Aku tahu darah di lukamu masih menetes-netes. Segera sembuhkan, lantas kembalilah mengembara untuk mengusap darah itu. Karena masih banyak manusia yang ingin mengikuti perjalananmu tanpa mau menginjak kenangan berhargamu.
<>~<>~<>~<>
Sepuluh menit lagi jadwal Ivanka bekerja di restoran orang tua Raya. Tapi dia belum beranjak dari tempat tidurnya satu milipun. Sejak tadi ia hanya termenung memandangi langit-langit kamar, minum, tertidur, dan terus berulang. Ingin rasanya dia pulang dan menceritakan semua isi hatinya pada ibunya di rumah.
Ivanka mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Kamar kostnya berantakan karena tidak dirapikan dua hari belakangan ini. Walaupun Ivanka tidak pernah benar-benar membersihkan kostnya, setidaknya dia selalu menyapu dan menyingkirkan barang yang tergeletak di lantai. Yang di atas meja, entahlah.
Kini pandangannya beralih pada kalender di atas nakas samping tempat tidurnya.
"Humm,,, udah mau taun baru. Pulang ah," gumamnya lantas bangkit dari tempat tidurnya dan menggeliat, merenggangkan sendi-sendinya. Setelah itu mengambil handuk dan segera mandi.
Sebentar saja, Ivanka sudah siap untuk berangkat kerja. Dia memutuskan untuk naik bus saja, jadi gadis itu berjalan di bawah terik matahari ke halte. Sebenarnya ada sepeda, tapi dia sedang malas dan tidak ada kendaraan lain. Ya, Ivanka lebih senang berjalan kaki ataupun bersepeda. Karena selain hemat, dia juga dapat melihat sekitarnya dengan lebih jelas. Dan juga, halte pemberhentiannya tepat di depan restoran.
Sebelum sampai di halte, Ivanka memutuskan untuk mampir makan dahulu. Dia lapar karena sepagian tadi belum makan. Dia tidak peduli terlambat dan tertinggal bus, toh ada bus selanjutnya. Setelah makan, bus selanjutnya sudah mau berangkat. Ivanka cepat-cepat masuk di antara sesak penumpang siang ini.
Perjalanan dari halte hingga restoran tidak sampai 15 menit. Tapi yang menjengkelkan, Ivanka terjepit di tengah-tengah sehingga tidak terlihat pemandangan jalanan dari tempatnya.
Hufth
Begitu turun, Ivanka dapat melihat Raya yang sudah menunggunya di seberang jalan. Tepat di depan pintu masuk restoran.
"Kan, udah kuduga kamu bakal telat. Jadi, aku udah izinin kamu nggak masuk hari ini," sambut Raya dengan wajah berseri-seri setelah Ivanka menyebrang. Bukannya senang, Ivanka justru menunjukkan wajah dongkolnya.
"Terus kenapa aku harus repot-repot ke sini? Kenapa Kamu tadi nggak telfon aku gitu?" Kata Ivanka lantas mendengus kasar. Hemat ongkos.
"Hehehe,,, aku males aja. Lagian udah terlanjur 'kan, 'kan," jawab Raya cengengesan dibalas pelototan sebal Ivanka.
"Jelek banget ih mukanya. Udah, hari ini kita seneng-seneng aja ke Planetarium ,mau nggak?" Tawar Raya sembari menaik-turunkan kedua alisnya. Tangan gadis itu menunjukkan dua lembar tiket masuk planetarium. Dia harus berhasil mengembalikan Ivanka menjadi bentuk semulanya.
"Seriusan??!!!" She did it! Wajah Ivanka mendadak berseri-seri dan bibirnya membentuk lengkungan ke atas. Itu adalah senyum pertamanya sejak kemarin. Mungkin. Dan Raya bersyukur, itu artinya sahabatnya ini masih tersisa sedikit kewarasannya.
Raya tertawa. "Diajak jalan aja auto seneng. Yaudah hayuk, aku traktir."
"Uuhh Raya emang orang paling baik seduniaaaa," teriak Ivanka sembari hendak memeluk sahabatnya.
"Ih, apasih Van, malu sumpah dilihat orang. Udah ah ayo cepetan," balas Raya terlebih dahulu kabur sebelum Ivanka berhasil memeluknya. Teriakannya saja sudah membuat mereka menjadi tontonan orang. Dasar Ivanka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason [End]
FantasyBumi selalu indah. Entah itu di mata para makhluknya ataupun di mata langit sana. Siapapun pasti akan meyakini hal itu, tak terkecuali Bulan. Dia selalu memandang bumi dari atas sana sambil tersenyum dan berangan dapat menginjakkan kaki ke sana. Ent...