Bagian 73

222 27 0
                                        

***
Selamat membaca
***

Luna pulang ketika maghrib usai, karena ia mampir dulu ke apartemen Nara untuk meminjam beberapa buku.

Dan ia baru saja selesai mandi dan tentu saja ia menemukan Lika sedang memainkan ponselnya diatas tempat tidur mereka. Lika lantas saja duduk ketika Luna kembali masuk, memasang bajunya dan mengambil duduk disamping Lika yang kini melihat Luna yang sedang mengeluarkan beberapa buku dari dalam tasnya yang ia bawa tadi lalu meletakkan diatas meja disamping tempat tidur, tempat buku-buku Luna disusun rapi disana. Walaupun tidak banyak tapi Luna menyimpannya hati-hati dan ia tidak ingin semua buku yang ia beli dengan jerih payahnya rusak. Karena ia tahu buku itu sangat penting untuk nya.

Lika sedari tadi melihat nya diam, enggan memulai berbicara lebih dahulu karena ia masih merasa tidak enak hati pada Luna dengan kejadian dulu.

"Papa gimana? Sehat?" tanya Luna memulai percakapan sambil mengambil duduk disamping Lika yang kini lantas mengangguk cepat. Ia bersyukur Luna memulai berbicara lebih dulu.

"Sehat Lun, cuma beberapa waktu lalu papa sempat masuk rumah sakit karena jantung nya kambuh. Tapi udah nggak apa-apa." balas Lika serius.

"Bunda?" tanya Luna juga. Lika kembali mengangguk.

"Sehat juga Lun," sahut Lika lagi. Luna bersyukur mendengar nya. Walaupun begitu Luna tetap rindu dengan dua orang itu. Entah kenapa, Luna sendiri tidak tahu.

"Lo nggak bilang kan, kalau gue disini sama papa ataupun bunda?" tanya Luna was-was, karena ia tidak ingin hal itu terjadi jika salah satu diantara meraka tahu Luna dimana. Lika lantas menggeleng cepat.

"Gue nggak sejahat itu Lun, gue juga nggak suka lo di perlakukan seperti itu sama papa. Liat lo kayak gini, gue udah bersyukur banget." jelas Lika serius. Luna mendengar nya diam. Melihat Lika berjalan kearah kopernya disudut kamar, lalu mengeluarkan sebuah kotak berukuran sedang berwarna coklat lalu menyodorkan pada Luna.

Luna terpaksa mengambil nya dan ia melihatnya serius. Luna pikir ia baru saja dapat oleh-oleh dari Lika. Ternyata tidak.

"Beberapa waktu lalu gue chat Fandu, dan gue bilang gue mau pulang sama dia mungkin mau titip sesuatu buat mamanya, dan dia titip ini buat lo, dia kirim ini ke apartemen gue." kata Lika serius. Luna mendadak bungkam, ia meletakkan bingkisan itu diatas tumpukan bukunya lalu meraih ponselnya yang kebetulam berdering disana. Melihat nama Gilang muncul disana. Luna melihatnya serius lalu detik berikutnya ia terpaksa menjawab telepon itu dan menempel kan benda itu ditelinga nya. Sepertinya rencana menjauhi Gilang akan selalu gagal.

"Halo Lun, gue diwarung bakso kesukaan lo nih, makan bareng yuk. Gue gajian nih, gue traktir." katanya Gilang terdengar jelas diseberang sana. Luna mengusap hidungnya, berpikir sejenak, lalu detik berikutnya ia menoleh pada Lika yang kini tampak sibuk dengan ponselnya.

"Boleh Lang, tapi gue lagi sama kakak gue. Bareng dia juga yah." katanya serius sontak membuat Lika menoleh.

"Boleh, bawa aja." Balas Gilang tanpa ragu.

"Oke, gue ganti baju dulu. Gue tutup." kata Luna menutup sambungan teleponnya dan menoleh pada Lika.

"Ikut yuk." katanya serius. Lika terpaksa mengangguk sedikit, toh, dirumah juga tidak ada bu Rahmi, bu Rahmi sedang pergi sama pak Ahmad, katanya sedang mencari cincin pernikahan mereka. Dan mereka tidak mungkin ikut. Itu cukup rahasia. Kata Luna seperti anak muda saja.

***

Luna dan Lika sudah berada di tempat yang dimaksud Gilang. Dan Gilang sudah memesankan Luna dan Lika disana, beserta minuman yang tadi Luna minta pada Gilang sebelum mereka datang.

Yes or No (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang