"Bumi bakal hancur, gara-gara aku."
<>~<>~<>~<>
Sepuluh hari kembali berlalu. Kali ini tanpa pencarian bintang. Entah karena sudah ikhlas peliharaannya hilang atau karena sibuk dengan pekerjaannya sekarang, Ivan tak pernah lagi mengajak Ivanka. Gadis itu senang-senang saja karena kini dirinya tengah menjalani masa-masa ujian.
Setelah menyetujui tawaran Raya dan mendapat izin Ivanka, kini Ivan memiliki jadwal manggung solo di restoran ketika shift malam. Ivanka juga mendapat izin bekerja di toko kelontong selama masa ujiannya sehingga dua sejoli itu--Ivan dan Ivanka lebih banyak menghabiskan waktu di restoran.
Ketika Ivanka ke kampus, Ivan akan mendekam di lantai dua restoran untuk berlatih dan menghafalkan lagu-lagu baru.
Ketika Ivanka bekerja, sesekali Ivan membantu walau tak berarti apa-apa.
Dan kala jatah Ivan yang bekerja, Ivanka akan belajar sembari mendengarkan suara surgawi darinya.
Tentu saja Raya dan seluruh karyawan sangat tidak keberatan dengan itu semua. Dua anak muda itu bak pundi-pundi penghasil uang. Pihak restoran meminta izin untuk memasang poster wajah tampan Ivan sebagai promosi. Dan benar saja, kini setiap malam pengunjung restoran naik dua kali lipat. Tentu saja eksistensi Ivan menjadi-jadi. Dirinya sangat terkenal di kota kecil nan ramah itu.
Berbeda dengan malam-malam sebelumnya, kini restoran tampak sepi dengan hanya ada segelintir pelanggan. Hal itu disebabkan hujan yang mengguyur Bumi dengan teganya sejak siang tadi.
Yang tidak berbeda hanya Ivanka dengan perlengkapan belajarnya yang duduk di meja ujung restoran. Gadis itu sedang menatap panggung kecil di tengah restoran. Seharusnya sejak lima menit yang lalu Ivan ada di sana. Tapi kini panggung itu lengang.
Ivanka mengedarkan pandangnya mencari Ivan. Nihil. Yang terlihat justru Raya yang tengah turun dari lantai dua.
"Ray, lihat Ivan nggak?" Tanya Ivanka begitu Raya mendekat.
"Eh, dia tadi kayak kurang enak badan gitu. Mungkin lagi molor di atas," jawab Raya lantas duduk di depan Ivanka, ikut belajar.
"Ooh .... aku ngecek dia dulu ya. Selamat belajar!" Pamit Ivanka tiba-tiba dan segera berlari menuju tangga.
"Yeu .... Ivanka, giliran masalah Ivan aja kilat. Anak muda bucin zaman sekarang .... hadeh ...." gerutu Raya tak sadar diri.
<>~<>~<>~<>
"Bas, Kamu bohong, kan!" Ivan menyergah ke arah Baskara begitu pemuda itu muncul di hadapannya. Baskara yang terkejut akibat gerakan Ivan yang tiba-tiba pun terjatuh dengan Ivan di atasnya. Wajahnya nampak kesal dan menahan sakit.
"Kamu ngomong apa sih."
"Bas, semesta nggak baik-baik aja, 'kan?!" Ivan semakin menekankan suaranya.
"Ngomong apa sih, bangun dulu woi! Nanti ada yang salah paham!" Protes Baskara. Bagaimana tidak? Jika ada yang melihat posisi mereka kini yang saling menindih bisa dipastikan akan salah paham.
"Kalian .... ngapain!!" Belum sempat mereka bangun, suara teriakan menginterupsi keduanya. Serentak mereka menoleh. Berdiri seorang gadis di sana. Ivanka.
Baskara mengernyit heran lantas menoleh ke Ivan di atasnya. Bagaimana bisa manusia melihatnya?
"Van, kok--"
"Uh ...." rintihan Ivan memotong ucapan Baskara. Tampak wajahnya yang kesakitan dan tangan yang menahan nyeri di dadanya. Baskara segera mengangkat Ivan dengan sihirnya lantas menoleh pada Ivanka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason [End]
FantasyBumi selalu indah. Entah itu di mata para makhluknya ataupun di mata langit sana. Siapapun pasti akan meyakini hal itu, tak terkecuali Bulan. Dia selalu memandang bumi dari atas sana sambil tersenyum dan berangan dapat menginjakkan kaki ke sana. Ent...