalam pelukannya.
"Mau cerita?"
"Iya, nanti kalo udah di rumah," ucap Ivanka. Ya, dirinya sadar jika ia masih berada di pesta penyambutan.
<>~<>~<>~<>
Bintang-bintang di atas sana berkelap-kelip indah. Namun keindahan itu justru membuat Ivanka kesal. "Kapan sih bintang jatuhnya? Lama banget." Ivanka menggerutu dalam hati. Sembari menyudahi kegiatan menulisnya. Kini, Ivanka menjadikan menulis sebagai kegiatan rutinnya. Terlebih menulis puisi.
Seusai pesta penyambutannya tadi sore, Ivanka segera saja menceritakan keadaan hatinya kepada sang ibu tercinta. Dari mulai jatuh cinta, hingga berakhir sakit hati.
"Terus Ivanka maunya gimana?" Tanya sang ibu.
Di tanya seperti itu, Ivanka terdiam sejenak. "Ivanka cuma berharap nggak akan jatuh dan terluka untuk kedua kalinya," jawabnya lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason [End]
FantasyBumi selalu indah. Entah itu di mata para makhluknya ataupun di mata langit sana. Siapapun pasti akan meyakini hal itu, tak terkecuali Bulan. Dia selalu memandang bumi dari atas sana sambil tersenyum dan berangan dapat menginjakkan kaki ke sana. Ent...