"Mbaknya gugup banget tadi mau turun. Pasti ada rasa ya. Saya tahu karena saya juga pernah muda. Ikhlaskan saja Mbak, jangan sampai kita menjadi penghambat kebahagiaan orang lain."
<>~<>~<>~<>
Hujan mengguyur permukaan bumi sejak pagi tadi. Tidak deras, hanya hujan biasa dengan siklus air yang sedang. Namun sukses membuat suhu udara menurun. Cuaca dingin dan keadaan hati yang tidak baik. Perpaduan yang sangat cukup untuk membuat Ivanka malas beranjak dari kasurnya.
Ya, dirinya membolos kuliah lagi hari ini. Sebuah kejadian langka, karena gadis itu termasuk orang paling rajin jika menyangkut masalah perkuliahannya.
'Biarin ah, toh aku selalu masuk selama ini.' katanya sendiri meyakinkan hatinya.
Ivanka kembali berguling-guling tidak jelas di atas kasur. Sebuah kegiatan unfaedah yang sudah ia jalani selama berjam-jam. Ya, ini sudah menjelang maghrib, dan Ivanka hanya berpisah dari kasurnya untuk makan dan keperluan kamar mandi.Sungguh, mood Ivanka semakin jelek karena hujan yang tak kunjung selesai. Ia mendekap sebuah majalah. "Kalo hujan, dia ngga bakal dateng ya."
<>~<>~<>~<>
Setelah kemarin seharian Ivanka membiarkan kamarnya rapi karena dirinya malas beranjak dari atas kasur. Kini keadaan kamar Ivanka malah seperti kapal pecah. Almari yang terbuka lebar menampakkan baju yang acak-acak. Pun banyak baju yang berceceran di berbagai sudut kamar. Rak tempat ia menaruh buku dan barang-barang lain juga terlihat berantakan.
Namun, sang pemilik kamar kini malah sedang sibuk berdandan di depan cermin. Sebenarnya, memang salah Ivanka sehingga kamar miliknya menjadi berantakan. Akhirnya dirinya memilih untuk datang ke pernikahan Rey sendirian. Yap, sendirian!
Setelah seharian kemarin dirinya berdiam diri di atas kasur. Ia memutuskan untuk datang ke acara pernikahan Pak Rey dan harus tampil perfect. Oleh karena itu dia berusaha mencari baju bagus hingga mengacak-acak almari.
"Hati boleh sakit, tapi jangan jadi gembel." Tangan Ivanka memoleskan sedikit lipbalm pada bibirnya. Rangkaian terakhir dari kegiatan make upnya, lantas tersenyum puas. Ivanka sangat pandai memakai make up tanpa terlihat menor ataupun pucat. Natural.
"Sekarang, waktunya packing. Humm,,, beli oleh-olehnya di jalan aja deh," gumamnya sembari menarik koper sedang dari atas lemari. Setelah mendatangi pernikahan Rey, dia bermaksud langsung pulang ke rumah. Urusan tiket, Ivanka memutuskan akan membeli langsung sebelum berangkat karena kemarin lusa dia lupa membelinya.
Ivanka menata baju-baju dan buku-buku yang akan ia bawa pulang. Setelah rapi, dia memasukkan sisa baju yang telah dilipat ke dalam lemari, menyapu lantai kamarnya, menata tempat tidur, dan menutup jendela. Ivanka sudah izin ke ibu kost. Mungkin sekitar seminggu dia akan pergi. Untuk urusan kuliah, universitasnya tidak mengadakan ujian untuk akhir semester ini. Hanya memberi tugas-tugas yang sudah dikerjakan sejak jauh-jauh hari oleh Ivanka.
Setelah mengunci pintu dan mematikan listrik, Ivanka berjalan menuju toko oleh-oleh terdekat. Membeli beberapa suvenir dan makanan khas kota kecil itu untuk keluarganya, serta membeli beberapa cemilan ringan untuk bekalnya di perjalanan. Ivanka terpikir untuk memberikan sesuatu pada Rey. Tapi, dia masih belum punya ide.
"Kapan-kapan aja deh. Toh Pak Rey masih ngajar di kampus," monolognya ketika sedang melihat-lihat deretan rak serba-serbi tentang pernikahan. Gadis itu segera membayar semuanya, menaruh belanjaan di koper, dan segera keluar dari toko, menanti taxi lewat.
Ivanka memilih menggunakan taxi karena ia hanya akan singgah sebentar di pernikahan itu, pantas langsung menuju stasiun. Murid tidak ada akhlak? Memang.
