"Kau pasti ke sini?!"
"Jika tidak hujan!"<>~<>~<>~<>~<>
"Tahu gini, aku ngga akan pernah jatuh cinta sama dia."
Dan entah sejak kapan mengalirlah sebuah cerita dari mulut Ivanka. Dengan tokoh utama si Pak Rey yang Bulan tidak tahu siapa itu.
"Jadi?" tanya Bulan tepat setelah Ivanka menyelesaikan akhir ceritanya dengan ending si Pak Rey yang akan menikah.
"Ih,,, ngga ada hati!" Pekik Ivanka. Memukul Bulan dengan buku hariannya. Kesal.
"Aw,,, aw,,, aku salah apa?" Bulan berusaha melindungi badan dan kepalanya dengan tangan dari hantaman Ivanka.
"Ya, tenangin lah, atau kasih solusi!" Ivanka kini berteriak marah. Menatap Bulan dengan tatapan tajam. "Masa gitu aja ngga tahu."
Bulan mengangkat bahunya. "Kan emang ngga tahu," jawabnya polos.
Ingin rasanya Ivanka menumpahkan amarahnya saat itu juga. Oh ayolah, manusia disampingnya ini benar-benar menguji kesabarannya. Ia tadi bercerita dengan tujuan melegakan kegundahan hati. Tetapi malah berakhir dengan dirinya yang semakin ingin marah. Namun, demi melihat tampang 'polos' milik Bulan, Ivanka menelan bulat-bulat amarahnya.
Karena tidak ingin mendapatkan kecewa dari manusia aneh disampingnya lagi. Ivanka kini memilih untuk diam. Mengamati suasana malam. Sepi, hanya ada dirinya dan manusia aneh itu yang kembali membaca majalah bobo.
"Orang ini aneh." Karena bosan, Ivanka kini malah mengamati Bulan. "Dilihat dari perawakannya sih dia udah besar. Tapi kok suka majalah bobo ya? Mana kayak ngga paham sama banyak hal lagi."
"Kayak anak kecil, aneh tapi lucu," guman Ivanka lirih, namun masih dapat didengar oleh Bulan.
"Apanya?"
"Kamu," jawab Ivanka. "Kamu tuh ganteng, tapi kelakuannya kayak anak kecil yang masih harus diajarin banyak hal."
"Gimana ya. Aku sudah dewasa asal kamu tahu." Bulan mengedikkan bahu. "Hanya saja, aku emang ngga tahu kebiasaan sebagian besar manusia."
"Kenapa bisa?"
"Aku--" Bulan menggantungkan kalimatnya. Memilih kata yang tepat sehingga identitasnya tetap aman. "Sedikit beda dengan kebanyakan manusia, mungkin."
Mendengar itu, Ivanka hanya mangut-mangut. Ah, kelainan jiwa.
"Oh iya, dari kemarin kau belum memberi tahu siapa namamu," ucap Ivanka. Dari yang dia ingat, orang aneh ini memang belum juga mengucapkan namanya.
"Aku belum punya nama," jawab Bulan cepat.
"Ha? Terus?"
"Ck, apanya yang terus-terus? Kamu cerewet banget sih, satu majalah belum selesai nih. Ini masih ada setumpuk," kata Bulan sembari menepuk gemas setumpuk majalah di antara mereka.
"Ya aku harus manggil Kamu apa dong?! Hey, hey doang?!" Emosi Ivanka naik kembali. Pemuda ini, benar-benar bisa membuatnya mengidap darah tinggi.
"Lha kok ngegas. Ngantuk 'kan? Sana tidur," jawab Bulan sambil mengibaskan tangannya, mengusir. Ivanka yang sudah emosi berdiri, lantas memandang _Bulan_ bersungut-sungut.
"OKE!! SELAMAT MALAM COWOK ANEH!!" Teriak Ivanka menggelegar di keheningan malam dan pergi beberapa langkah sambil menghentakkan kaki, lantas kembali lagi. Bulan yang melihatnya tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason [End]
FantasyBumi selalu indah. Entah itu di mata para makhluknya ataupun di mata langit sana. Siapapun pasti akan meyakini hal itu, tak terkecuali Bulan. Dia selalu memandang bumi dari atas sana sambil tersenyum dan berangan dapat menginjakkan kaki ke sana. Ent...