6. Bangku Nomor 3

49 15 14
                                    

"Iya, anugrah. Jadi orang-orang itu nggak perlu lihat hal-hal nggak berguna di bumi ini."

<>~<>~<>~<>~<>

Jenuh. Rasanya, Bulan seperti kehilangan semangatnya. Entah sudah berapa kali ia mondar-mandir di permukaan raganya. Sementara matanya terus melihat ke arah Bumi. Menghela napas, lalu kembali mondar-mandir. Begitu seterusnya.

Argh! Bulan mengacak rambutnya. Sedikit frustasi. Jika saja Baskara tidak membakar majalah Bobonya. Dia tidak mungkin akan sebosan ini. Persetan dengan sihirnya yang sedang lemah. Ia harus turun ke Bumi sekarang. Sungguh. Sebelum dirinya semakin uring-uringan dan malah mebuang sihirnya karena marah tidak jelas.

Bulan merentangkan tangannya. Ia mendongkakkan kepala, lantas memejamkan matanya. Mengumpulkan sihir agar bisa membawa jiwanya menuju Bumi. Selang beberapa saat, tubuh Bulan mulai diselimuti cahaya terang keperakan. Siap untuk melakukan lompatan ke Bumi. Hening. Ia membuka matanya kala terpaan angin malam terasa dikulitnya. Tersenyum. Ya, dia sudah berada di Bumi.

Bulan menghela napas lega. Melakukan lompatan disaat sihirnya sedang lemah merupakan hal yang beresiko. dan ia bersyukur karena masih baik-baik saja. Bulan mulai melangkahkan kakinya. Menuju ke kios tempat yang biasa ia kunjungi. Kalian tidak lupakan jika tempat 'pendaratan' Bulan ada di ujung tebing?

"Hei!" Bulan berteriak, menghadap kearah seorang gadis yang berjalan menbraknya. Namun, niat itu ia urungkan karena orang yang menabraknya kini malah terduduk di tanah. Seperti tidak ada niat untuk berdiri.

"Kau tak apa?" tanya Bulan. Melupakan rasa kesal yang tadi datang.

Tidak ada jawaban dari gadis itu. Sepertinya pikiran gadis itu sedang tidak berada ditempat. Wajahnya menggambarkan ia sedang berpikir keras.

Karena tidak ada jawaban, Bulan memutuskan untuk pergi meninggalkan si gadis.

"Aneh," kata gadis itu lirih namun masih dapat di dengar oleh Bulan. Membuat Bulan mengurungkan niat untuk pergi.

"Ha?"

"Aneh banget. Aku membaca di koran bahwa ada beberapa orang yang tidak sengaja melihat kejadian tadi siang dan akhirnya buta. Padahal aku juga lihat kejadian tadi siang. Tapi aku baik-baik saja." Gadis itu menatap koran yang memang sejak tadi berada di tangannya. "Bukankah itu aneh?" tanyanya. Kini menatap ke arah Bulan.

"M-maksudnya?" Bulan menampilkan wajah cengo. Bingung dengan omongan gadis dihadapannya.

Secara tiba-tiba, gadis itu berdiri. Menatap Bulan lamat-lamat. "Kamu nggak tahu kejadian tadi siang?"

Bulan menggeleng. Bagaimanapun juga dia tidak berada di bumi siang tadi. Karena hal itu memang tidak mungkin.

Tanpa berkata-kata, gadis itu menyodorkan sebuah koran kepada Bulan. Membuatnya mau tidak mau harus membaca kalimat yang tertera disana.

Matahari Menghilang di Telan Bulan.

Siang ini, terjadi fenomena aneh dan mengerikan. Bumi mendadak gelap gulita diakibatkan menghilangnya matahari. Para ahli berkata ini adalah akibat bulan yang tiba-tiba membesar. Cahaya bulan menguat dan menutupi matahari seolah-olah seperti memakannya.

Dan yang lebih mengerikan, semua orang tak berkaca mata yang melihat langsung kejadian tadi dilaporkan buta total. Para medis belum mengetahui bagaimana hal ini bisa terjadi. Para warga hanya berharap kejadian mengerikan itu tak akan kembali.

Reason [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang