7. Patah Hati

46 14 5
                                    

"Lihat, takdir mereka mulai terbaca."

<>~<>~<>~<>

Dada Bulan berdegup kencang. Dia tidak membuka mata setelah kakinya menapak di raganya. Dia sudah membayangkan Baskara dengan wajah yang sangat menyebalkan berdiri paling depan bersama jendral dan pasukan langit bersenjata lengkap. Dengan sabit-sabit angkasa dan pedang-pedang jiwa yang akan mengenyahkannya dari semesta. Bulan bergidik membayangkan itu semua.

Untuk beberapa saat, rasanya sangat hening. 'Mungkin mereka menungguku bicara,' pikir Bulan. Baiklah.

"Maafkan hamba teledor, Jendral! Hamba janji akan lebih serius dalam menjaga sistem." Suara Bulan menggema di ruang angkasa yang kosong. Tidak ada pergerakan atau jawaban. Bulan membuka matanya takut-takut.

Kosong.

Tidak ada tanda-tanda keberadaan Baskara ataupun Jendral Langit dan pasukannya. Hanya hamparan raganya yang bersinar keperakan. Jadi, apa bintang tadi jatuh sesuai jadwal? Tapi, mengapa tidak ada di kalendernya?

Bulan bergegas ke singgasananya dan mengecek bintang-bintang. Masih lengkap. Jadi, apa itu tadi yang jatuh? Karena kebingungan, ia memutuskan menemui Baskara dan meminta keterangannya. Sebenarnya dia juga malas, tapi mau bagaimana lagi, Baskara 'kan ketuanya di semesta ini.

Matahari tidak panas ketika malam. Hanya bersinar merah redup dengan temperatur hangat. Sebelum Bulan mlangkah, Baskara muncul terlebih dahulu dengan jubah menterengnya.

"Waah,,, tumben sekali tetangga berkunjung. Antara ada maunya Dan ada masalah. Benar?" Sambut Baskara. Bulan menepis omongan Baskara.

"Benda apa yang tadi jatuh?" Tanya Bulan to the point. Baskara mengernyit. "Jatuh? Apa? Kemana?"

"Ck," Bulan mendecak. Bagaimana seorang Baskara tidak tahu tentang sesuatupun di semesta ini. Ketua macam apa dia. Dijawab seperti itu, Baskara tambah bingung. Pasalnya, dia memang tidak paham apa yang dikatakan Bulan.

"Sensi sekali sih, aku memang tidak tahu apa yang kau maksud," jelas Baskara. Bulan sendiri juga tidak tahu kenapa dia sangat membenci Baskara. Baginya, Baskara adalah makhluk menyebalkan yang suka sekali menyuruh-nyuruh. Dengan ogah-ogahan, Bulan menceritakan apa yang dilihatnya tadi. Mendengarnya, tawa Baskara pecah.

"Yang pengatur itu siapa sih. Pfftt,,,masa sampah angkasa saja Kamu nggak tahu," jawab Baskara masih dengan kekehannya.

"Bagaimana bisa aku tahu, Kau saja yang fidak pernah menjelaskan semuanya secara lengkap padaku."

"Hei, yang sering keluyuran kalau malam itu siapa? Mana sempat siang-siang aku mengunjungimu."

Dan perdebatan tidak bermutu mereka terus berlanjut hingga fajar. Ya, yang jatuh adalah sampah angkasa. Bentuknya memang mirip dengan bintang, namun ia tak berbahaya. Sampah akan selalu habis sebelum sampai ke bumi, jadi tidak akan menimbulkan kekacauan.

Sampah angkasa  bisa berasal dari mana saja dan dari siapa saja yang berada di angkasa. Jadi, kalau kamu merasa harapanmu tidak terkabul ketika memohon pada bintang jatuh, mungkin saja yang lewat saat itu adalah sampah angkasa. Kasihan.

"Lebih baik kau segera kembali bukan begitu?" tanya Baskara. "Aku harus berangkat 'kerja' dan kau tidak mungkin tetap disini kecuali ingin terbakar."

Reason [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang