Bagian 51

202 25 0
                                    

***

Selamat membaca
***

"Lun, buka pintu nya gue mau ngomong." kata Lika mengetuk pintu kamar Luna. Luna yang mendengar hal itu dari tadi hanya memasang muka serius. Ia menoleh pada jam yang melingkar ditangan nya. Pukul sebelas malam, dan Lika sudah lebih dari sepuluh kali mengetuk pintu kamarnya. Luna masih enggan melihat Lika kali ini.

Tapi Luna mendadak ingat Fandu. Ia tak ingin Fandu tahu akan hal ini. Buru-buru Luna turun dari tempat tidurnya. Ia berdiri dan beranjak kearah pintu kamar dan membukanya. Melihat Lika memasang muka serius kearahnya.

"Lun, gue minta maaf... Dan" kata Lika serius. Dan Luna memotong ucapan itu.

"Lik, gue nggak apa-apa. Gue baik dan gue cuma minta satu hal aja sama lo, gue mohon banget sama lo, plis jangan kasih tahu Fandu soal ini." kata Luna serius. Lika yang mendengar nya mendadak diam, ia lantas memeluk Luna erat. Luna hanya diam, ia merasa mati rasa dan sudah tidak adalagi air mata yang menetes di pipinya.

"Gue minta maaf Lun, gue nggak bisa ngebantah Bunda sama ayah." katanya serius dengan suara parau menahan air matanya yang sudah mengalir di pipinya. Luna melepaskan pelukan itu. Tersenyum samar. Ia sudah tidak apa-apa. Ia sudah merasa lebih baik dari tadi sore.

"Enggak apa Lik, gue udah ikhlas kok, ini juga sudah keputusan gue. Gue juga dari awal udah nggak minat kuliah, lo nggak usah khawatir dan nggak usah merasa bersalah sama gue." kata Luna kembali tersenyum, menepuk pundak Lika pelan. Berusaha mengatakan pada Lika kalau dia baik-baik saja. Dan ia kuat. Dan Ia bisa.

"Sudah yah, udah malam. Lo mending istirahat aja. Gue juga udah ngantuk." kata Luna mantap, berusaha seperti biasanya. Lika kini mengangguk, menyeka air matanya yang masih menetes di pipinya. Ia sedih dan juga merasa bersalah atas apa yang terjadi. Seharusnya Luna yang punya kesempatan itu, bukan dia. Hal itu membuat ia tidak tenang dan sangat merasa bersalah pada Luna.

"Sudah sana kembali ke kamar lo, gue benaran nggak apa-apa." kata Luna lagi, berusaha seperti biasa. Lika mengangguk dan berjalan pealan kearah kamarnya sesekali kembali menoleh pada Luna yang kini masih tersenyum samar.
Melihat Lika masuk ke kemarnya dan menutup pintu itu. Luna merasa lega, ia kembali masuk ke kamar nya, mengunci pintu kamarnya rapat, lalu menyandarkan tubuhnya di pintu kamar. Rasanya memang sulit, tapi ia yakin ia akan baik-baik saja. Luna yakin akan hal itu. Ia hanya ingat pesan Fandu bahwa ia hanya perlu menerima nya saja. Itu saja cukup. Dan Luna akan berusaha untuk itu.

Suara getar ponselnya membuat Luna tersadar dari semua lamunannya. Ia berjalan kearah meja belajarnya. Melihat layar ponselnya. Nama Fandu muncul disana. Sedikit ragu,  Luna menjawabnya. Dan menempelkan benda itu di telinga kiri nya.

"Hay, ngapain?" tanya Fandu spontan. Dan Luna tersenyum samar, mendengar suara Fandu saja sudah membuat Luna merasa lebih baik. Dan Luna ingin mengatakan pada Fandu kalau ia sedang tidak baik-baik saja. Ia butuh Fandu. Ia butuh tempat cerita dan ia ingin ikut Fandu. Tapi itu tidak mungkin.

"Nggak ngapa-ngapain. Lo?" tanya Luna balik.

"Nelpon orang sombong, dari kemarin aku chat nggak bales Lun. Sibuk apa?" kata Fandu serius.

"Oh iya maaf, aku nggak buka chat Fand, maaf. Lo sehat?" tanya Luna mengalihkannya.

"Sehat Lun, lo nggak ada masalah kan? Perasaan gue nggak enak dari tadi, mikiran lo?" jelas Fandu serius Luna mendengar nya mendadak diam, Fandu punya perasaan seperti itu saja membuat ia ingin menangis. Ingin Menceritakan semuanya, tapi tidak mungkin, Fandu akan khawatir, dan ia tidak ingin hal itu terjadi.

Yes or No (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang