22. Kerja?

19 8 3
                                    

Bukan aku tak mau
Tapi kurasa
Ku tak pantas 'tuk itu

<>~<>~<>~<>

BRAK!!

Suara gebrakan di mejanya membuat Ivanka terlonjak. Alhasil menorehkan coretan panjang di bukunya karena ia sedang menulis. Ivanka mendongak geram.

"KENAPA KAMU NGGAK PERNAH CERITA PUNYA SEPUPU SEGANTENG ITU??!!!"

Belum sempat Ivanka menyemprot penggebraknya, suara yang sangat bisa merusak telinga lebih dahulu menyapanya. Sontak semua mata tertuju pada mereka. Ivanka mengedarkan pandangan meminta maaf sebelum menatap geram biang masalahnya.

Jelas sekali itu Raya. Gadis itu terengah-engah dan bercucuran keringat. Tampaknya dia berlari dari parkiran hingga kelas.

"Kalau pergi mohon akhlaknya dibawa ya Mbak, telinga saya rasanya hampir copot dan ide saya jadi lari-lari lagi padahal tinggal dituang, DASAR RAYA!!" Teriak Ivanka lantas menjitak kepala Raya. Lagi-lagi mereka menjadi tontonan. Kali ini Raya yang meminta maaf.

"Ah, Kamunya juga," jawab Raya sembari duduk di samping Ivanka. "Serius deh Van, sepupumu ganteng banget! Buat aku dong..." lanjutnya.

"Ish, pacarmu di kemanain?" Ivanka menanggapi sembari menulis ulang catatannya.

"Yaahh.... punya pacar dua apa susahnya?"

Ivanka menoleh, menatap Raya tak percaya. "Serius Ray, akhlaknya kemana-mana tu dibawa tolong. Mana ada orang mau diselingkuhin di belakangnya?" Lantas kembali fokus pada kegiatannya.

"Kalau gitu ya tinggal selingkuh di depannya dong!" Jawab Raya sambil memasang wajah tak berdosa.

"Semprul!" Tanggap Ivanka sembari melempar correction pen tepat di muka Raya. Yang dilempar hanya mengaduh sebentar lantas nyengir.

"Tapi Kamu nggak pernah cerita tuh kalau punya sepupu ganteng."

"Humm.... dulu kamu juga nggak pernah bilang kalau restoran tempatku kerja punya keluargamu sampe ketauan aku sendiri. Btw kata-kata 'ganteng' nya nggak usah dibawa-bawa."

Ya, mereka berteman sejak awal masuk kuliah. Ivanka juga diterima bekerja pada tahun yang sama. Namun Ivanka baru mengetahui jika restoran tempatnya bekerja adalah milik orang tua sahabatnya.

"Yee.... dikembaliin omonganku. Dia kuliah di mana Van? Atau udah kerja? Atau jangan-jangan dia ke sini cari jodoh?" Raya semakin gencar bertanya-tanya. Ivanka menghela napas berat, sahabatnya ini memang selalu antusias jika menyangkut manusia tampan.

"Raya cantik, diem dulu ya, catetan ini harus kekumpul satu jam lagi atau aku bakal gagal dapet beasiswa. Aku ke perpus dulu, jangan cari aku. Dadah sayangkuh..." pamit Ivanka dengan senyum mengancam lantas segera kabur dari Raya.

Raya hanya melihat dengan tatapan nelangsa kepergian Ivanka.

"Anak ambis ya gitu. Yah.... sukses terus, Van." Raya tahu kondisi ekonomi Ivanka tak semulus dirinya. Sahabatnya itu selalu berjuang keras demi mendapat beasiswa kampus dengan selalu menjadi tiga besar juara umum di seluruh ujian.

Raya sangat bersyukur mempunyai Ivanka sebagai sahabatnya. Tanpa sadar, kesederhanaannya mengajarkan Raya untuk selalu bersyukur dan tetap berjuang demi impiannya. Rasa-rasanya, jika tak ada Ivanka mungkin dia akan bernasib sama dengan anak-anak muda yang suka hura-hura.

<>~<>~<>~<>

Siang ini Bulan hanya bersantai di kost Ivanka. Hatinya sedang bahagia karena akhirnya menemukan nama. Ivan.

Reason [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang