Yang memadukan kisah-kisah
Dan warna dalam bayang-bayang senja
Tanpa peduli
Nirwana sedang kalut atau baik-baik saja<>~<>~<>~<>
Waktu terus berjalan. Tak terasa sekarang Ivanka dan Bulan menjadi semakin dekat. Ya, sejak kejadian melihat bintang jatuh bersama untuk pertama kali itu. Persentase pertemuan mereka semakin banyak.
Yang awalnya hanya 4-5 hari dalam seminggu, kini menjadi setiap hari. Yang biasanya hanya 30 menit, kini menjadi 1 jam. Bahkan, saat hujan sekalipun, dimana seharusnya Bulan tidak menuju Bumi.
Entahlah, Bulan tidak mengerti dengan jalan pikirnya saat ini. Saat intensitas pertemuan dirinya dengan Ivanka menjadi lebih sering. Ia berpikir bahwa itu karena dia semakin tertarik dengan majalah Bobo. Tapi, jika dikilas balik pada setiap pertemuan, Bulan malah mengabaikan majalah Bobo miliknya dan berkahir dengan ia dan Ivanka yang saling berbagi cerita.
Tidak sepenuhnya mengabaikan memang. Majalah Bobo masih menjadi nomor satu di hatinya. Namun, gadis bernama Ivanka itu sangat seru. Sensasinya bahkan lebih dari pada saat ia membaca majalah Bobo.
Hah!
Rasanya otaknya bisa meledak jika terus menerus dipaksa berpikir. Sebaiknya ia segera menuju Bumi.
"Bulan." Suara Baskara menginstrupsi. Membuat Bulan yang sudah siap melakukan loncatan menjadi berhenti.
"Apa sih?!" Tanya Bulan ketus. "Aku sibuk."
Seakan tidak terpengaruh dengan ucapan ketus Bulan, Baskara jalan mendekat. Menatap Bulan dengan ekspresi serius.
"Bisakah kau tidak ke Bumi hari ini?" Tanya Baskara.
"Nggak."
Huft!
Tentu saja jawaban Bulan sudah diprediksi oleh Baskara. "Ayolah, sejak Kau pergi terlalu sering ke Bumi dan kembali terlambat, sekat langit mulai melemah, dan sistem perbintangan semakin goyah. Kamu tahu kan apa yang akan terjadi jika sekat ini runtuh?"
"Sekat itu tidak akan runtuh, dan aku akan tetap ke Bumi. Maaf." Dan setelah mengucapkan kalimat itu, Bulan melakukan lompatannya. Tidak peduli dengan Baskara yang masih di sana.
"Setidaknya pulang lah setelah tiga puluh menit!" Baskara berteriak.
"Cih! Apaan sih kakek tua itu. Aku yakin itu hanya akal bulusnya saja agar aku berhenti menuju Bumi. Lagi pula dia yang membuang waktuku." Bulan bergumam. Kesal.
Kaki Bulan menapak di tanah Bumi. Ia berada di taman tempat biasa dirinya dan Ivanka bertemu. Ah, sejak mereka dekat. Bulan dengan seenak jidat memindah sendiri tempat pendaratan nya. Lagipula taman ini selalu sepi.
Bulan hanya tidak tahu, bahwa dari jauh ada seseorang yang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
<>~<>~<>~<>
"Van, kamu ngerasa aneh ngga sih sebenarnya sama orang yang kamu panggil 'cowok aneh' itu?" Tanya Raya.
Ivanka yang sedang mengerjakan tugas kini beralih menatap Raya. "Maksudnya?"
"Kalo dari cerita yang selama ini kamu kasih ke aku. Enggak masuk akal aja ada manusia kayak dia. "
"Kok?!"
"Ya,,, coba kamu pikir deh. Masa ada manusia yang banyak nggak tau tentang perasaan-perasaan manusia. Ngga tau adab dan sopan santun."
"Kan aku dah pernah bilang kalo dia itu kelainan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason [End]
FantasyBumi selalu indah. Entah itu di mata para makhluknya ataupun di mata langit sana. Siapapun pasti akan meyakini hal itu, tak terkecuali Bulan. Dia selalu memandang bumi dari atas sana sambil tersenyum dan berangan dapat menginjakkan kaki ke sana. Ent...