Yang menemukan malam paling terang
Paling tenang membawa harapan
Paling memancarkan kebijaksanaan
Di antara seribu satu lainnya<>~<>~<>~<>
"Lho, Kamu? Tumben siang-siang?" Ivanka terkejut melihat Bulan ada di bangku favorit mereka sewaktu pulang kuliah.
Ya, beberapa menit setelah diingatkan Baskara, Bulan memutuskan segera turun ke Bumi untuk mencari bintang. Tapi pertama-tama, dia harus menemui Ivanka.
Karena dia tidak tahu harus mencari kemana, alhasil Bulan memutuskan untuk menunggu di bangku taman hingga malam. Tak disangka, dia bertemu Ivanka lebih cepat.
"Uhum, anu... Ivanka..." Bulan menggantungkan ucapannya. Dia tidak tahu bagaimana cara memberi tahu Ivanka tentang masalahnya. Terlebih saat ini dirinya sangat lesu akibat sinar matahari yang terik.
Ivanka mengangkat sebelah alisnya. "Ya?"
"Itu ...."
"Kenapa sih? Mau ngomong apa?"
"Panas," jawab Bulan sambil meringis. Dia harus mempunyai tempat berteduh untuk sementara. Ivanka menepuk jidatnya.
"Ayo ikut ke kost," ajak Ivanka sembari berjalan pulang tanpa menunggu jawaban dari Bulan. Merasa tidak ada pergerakan dari Bulan dia berbalik.
"Ayo weh,"
"Panas banget, nggak kuat," jawab Bulan yang sekarang benar-benar lemas. Rasa-rasanya seperti bisa melihat asap di sekitarnya.
Ivanka mengerutkan keningnya heran. Bisa-bisanya ada manusia selemah ini terhadap matahari. Untungnya dia membawa payung karena belakangan ini hujan sering turun tiba-tiba.
Disodorkannya payung itu pada Bulan namun tak segera diambilnya. Bulan justru menatap nelangsa pada Ivanka. Mengabarkan bahwa dirinya benar-benar sudah sangat lemas. Tidak ada lagi tenaga yang tersisa.
Ivanka yang sedikit mengerti segera membuka payung itu dan menarik lengan Bulan. Panas. Badannya benar-benar panas. Lantas segera berjalan memayungi pemuda itu.
"Gila panas banget. Kamu ini habis nyemplung ke api atau gimana." Dikatakan seperti itu, Bulan hanya meringis. Dia tidak tahu hanya menjawab apa.
Hanya beberapa menit jarak antara taman dan kost Ivanka. Namun, sepanjang jalan itu Ivanka merasa aneh akan tatapan orang-orang yang dilewatinya. Entahlah, Ivanka tidak peduli.
Kamar kost Ivanka terdiri dari dua ruangan. Ruang pribadinya seperti dapur kecil, kamar mandi, dan kamar tidur dan ruang tamu agar penghuni kost di sana dapat menerima tamu dengan lebih leluasa. Di ruang tamu itulah Ivanka mendudukkan Bulan yang segera saja tampak membaik.
Dia pergi ke dapur sebentar dan keluar membawa dua gelas air minum, lantas duduk di kursi di depan pemuda yang baru saja ia bawa.
"Jadi, kenapa?"
"Umm.... hewan peliharaanku hilang dan aku diusir," jawab Bulan setelah berpikir panjang. Karena bintang bisa disebut serangga semesta, tidak ada salahnya bukan dia menyebutnya 'hewan peliharaan'?
"Ha? Gimana gimana? Kamu diusir dari rumah cuma gara-gara hewan peliharaanmu hilang?" Pertanyaan Ivanka dibalas anggukan Bulan.
"Sepenting apa sih hewannya sampe keluargamu setega itu??!! Yang benar saja. Keluarga macam apa itu!" Balas Ivanka bersungut-sungut. Baginya ini keterlaluan dan tidak wajar. Manusia zaman sekarang memang sudah aneh-aneh perilakunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason [End]
FantasyBumi selalu indah. Entah itu di mata para makhluknya ataupun di mata langit sana. Siapapun pasti akan meyakini hal itu, tak terkecuali Bulan. Dia selalu memandang bumi dari atas sana sambil tersenyum dan berangan dapat menginjakkan kaki ke sana. Ent...