<>~<>~<>~<>
Gadis itu menggenggam tangannya kuat, menguatkan hatinya. Dia masih ragu-ragu untuk turun padahal sudah sampai di tempat tujuan.
"Mbak, jadi mampir tidak?" Suara pak sopir menginterupsi pikiran Ivanka yang kemana-mana.
"Emm,,, iya Pak. Saya sebentar aja kok. Atau Bapaknya mau ikut masuk?" Tawar Ivanka.
"Nggak usah Mbak, saya tunggu sini saja, terima kasih," jawab sopir taksi. Ivanka lantas keluar dan merapikan kemejanya yang kusut. Sebenarnya tadi dia ingin menggunakan dress, tapi menggunakan dress saat perjalanan panjang itu sangat tidak nyaman. Alhasil, Ivanka mengenakan celana jeans dan kemeja saja. Simple.
Semakin dekat ke pintu masuk, rasanya dada Ivanka semakin berdegup kencang. Dia menarik napas, mengembuskannya, melakukannya berulang-ulang hingga kakinya menginjak karpet di dalam gedung. Di ujung sana, tepat 50 meter di depannya berdiri panggung kecil dengan hiasan yang mewah. Berisi pengantin dengan baju putih serasi yang terlihat sangat bahagia dan sedang menyalami tamu undangan dengan antrian yang lumayan panjang. Ivanka segera ikut mengantre sebelum lebih banyak orang lagi.
"Ah, ini dia anak didik kebanggaan ku!" Seru Rey ketika Ivanka mendekat ke arah sepasang pengantin itu. Ivanka yang mendengarnya mau tak mau tersipu.
"Selamat Pak, akhirnya setengah jiwa Bapak telah ditemukan!" Kata Ivanka sembari menyalami Rey dengan erat. Berusaha tersenyum dengan tulus. Rey tertawa dan mengangguk.
"Raya? Nggak bareng Kamu?" Tanya Rey karena aneh melihat Ivanka tanpa Raya. Mereka sudah seperti sepatu dan kotorannya. Dimana ada Ivanka di situ ada Raya, begitu juga sebaliknya. Raya berhalangan hadir karena orang tua gadis itu mengajaknya untuk hadir di sebuah acara perusahaan ternama. Maklum, anak sultan.
"Biasa,,, ah Mbak, happy wedding ya. Semoga langgeng," jawab Ivanka beralih menyalami pasangan Rey. Ivanka tak ingat namanya karena yah,,, masih sedikit belum ikhlas.
Ivanka segera turun dari panggung setelah menolak berfoto bersama. Rasanya dia bisa menitikkan air mata lagi kalau terlalu lama di panggung itu. Ivanka mengambil 2 cup besar es krim sebelum keluar menuju taxinya. Dia memberikan satu cup untuk pak sopir sebagai permintaan maaf dan terima kasih karena telah menunggunya.
"Nikahan mantan ya Mbak?" Tanya pak sopir tiba-tiba setelah keheningan yang cukup lama sambil menghabiskan sisa-sisa es krimnya santai. Ivanka yang ditanya hampir tersedak karena kaget.
"Enggak Pak, itu dosen saya. Kenapa Bapak bilang begitu?" Ivanka bertanya balik. Pak sopir tertawa.
"Mbaknya gugup banget tadi mau turun. Pasti ada rasa ya. Saya tahu karena saya juga pernah muda. Ikhlaskan saja Mbak, jangan sampai kita menjadi penghambat kebahagiaan orang lain," jawab pak sopir sembari membuang cup es krimnya ke tempat sampah di dalam mobil, lantas menjalankan mobil menuju stasiun.
"Saya tahu kok pak, ini juga lagi proses move on, " gumam Ivanka semabari menatap jalanan.
<>~<>~<>~<>
"Ting ting ting ting~ ting ting ting ting~ kereta tujuan kota Muda akan tiba dalam lima menit lagi di jalur a, para penumpang dimohon untuk bersiap-siap." Suara pemberitahuan menggema diseluruh stasiun.
Segera, Ivanka berjalan mendekati rel kereta dan berhenti di batas aman. Ia menghela napas. Matanya kini melihat ke arah kereta yang akan membawanya pergi.
"Ya, ini yang terbaik." Ivanka melangkah dengan mantap memasuki kereta.
Bersambung,,,
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason [End]
FantasyBumi selalu indah. Entah itu di mata para makhluknya ataupun di mata langit sana. Siapapun pasti akan meyakini hal itu, tak terkecuali Bulan. Dia selalu memandang bumi dari atas sana sambil tersenyum dan berangan dapat menginjakkan kaki ke sana. Ent...